News

Dua Cendekiawan Muda Bahas “Muhammadiyah Studies dalam Lintas Disiplin”

3 Mins read

IBTimes.ID, Jakarta (22/11/24) – MAARIF House (MH) kembali digelar dengan mengangkat tema “Muhammadiyah Studies dalam Lintas Disiplin”. MAARIF House edisi#6 kali ini  menghadirkan dua cendekiawan Muhammadiyah yaitu Fajar Riza Ul Haq dan Ahmad Fuad Fanani. Kedua cendekiawan ini membahas Muhammadiyah dalam lingkup studi akademik dari dua perspektif yang berbeda; perspektif mitigasi kebencanaan dan perspektif genealogi pemikiran progresif Muhammadiyah.

Pengangkatan dua perspektif tersebut terinspirasi dari topik disertasi doktoral yang berhasil dipertahankan oleh dua cendekiawan ini, Fajar Riza Ul Haq dengan tema “Dinamika Followership dan Political Partisanship Muhammadiyah dalam Merespon Kebijakan Covid-19 di DKI Jakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Sumatera Barat” dan Ahmad Fuad Fanani dengan tema “Progressivism in a Conservative Milieu: The Rise of Progressives within Muhammadiyah, 1995-2020”.

Selain mendiskusikan dua perspektif ini, kedua narasumber juga mengemukakan pandangan masing-masing tentang kondisi, peta, aktivisme, dan masa depan para aktivis Muhammadiyah serta kiprah mereka di berbagai sektor kehidupan. Selain itu di hadapan para partisipan yang didominasi oleh para aktivis muda Muhammadiyah, para narasumber juga menceritakan pengalaman perjalanan hidup mereka hingga kini sukses berkiprah dalam kancah dunia akademik dan perpolitikan nasional.

Andar Nubowo, Direktur Eksekutif MAARIF Institute, membuka acara dengan menekankan juga bahwa MAARIF House #6 merupakan bentuk tasyakuran atas kiprah MAARIF Institute yang telah melahirkan kader unggul yang saat ini banyak terlibat di pemerintahan yang baru. “Kader MAARIF Institute tidak hanya fokus pada urusan teknis, tetapi juga dilatih untuk mengabdi kepada umat dengan pendekatan keilmuan,” ungkap Andar. Ia menambahkan, acara ini sekaligus menjadi ajang refleksi atas peran Muhammadiyah sebagai organisasi yang tidak hanya mampu bertahan, tetapi juga terus beradaptasi terhadap perubahan zaman.

Baca Juga  Dalam ICONIST 2023, 64 Peneliti Dunia Bahas Relevansi Agama di Era Modern

Dalam sambutannya, Andar menyoroti pentingnya Muhammadiyah Studies sebagai respons atas kekhawatiran yang mengatakan Muhammadiyah kehilangan pesonanya. “Pada era 60-70-an, Muhammadiyah menarik banyak perhatian peneliti internasional. Dengan adanya MAARIF House, kita ingin membawa tradisi akademik itu kembali, tetapi dalam konteks yang lebih luas,” jelasnya.

Selanjutnya, Rikard Bagun, anggota Dewan Pengawas Yayasan Ahmad Syafii Maarif, menekankan urgensi kajian Muhammadiyah Studies di era post-truth. “Di tengah derasnya informasi yang sering kali menyesatkan, Muhammadiyah Studies dapat menjadi alat untuk mencari kebenaran sejati berbasis nilai-nilai yang telah dibentuk dan dilahirkan oleh Muhammadiyah,” ujar Bagun.

Hal ini diperkuat oleh Fajar Rizal Ul Haq, yang memberikan contoh konkret bagaimana Muhammadiyah Studies telah berkembang dan bekerja. Ia mengulas penelitiannya terkait respon warga Muhammadiyah terhadap kebijakan fatwa Muhammadiyah selama pandemi COVID-19, seperti pelaksanaan salat Idulfitri. Namun, ia juga menyoroti kesenjangan yang masih ada di organisasi ini, terutama dalam upaya melembagakan kebijakan di tingkat akar rumput.

