Tarikh

Napak Tilas Muktamar Muhammadiyah 37 Tahun Lalu di Solo

4 Mins read

Siang di bulan November, beberapa titik kota dipenuhi oleh bendera hijau bertuliskan Muhammadiyah dengan pijar lentera di sekelilingnya. Kota Surakarta dipilih menjadi tempat perhelatan kembali muktamar Muhammadiyah. Organisasi gubahan Pak Darwis, terus bergerak dan hidup. Pelbagai asah pikir kader-kader progresifnya memberikan kontribusi simultan bagi bangsa dan negara.

Bila kita menengok Solo dan Muhammadiyah, acap kali kita teringat pada medio 1985. Bertepat pada tanggal 07-11 Desember 1985, Muktamar ke-41 Muhammadiyah juga dihelat di Kota Solo (Baca; Surakarta). Prosesi direkam begitu detail oleh Majalah Tempo (14/12/1985). Terpotret beberapa tokoh-tokoh senior seperti; AR Fachruddin, Lukman Harun, Moh. Djazman (Rektor Universitas Muhammadiyah), dan Dawam Rahardjo (Senior LP3ES) yang takzim hadir di perhelatan muktamar.

Muhammadiyah akan berusia 111 tahun. Tak bisa kita menyebut oraganisasi itu tua ataupun muda. Mafhum, Muhammdiyah telah berkiprah dan berbakti kepada bangsa dan negara melalui karya yang mereka miliki. Ribuan sekolah hingga rumah sakit, dibangunnya agar berguna bagi umat secara khusus, dan bangsa Indonesia secara umumnya.

Setelah bertaruh dari pandemi Covid-19, Muhammadiyah sepakat menentukan Muktamar pada tanggal 18-20 November 2022. Persis, bertepatan pelaksanaan Muktamar ke-48, jalanan, pohon-pohon dan langit yang sama, akan mencatat kembali peristiwa dengan semangat yang sama tiga puluh tujuh tahun lalu atas perubahan dan progresifitas organisasi ini.

“Memajukan Indonesia, Mencerahkan Semesta,” dipilih menjadi tema Muktamar ke-48. Syahdan, di usianya yang sudah menyentuh satu abad, Muhammadiyah terus berkembang dan bertumbuh, menjadi salah satu organisasi Islam besar di Indonesia. Dikutip dari laman resmi Muktamar Muhammadiyah, muktamar ini akan menghasilkan pelbagai produk pemikiran salah satunya memasifkan kontribusi Muhammdiyah ke ranah global.

Baca Juga  Murad II: Sultan di Balik Penaklukan Wilayah Balkan

Muktamar ini akan menggunakan tempat GOR Manahan. Waktu itu, Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) belum memiliki wadah untuk menampung peserta sidang Mukatamar. Syahdan, UMS telah banyak berkembang. Hari ini, mampu unjuk gigi dengan gedung barunya bernama UMS Edutorium Building (Gedung Edutorium UMS), yang akan jadi tempat terselenggaranya persidangan Aisyiah.

Muktamar 37 Tahun Lalu dan Muhammadiyah Esok

Edisi Tempo (14/12/1985) begitu menarik dan menohok. Kover depan agak kekuning-kuningan dengan bendera hijau Muhammadiyah, menyiratkan makna khusus, atas terjalinnya rapat tertinggi Muhammdiyah di Solo waktu itu.

Pembukaan Muktamar yang dihelat di Gelora Olahraga Manahan, dihadiri oleh Presiden Soeharto untuk membuka acara tersebut.

Terpotret dengan jelas, ketika AR Fakhrudin bersalaman sembari tersenyum menatap wajah Pak Harto yang juga nampak bahagia menyaksikan ribuan masa penggembira meramaikan di Solo. Belum ada fasilitas seperti halnya hari ini.

Mereka begitu riang bergembira memakai kerudung dan peci membawa umbul-umbul Muhammdiyah dan Aisyiah. Beberapa titik penjemputan dari mulai terminal Tirtonadi sampai dengan Bandara Adi Sucipto, pengunjung muktamar memadati kota Surakarta.

Sidang Muktamar waktu itu dilaksanakan di Kraton Mangkunegaran, Surakarta. Penggembira dan peserta sidang menempati seisi arena persidangan. Nampak, Sri Mangkunegoro ke VIII dengan sahabat lamanya yaitu Menteri Agama Munawir Sjadzali, duduk bersama-sama menyaksikan perhelatan muktamar yang akan dibuka.

Ada peristiwa menarik ketika terselenggaranya Muktamar Muhammdiyah Surakarta waktu itu. Adalah mengenai Asas Tunggal Pancasila. Hadirnya Presiden Soeharto untuk membuka acara tersebut, mafhum lobi kelas tinggi AR Fachruddin meyakinkan Soeharto, atas komitmen Muhammadiyah terhadap Pancasila. Soeharto lekas menanyakan keseriusan Muhammadiyah untuk segera menanggapi akan Asas Tunggal Pancasila pada tahun 1983, usai dilaksanakannya sidang tanwir.

Baca Juga  Khilafah Islamiyah (2): Sebuah Perjalanan Sejarah

AR Fachruddin menyampaikan dengan tenang dan jenaka. Kami tak mempersalahkan mengenai Pancasila. “Muhammadiyah bagaikan pengendara sepeda motor yang melewati jalur wajib memakai helm. Jangan mentang-mentang sudah membawa agama Allah lalu tak mau memakai helm. Kami menerima Pancasila dengan pengertian.” ujar Fachruddin.

Asas Tunggal Pancasila diterima dengan “ikhtiar”. Dengan ikhtiar kata Fakhruddin, “Supaya yang dimaksudkan pemerintah itu berhasil, tapi tidak melanggar agama. Kami, para pemimpin, tetap bertekad menegakkan kalimah Allah di Indonesia ini. Tidak merusak peraturan-peraturan di Indonesia, tapi tidak menjual iman, tidak menjual agama.” ucap Fahcruddin dalam wawacara Tempo (14/12/1985).

Alhasil, Presiden Soeharto membuka perhelatan Muktamar sembari menceritakan kisah kecilnya pernah dididik di bangku sekolah milik Muhammadiyah.

Paradigma Islam Koentowijoyo

Buku gubahan Koentowijoyo berjudul Paradigma Islam Intrepetasi untuk Aksi, menjabarkan pelbagai kontemplasi bagi Islam. Pada Bab XV, Koentowijoyo mencoba untuk mengulas Muhammadiyah. Koentowijoyo yang notabene dididik dari kalangan Muhammadiyah, adalah ayahnya sebagai pengurus Muhammadiyah, mewarisi pemikiran kritis dari waktu ke waktu.

Koentowoijoyo banyak menyampaikan masukan untuk gerakan Muhammadiyah. Supaya, Muhammadiyah tak hanya fokus kepada gerakan pemurnian; kembali kepada Al-Qur’an dan Hadis. Karena, realitas terus mengalami perkembangan.

Munculnya pelbagai teknologi hingga tranformasi sosial yang tak terbendung, mengharuskan Muhammadiyah perlu membentuk sebuah pondasi kuat dalam arus besar perubahan agar tak tercerabut dari akarnya.

Dalam esainya yang berjudul Gerakan Sosial Muhammadiyah: Adaptasi atau Reformasi?, beberapa kali Koentowijoyo bertanya, “Apakah Muhammadiyah sendiri menyetujui struktur yang sedang membentuk Indonesia dewasa ini?”, “Apakah Muhammadiyah masih ingin memasuki lingkungan pemasaran baru dalam struktur yang ada sekarang. Ataukah ingin mencipatakan sesuatu sebagai alternatifnya?”, “Apakah Muhammadiyah akan melakukan adaptasi sebagaimana terjadi di masa lalu, ataukah apakah ia sudah bersiap melawan sejarah?”

Baca Juga  Buka Muktamar, Presiden Jokowi Ucapkan Terima Kasih ke NU

Dari keempat pertanyaan itu, Muhammadiyah secara tak langsung telah menjawabnya. Adanya PKO (Penolong Kesengsaraan Oemoem) atau sekarang dikenal sebagai PKU (Pembina Kesejahteraan Umat) yang tersebar di beberapa pelosok negeri ditambah dengan ruang-ruang kelas yang telah melahirkan insan madani bagi bangsa, merupakan sebuah torehan yang tak bisa kita anggap remeh.

Semangat keilmuan juga tercermin begitu kentara dari hari ke hari. Termasuk pada ruang pendidikan tinggi Muhammadiyah. Pada liputan Tempo (16/11/1985), Clifford Gertz dibuat mencabut kembali tesisnyaterkait konsep “abangan, santri, dan priyayi”. Mubayarto, Mukti Ali, Soedjito, Umar Kayam, Koentwoijoyo, bersama-sama membawakan pencerahan pengetahuan dalam nauangan kesadaran warga Muhammadiyah.

Pergulatan intelektual itu pernah terjadi pada peringatan Dies Natalis ke-27, Universitas Muhammadiyah Surakarta. Untuk menghadapi masa depan, Muhammadiyah terus membenahi ruang-ruang pendidikan gubahannya untuk mencapai titik terbesar pengabdian tanpa dalih ini itu.

Semoga saja, kader-kader tetap setia melakukan ritus cinta terhadap ilmu untuk mengasah pikir dan zikir mereka. Mafhum, ruang-ruang itu terus bertumbuh. Tema Memajukan Indonesia, Mencerahkan Semesta, sebuah harapan jernih dan yakin sampai, telah dibuktikan dengan kentara. Selamat datang para Muktamirin untuk memikirkan Muhammdiyah kini dan esok. Sekian.

Editor: Yahya FR

M. Ghaniey Al Rasyid
1 posts

About author
Penulis Lepas, Pegiat Lingkar Diskusi Sasadara Surakarta.
Articles
Related posts
Tarikh

Ahli Dzimmah: Kelompok Non-Muslim yang Mendapat Perlindungan di Masa Khalifah Umar bin Khattab

2 Mins read
Pada masa kepemimpinan khalifah Umar bin Khattab, Islam mengalami kejayaan yang berkilau. Khalifah Umar memainkan peran penting dalam proses memperluas penyebaran Islam….
Tarikh

Memahami Asal Usul Sholat dalam Islam

5 Mins read
Menyambut Isra Mi’raj bulan ini, saya sempatkan menulis sejarah singkat sholat dalam Islam, khususnya dari bacaan kitab Tarikh Al-Sholat fi Al-Islam, karya…
Tarikh

Menelusuri Dinamika Sastra dalam Sejarah Islam

3 Mins read
Dinamika sastra dalam sejarah Islam memang harus diakui telah memberikan inspirasi di kalangan pemikir, seniman, maupun ulama’. Estetika dari setiap karya pun,…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *