IBTimes.ID – Ketertarikan untuk melakukan kerja sama dunia Islam di tingkat global sudah ada sejak runtuhnya khilafah Turki Utsmani. Kerja sama dunia Islam di tingkat global merupakan hasil dari doktrin tauhid. Misalnya, berdirinya Hizbut Tahrir yang menganggap bahwa pendirian Khilafah Islamiyah adalah kewajiban umat Islam di seluruh dunia.
Hal tersebut disampaikan oleh cendekiawan Muhammadiyah Ahmad Najib Burhani dalam kegiatan Online International Seminar “Building International Cooperation to Reinforce Commitments s and Practices of Islam as Rahmatan Lil ‘Alamin”, Rabu (26/1). Kegiatan tersebut digelar oleh INFID, PP Muhammadiyah, dan PBNU.
Menurut Najib Burhani, kerja sama dunia Islam di tingkat global yang realistis adalah OIC (Organisation of Islamic Cooperation) yang beranggotakan negara-negara muslim pasca adanya konflik antara Israel dengan negara-negara Arab.
“Organisasi ini saya pikir memiliki pengaruh luas. Sayangnya, OIC belum maju dalam hal akademik,” ujar Najib.
Ia menyebut bahwa umat Islam sunni belum memaksimalkan kerja sama-kerja sama global. Maka, ia mengajak agar umat Islam maju ke depan untuk menciptakan jaringan global yang kuat. Ia menyebut beberapa kiat untuk membangun kerja sama global dunia Islam.
Pertama, desentralisasi Islam. Artinya, Islam harus menjauh dari semenanjung Arab. Islam di Timur Tengah tidak selalu positif, karena terjadi banyak konflik. Maka, perlu adanya desentralisasi Islam.
“Islam di Asia Tenggara harus memainkan peran lebih penting dalam konteks global. Hal ini akan membuat non muslim atau dunia Barat melihat bahwa ada keberagaman di dalam tubuh umat Islam, agar citra Islam tidak hanya diwakili oleh Timur Tengah,” tegasnya.
Kedua, kerja sama dalam bentuk horizontal. Kerja sama dalam bentuk vertikal seperti khilafah, menurut Najib tidak realistis. Hal tersebut terlihat seperti sebuah ilusi semata.
Ketiga, menghilangkan jarak dengan memanfaatkan media digital. Menurutnya, hal ini telah dimanfaatkan dengan baik oleh umat Islam yang radikal, namun belum bisa dimanfaatkan dengan baik oleh umat Islam yang moderat.
“Keempat, pengakuan komunitas imigran di seluruh dunia. Mereka ini menjadi duta-duta Islam yang damai di berbagai negara. Imigran dan pekerja ini harus kita ajak kolaborasi,” imbuhnya.
Kelima, kerja sama harus berbasis kepada negara, bukan individu.
Wakil Ketua Majelis Pustaka Informasi (MPI) PP Muhammadiyah tersebut menyebut bahwa maksud dari rahmatan lil ‘alamin tidak hanya menghadirkan Islam yang damai dan toleran, tetapi juga Islam yang menghadirkan pencerahan kepada umat. Sehingga, kerja sama dunia Islam, terutama dalam peningkatan kapasitas ilmiah mutlak diperlukan.
“Menjadi Islam yang mencerahkan hanya bisa dilakukan dengan temuan-temuan dan inovasi-inovasi. Maka, peran lembaga riset negara-negara muslim juga perlu melakukan kolaborasi,” tutup Najib Burhani.
Reporter: Yusuf