IBTimes.ID, Jakarta (19/2/25) – Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta meluncurkan hasil riset terbaru berjudul “Pesantren Ramah Lingkungan: Tumbuh atau Tumbang?” dalam diskusi publik di Grand Sahid Jaya, Jakarta. Studi ini mengungkap potensi besar pesantren sebagai garda terdepan gerakan lingkungan berbasis keagamaan di Indonesia. Berdasarkan survei terhadap 361 pesantren, 74,52% (269 pesantren) telah memiliki program lingkungan, dengan total pesantren di Indonesia mencapai 42.000 dan 4,6 juta santri sebagai basis transformasi ekologis.
Inisiatif Konkret: Dari Wakaf Mata Air hingga Ekoteologi
Direktur Eksekutif PPIM UIN Jakarta, Didin Syafruddin, menegaskan bahwa pesantren tidak hanya berkomitmen pada wacana lingkungan, tetapi telah bergerak ke aksi nyata. “Pesantren kini tak hanya membahas fatwa atau dakwah lingkungan, tetapi menerapkan program seperti wakaf mata air, pengelolaan sampah, dan konservasi. Ini adalah lompatan penting dari konsep ke praktik,” ujarnya.
Kreativitas pesantren dalam merespons krisis ekologi tercermin dari inovasi seperti sedekah sampah, sedekah oksigen, dan integrasi nilai agama dengan sains. Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kemenag RI, Basnang Said, menyatakan bahwa Kemenag telah menargetkan integrasi Islam dan lingkungan melalui visi ekoteologi Menteri Agama Nasaruddin Umar. “Hubungan dengan Allah dan manusia bisa terganggu jika lingkungan rusak. Misalnya, shalat memerlukan air suci. Karena itu, kami mendorong satu khutbah lingkungan per bulan dan program satu santri satu pohon,” jelas Basnang.
Agama dan Sains: Pendidikan Formal sebagai Katalisator
Riset PPIM UIN Jakarta mengungkap bahwa pesantren dengan sekolah formal cenderung lebih sukses mengadopsi program lingkungan. “Integrasi kurikulum agama dan sains memicu kesadaran ekologis yang terstruktur. Meski pesantren tahfidz juga ada yang ramah lingkungan, skalanya masih kecil,” papar Koordinator Riset Iim Halimatusa’diyah.
Program lingkungan di pesantren terbukti meningkatkan perilaku ramah lingkungan santri. “Perilaku santri di pesantren dengan program lingkungan 23% lebih baik daripada yang tidak. Namun, edukasi formal tentang lingkungan masih minim—hanya 15% pesantren yang punya mata pelajaran khusus,” tambah Iim.
Kolaborasi Multisektor dan Tantangan Global
Deputi Bappenas, Amich Alhumami menekankan urgensi gerakan ini dalam menghadapi “triple planetary crisis” yaitu krisis polusi, perubahan iklim, dan hilangnya keanekaragaman hayati. “Pesantren ramah lingkungan adalah respons lokal atas krisis global,” katanya.
Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Muhadjir Effendy menyoroti aspek ketahanan pesantren. “Isu lingkungan adalah bagian dari pemberdayaan. UU Pesantren harus menjadi fondasi legal yang penting untuk ini,” tegasnya.
Sementara itu, Riri Khariroh (NU Care LAZISNU) menyarankan pembentukan ekstrakurikuler lingkungan: “Pesantren NU telah menguji tujuh model gerakan hijau. Ekstrakurikuler adalah kunci internalisasi nilai.”
Dandhy Dwi Laksono (Watchdoc) menyebut riset ini sebagai “oase” di tengah tantangan global seperti ancaman keluar dari Kesepakatan Paris dan eksploitasi tambang.
Rekomendasi Strategis
Berdasarkan temuan, PPIM UIN Jakarta merekomendasikan:
1. Penguatan kapasitas SDM melalui pelatihan dan ekstrakurikuler lingkungan.
2. Kemandirian ekonomi pesantren via usaha hijau (pertanian organik, energi terbarukan).
3. Kolaborasi pesantren-pemerintah-swasta untuk pendanaan dan teknologi.
4. Integrasi eko-teologi dalam kurikulum dan kebijakan pesantren.
5. Pembentukan divisi khusus lingkungan di struktur pesantren.
Tentang Program REACT
Riset ini bagian dari Religious Environmentalism Action (REACT) yang didukung Kedutaan Kerajaan Belanda di Jakarta. “Dukungan internasional ini memperkuat posisi pesantren sebagai aktor global dalam gerakan lingkungan,” tutup Didin Syafruddin.
Tentang PPIM UIN Jakarta
Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM UIN Jakarta) adalah lembaga riset terdepan yang mengkaji isu sosial-keagamaan dan kebijakan publik. Selama dua dekade, PPIM telah menjadi rujukan nasional dan global dalam studi Islam progresif.
(Soleh)