Berikutnya, Ahmad Fuad Fanani menjelaskan bahwa Muhammadiyah Studies tidak hanya terbatas pada kajian yang berusaha memuji kontribusi dan ide dari tokoh-tokoh besar Muhammadiyah, tetapi juga membuka ruang untuk kritik. “Muhammadiyah itu tidak tunggal. Ada spektrum yang luas di dalamnya, termasuk hubungan Muhammadiyah dengan organisasi Islam lainnya,” jelas Fuad. Ia menyoroti adanya perbedaan antara kalangan elitis Muhammadiyah yang progresif dengan kondisi akar rumput yang masih memerlukan perhatian lebih.

Sebagai tambahan, Fuad menyatakan bahwa kajian ini memiliki potensi besar untuk terus berkembang, baik dalam aspek historis, sosial, maupun interaksi lintas organisasi agama di Indonesia. Hal ini menjadikan MAARIF Institute dalam kacamata yang lain sebagai tenda kultural dan kebangsaan bagi semua generasi muda Indonesia untuk dapat berkontribusi terhadap umat.

Baca Juga  Tour De Buya: Mengenang dan Merawat Pemikiran Buya Syafii

Di sesi yang terpisah, Yahya Fathur Rozy selaku Presidium Nasional Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah (JIMM) memberikan apresiasi sebesar-besarnya atas terlaksananya MAARIF House yang keenam ini, apalagi melibatkan JIMM sebagai salah satu mitra kegiatan. Menurutnya, MAARIF Institute, sebagai inisiator MAARIF House, dan JIMM memiliki spirit, visi, dan tarikan nafas sejarah yang beririsan. Sama-sama didirikan oleh Moeslim Abdurrahman, MAARIF Institute dan JIMM menjadi wadah perkaderan intelektual Muhammadiyah kultural yang sama-sama sudah berusia sekitar dua dekade. “Fajar Riza Ul Haq dan Ahmad Fuad Fanani adalah dua role model kader Muhammadiyah hasil tempaan MAARIF Institute sekaligus JIMM yang sukses berkiprah di dunia akademik dan aktivisme” ujar Yahya.

MAARIF House ke 6 dihadiri oleh Rikard Bagun, Dewan Pengawas Yayasan Ahmad Syafii Maarif, Fajar Riza Ul Haq, Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, dan Ahmad Fuad Fanani, Ph.D dari The Australian National University, Hilman Latief, Dirjen Haji Kementerian Agama RI, dan 100 orang partisipan dari berbagai sektor. Kegiatan ini diselenggarakan oleh MAARIF Institute for Culture and Humanity bekerjasama dengan Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah (JIMM), dan Lembaga Kajian dan Kemitraan Strategi (LKKS) PP Muhammadiyah, pada 22 November 2024 di Gedung Dakwah Muhammadiyah.

(Yahya/Soleh)

Avatar
1447 posts

About author
IBTimes.ID - Rujukan Muslim Modern. Media Islam yang membawa risalah pencerahan untuk masyarakat modern.
Articles
Related posts
News

Haul ke-15 Gus Dur: Refleksi Pemikiran dan Keteladan untuk Bangsa

2 Mins read
IBTimes.ID – Jaringan GUSDURian menggelar peringatan Haul ke-15 KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur di Laboratorium Agama Masjid Universitas Islam Negeri (UIN)…
News

Inilah 9 Rekomendasi Simposium Beda Setara 2024

2 Mins read
IBTimes.ID – Simposium Best atau Beda Setara telah selesai digelar. Acara ini berlangsung selama dua hari, yakni Kamis-Jumat (15-16/11/2024) di Convention Hall…
News

Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di Indonesia Masih Jauh dari Semangat Bhinneka Tunggal Ika

1 Mins read
IBTimes.ID – Direktur Jaringan GUSDURian Alissa Qotrunnada Wahid atau Alissa Wahid mengkritisi realitas kebebasan beragama di Indonesia, yang menurutnya masih jauh dari…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds