Review

Kitab An-Naja, Warisan Filsafat Ibnu Sina

4 Mins read

Kitab An-Naja adalah salah satu karya penting dalam filsafat Islam yang berisi tentang gagasan besar seorang filsuf bernama Ibnu Sina, yang juga dikenal di Eropa sebagai Avicenna.

Ibnu Sina merupakan salah satu tokoh intelektual terbesar dan berpengaruh dalam Islam. Nama aslinya Abu Ali al-Husain bin Abdullah bin Sina, lahir pada 980 di Afsyanah, daerah dekat Bukhara, dan meninggal pada bulan Juni 1037 di Hamadan, Persia.

Ibnu Sina memiliki banyak karya yang mencakup berbagai bidang ilmu pengetahuan seperti filsafat, kedokteran, matematika, dan metafisika.

Isi Kitab An-Naja

Kitab An-Naja (Kitab Keselamatan) merupakan karya yang relatif lebih singkat dibandingkan karya monumental Ibnu Sina lainnya seperti Kitab Al-Syifa (Kitab Penyembuhan). Buku ini disusun sebagai sebuah ringkasan dari pandangan-pandangan yang ia uraikan secara mendalam dalam Al-Syifa.

Struktur kitab ini mencakup tiga bagian utama, yakni logika, fisika, dan metafisika, yang masing-masing mewakili pilar utama dalam filsafat Islam dan tradisi filsafat Yunani yang mempengaruhi Ibnu Sina.

Bagian Pertama Kitab An-Naja membahas tentang ilmu logika, yang oleh Ibnu Sina dianggap sebagai alat penting untuk mencapai kebenaran. Dalam pandangan Ibnu Sina, logika adalah perangkat intelektual yang diperlukan untuk menilai argumen secara sistematis dan valid.

Ia menjelaskan kaidah-kaidah logika, termasuk silogisme, definisi, dan klasifikasi argumen. Dalam hal ini, Ibnu Sina melanjutkan tradisi Aristotelian, seperti hukum non-kontradiksi yang menjelaskan bahwa sebuah fakta tidak bisa benar dan salah pada saat yang sama dan dalam pengertian yang sama dari terminologi yang digunakan.

Namun, Ibnu Sina juga menambahkan interpretasi dan pembaharuan yang relevan dengan konteks Islam, seperti sub bab Al-Burhan yang membahas tentang argumen logis terdiri dari premis-premis yang benar, pasti, dan tidak diragukan (yaqiniyyah).

Baca Juga  Abu al-Hasan ‘Amiri: Sosok Muslim dalam Perbandingan Agama-Agama

Premis-premis ini harus memenuhi beberapa kriteria, yakni benar secara mutlak (ṣidq) dengan artian premis sesuai dengan realitas, dan berdasarkan akal (aqliyyah), di mana premis tidak bergantung pada persepsi indrawi semata, namun juga harus menggunakan akal rasionalitas guna mencapai kebenaran atau pengetahuan secara pasti. Ibnu Sina menekankan bahwa burhan harus bebas dari dugaan (zhan) dan hanya mengandalkan kepastian.

***

Bagian Kedua membahas filsafat alam atau fisika, di mana Ibnu Sina mendalami berbagai konsep seperti substansi, aksiden, gerak, waktu, dan ruang. Dalam bagian ini, Ibnu Sina menyatakan bahwa Alam bukan ciptaan “Yang Asal”, melainkan terjadi menurut pelimpahan dari-Nya. Hal ini juga termasuk dalam pemikiran Al-Farabi yang menyatakan awal terbentuknya alam dimulai dari Tuhan sebagai “Wujud Pertama” dan “Akal Murni” (al-‘aql al-muhaddah) di mana Ia sebagai subjek pikir sekaligus menjadi objeknya.

Maksudnya adalah, Ia menggunakan akal pertama untuk berpikir, yang kemudian mengeluarkan akal kedua berupa langit, lalu Ia berpikir lagi sampai kepada akal kesepuluh yang membentuk bumi, roh atau jiwa, dan lainnya.

Selain itu, Ibnu Sina dalam bagian ini juga menjelaskan tentang jiwa yang merupakan kesempurnaan awal dari tubuh biologis, karena adanya jiwa membuat organisme menjadi sempurna sehingga menjadi manusia yang nyata.

Ibnu Sina juga memberikan alasan untuk membuktikan eksistensi jiwa yang merupakan substansi rohani yang terpisah dengan badan dengan menyebutkan tentang dalil naturally pyschology (dalil alam kejiwaan), dalil continuity (istimrar), dalil manusia terbang, dan dalil ke-akuan dan penyatuan gejala kejiwaan.

Tak hanya itu, Ibnu Sina juga menjelaskan pembagian daya jiwa mencakup 3 hal, yakni Jiwa Tumbuhan (al-nafs al-nabâtiyyah), Jiwa Hewan (al-nafs al-hawaniyyah), dan Jiwa Manusia  (al-nafs al-nâtiqah).

Baca Juga  Kritik Farag Fouda terhadap Perindu Khilafah Islamiyah

Selanjutnya pada bagian terakhir dari Kitab An-Naja, berisi kajian metafisika yang merupakan inti dari filsafat Ibnu Sina. Bagian ini menjelaskan konsep “Wajibul Wujud” yang menjadi dasar bagi argumen keberadaan Tuhan dalam berbagai tradisi filsafat setelahnya.

***

Ibnu Sina dalam perihal wujud memadukan pandangan Aristoteles dan Neo-Platonisme sehingga menjadi suatu metode tersendiri dalam menganalis wujud. Ia membahas tentang keberadaan (wujud), esensi, dan hubungan antara Yang Wajib Ada (Wajibul Wujud) dengan keberadaan makhluk lainnya (Mumkinul Wujud).

Menurut Ibnu Sina, sifat wujud-lah yang terpenting dan mempunyai kedudukan di atas segala sifat yang lain termasuk esensi (Mahiyyah). Esensi menurut Ibnu Sina terdapat dalam akal sedangkan wujud terdapat di luar akal.Wujud-lah yang membuat tiap esensi yang dalam akal mempunyai kenyataan di luar akal. Tanpa wujud maka esensi tidak besar artinya,oleh karena itu wujud lebih penting dari esensi.

Menurut Ibnu Sina, jika esensi digabung dengan wujud maka akan menjadi tiga kemungkinan. Pertama, esensi yang tak dapat mempunyai wujud disebut “Mumtana” yaitu sesuatu yang mustahil berwujud (Mumtana’ Al-Wujud). Contohnya seperti ada alam semesta lain, di samping alam semesta yang telah ada.

Kedua, esensi yang boleh mempunyai wujud dan boleh tidak. Hal ini disebut Mumkin, yaitu sesuatu yang mungkin berwujud dan mungkin juga tidak berwujud (Mumkin Al-Wujud). Contohnya seperti alam ini pada mulanya tidak ada kemudian ada dan akhirnya akan hancur menjadi tidak ada.

Ketiga, esensi yang tidak bisa dipisahkan dari wujud. Maksudnya esensi dan wujud harus sama dan satu. Di sini esensi tidak dimulai oleh tidak berwujud dan kemudian berwujud, tetapi esensi harus dan wajib mempunyai wujud selamanya. Hal ini disebut (Wajib Al-Wujud). Wajib al-wujud inilah yang mewujudkan mumkin al-wujud dan itu mendeskripsikan Tuhan.

Baca Juga  Socrates: Manusia Tidak Boleh Takut Akan Kematian!

Sementara Wajib Al-Wujud dibagi menjadi dua macam. Pertama, wajib bidhatihi, di manasesuatu yang kepastian wujud-Nya disebabkan oleh zat-Nya sendiri. Artinya adalah adanya tidak bergantung pada adanya sebab lain selain diri-Nya. Contohnya adalah Tuhan. Kedua, wajib bigayrihi, yaitu sesuatu yang kepastian wujudnya disebabkan oleh zat yang lain. Contohnya seperti adanya basah disebabkan karena air.

Keunikan dan Kontribusi Kitab An-Naja

Keunikan Kitab An-Naja’ terletak pada formatnya yang lebih ringkas namun tetap memuat substansi filosofis yang mendalam. Karya ini dirancang untuk pembaca yang mungkin tidak memiliki waktu atau kemampuan untuk menyelami Al-Syifa yang jauh lebih panjang dan kompleks. Oleh karena itu, Kitab An-Naja berfungsi sebagai jembatan pengetahuan, memungkinkan lebih banyak orang untuk memahami pemikiran Ibnu Sina.

Dengan membahas logika, fisika, dan metafisika, kitab ini memberikan gambaran yang menyeluruh tentang pandangan dunia Ibnu Sina. Pengaruhnya yang meluas, baik di dunia Islam maupun Barat, menegaskan posisinya sebagai salah satu tokoh penting dalam sejarah intelektual manusia.

Melalui Kitab An-Naja, Ibnu Sina tidak hanya mengajarkan ilmu pengetahuan, tetapi juga memberikan warisan intelektual yang terus menginspirasi hingga saat ini. Karya ini mengingatkan kita tentang pentingnya pengetahuan, dialog, dan pencarian kebenaran dalam membangun peradaban yang maju.

Editor: Soleh

Avatar
1 posts

About author
Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya
Articles
Related posts
Review

Kitab Al-Fasl Ibnu Hazm: Mahakarya Filologi Intelektual Islam Klasik

3 Mins read
Ibnu Hazm (994–1064 M), seorang cendekiawan Andalusia, dikenal sebagai salah satu pemikir paling produktif dan brilian dalam sejarah intelektual Islam. Karya-karyanya mencakup…
Review

Kumandang Dakwah Sang Pembaharu dari Paciran: Kiai Muhammad Ridlwan Syarqawi

3 Mins read
Muhammadiyah dikenal sebagai gerakan pembaharu (tajdid) sekaligus pemurnian akidah Islam. Sejak awal berdirinya di Yogyakarta, Kiai Ahmad Dahlan telah menancapkan pakem kokoh…
Review

Memahami Teks, Menyadari Konteks: Review Buku Interaksi Islam Karya Mun'im Sirry

5 Mins read
Buku ini, Interaksi Islam, karya terbaru Prof. Mun’im Sirry, mengusung tiga tema besar: Pertama, penelusuran aktivitas relasi antaragama di masa awal Islam,…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds