Perspektif

A Tapestry Cut By A Jigsaw: Sekadar Empati Kepada Bangsa Kurdi

5 Mins read

Apa yang disebut dengan Timur Tengah (Middle East), apalagi Timur Tengah modern, itu sebenarnya baru ada (exist) 100 tahun yang lalu: saat ketika Perang Dunia I berakhir. Di mana para pemenang perang (negara-negara Barat) mulai membagi-membagi bekas wilayah kekuasaan Kekhalifahan Turki Ustmani (Ottoman) yang berkuasa di kawasan tersebut selama 500-an tahun (1458-1924). Bukan hanya sejarah saja yang ditulis oleh para pemenang, tanah dan wilayah pun dikapling-kapling oleh pemenang perang. Makanya jangan pernah kalah perang!

Dalam PD I Ottoman adalah termasuk pihak yang kalah perang. Wilayahnya dibagi-dibagi sesuka hati oleh negara-negara pemenang perang, yaitu Inggris, Perancis, Itali, Rusia, dan negara-negara Balkan. Bukan hanya wilayah Ottoman yang masuk di benua Eropa yang dibagi-bagi. Wilayah yang ada di Asia Barat dan Afrika Utara yang kini dikenal dengan, itu tadi, Timur Tengah.

Asal-usul Timur Tengah

Jika di Eropa Timur bekas wilayah Ottoman dibagi-bagi negara-negara Balkan dan Rusia, maka di tanah Arab akhirnya dibagi-bagi dan dipecah-pecah menjadi 22 negara Arab baru dan 1 negara Yahudi (Israel). 22 negara yang terbentang dari Irak di timur sampai Maroko di barat tersebut biasanya disebut Dunia Arab. Jika ditambah dengan Israel, Iran, Turki, dan Afghanistan, biasanya disebut kawasan Timur Tengah (Middle East).

Timur Tengah: artinya, arah sebelah timur (east) dari negara-negara Eropa pemenang perang, dan Tengah (Middle), artinya wilayah sebelah timur yang tidak terlalu jauh, alias di tengah. Timur Tengah, bukan Timur Jauh. Maka sejak saat itu jadilah apa yang disebut dengan Timur Tengah atau Middle East tersebut sampai sekarang ini. Jadi tidak perlu dipertanyakan timur tengah dari posisi mana! Karena jawabnya sudah jelas: timur tengah dari posisi pemenang perang!

Dengan terbentuknya 22 negara-negara di dunia Arab tersebut di atas maka sebenarnya masih ada dua bangsa yang populasinya besar yang diabaikan dan dinafikan: pertama, bangsa Palestina. Bangsa Palestina bukan hanya diabaikan dan dinafikan saja, melainkan malah tanah airnya diberikan oleh Barat kepada bangsa Yahudi (Israel). Mereka diusir dari rumahnya, tanahnya, dan kampung halamannya, sehingga mereka sampai sekarang terlunta-lunta menjadi pengungsi (refugees) di seluruh dunia, terutama di Yordania, Suriah, Lebanon, Mesir, dan lain-lainnya.

Bangsa Palestina yang betahan di tanah airnya kini tinggal di Tepi Barat, Yerusalem Timur, di bawah Otoritas Palestina (dikuasai oleh Partai Fatah) dan di Gaza di bawah Partai Hamas. Sementara tanah-tanah mereka sedikit demi sedikit dicaplok oleh Israel. Pencaplokan dilakukan dengan cara dibuat pembangunan pemukiman baru yang diperuntukkan bagi bangsa Yahudi yang sebelumnya berdiaspora di seluruh dunia. Mereka dimobilisasi untuk “pulang” ke negerinya yang dideklarasikan sebagai “Tanah Yang Dijanjikan” Tuhan.

Baca Juga  Hak Asasi Manusia, Piye Kabare?

Ironi Bangsa Kurdi

Kedua, bangsa Kurdi. Bangsa Kurdi ini memiliki populasi sangat besar yang sebenarnya secara antropologis layak untuk mendapatkan negara tersendiri waktu itu. Bangsa Kurdi telah hidup berabad-abad dengan bahasa, budaya, dan identitas yang mereka miliki, sehingga mereka dianggap memenuhi kriteria untuk menjadi sebuah negara.

Pembaca tentu masih ingat dengan nama pahlawan terkenal dalam Perang Salib: Salahuddin Al-Ayyubi. Dia adalah seorang tokoh bangsa Kurdi. Bayangkan betapa besarnya dan tuanya bangsa Kurdi itu di mana sejak masa yang begitu lama sudah melahirkan tokoh pahlawan sebesar Al-Ayyubi. Kini salah satu patung Shalahuddin Al-Ayyubi dalam pose sedang menaiki seekor kuda perang dengan sangat gagahnya dibangun di kota Damaskus, tidak jauh dari Masjid Al-Umawiy yang terkenal itu.

Sama seperti cita-cita berdirinya Negara Palestina yang merdeka dan berdaulat diabaikan oleh pemegang mandat Liga Bangsa-Bangsa (LBB), demikian juga halnya nasib bangsa Kurdi. Mereka terlunta-lunta dan terpisah-pisah di empat atau lima negara yang dalam ungkapan bahasa Inggris disebut laksana “A tapestry cut by a jigsaw“, (Time, November, 25, 2019, hal. 24). Artinya, sebuah permadani yang dipotong-potong dengan gergaji. Ada sebagian bangsa Kurdi yang berada di wilayah pinggiran negara Turki. Ada bangsa Kurdi yang tinggal di pinggiran negara Iran. Ada bangsa Kurdi yang berkembang di pinggiran negara Irak. Ada pula bangsa Kurdi yang berada di wilayah pinggiran negara Suriah. Fatalnya mereka gagal diintegrasikan dan mengintegrasikan diri ke dalam empat bangsa di empat negara tersebut.

Jumlah total bangsa Kurdi konon mencapai 26 juta, paling besar berada di Turki (9 juta), Irak (7 juta), Suriah (5 juta), Iran (5 juta). Bangsa Kurdi bernasib sama dengan bangsa Palestina. Jika bangsa Kurdi terpisah-pisah dan terlunta-lunta di empat negara, demikian juga halnya bangsa Palestina: menjadi pengungsi di Lebanon (400 ribu), di Suriah (1 juta), di Yordan (hampir setengah jumlah penduduk asli Yordan), ratusan ribu di negara-negara Arab lainnya, dan atau yang berdiaspora di hampir semua negara di seluruh dunia.

Baca Juga  Anthropology of the Arabs: Lebanon dalam Kacamata Etnografer Jawa

Berbeda dengan bangsa Palestina yang meski sampai hari ini belum juga berhasil memdirikan sebuah negara Palestina yang merdeka dan berdaulat, tapi mendapatkan cukup perhatian dan dukungan dunia internasional, bangsa Kurdi sangatlah terabaikan. Alih-alih dukungan dari negara-negara Timur Tengah yang memang akan terkena akibat langsung jika Negara Kurdi diberikan, dukungan internasional juga nyaris tidak didapatkan.

Seperti telah disinggung di atas jika sebuah negara Kurdi dibentuk maka wilayah-wilayah empat negara Turki, Iran, Suriah dan Irak yang menjadi tempat tinggal orang-orang Kurdi harus menjadi bagian dari Negara Kurdi nantinya. Fatalnya, di semua negara muslim tersebut bangsa Kurdi yang juga muslim disebut sebagai gerakan separatis Kurdi, yang pasti terus menerus diperangi oleh masing-masing negara tersebut.

Sikap Turki dan Suriah

Turki adalah negara yang bertindak paling keras terhadap Kurdi. Pasalnya bangsa Kurdi terbesar berada di wilayah Turki. Turki memang megijinkan berdirinya Partai Kurdi dan mengikuti pemilihan umum yang sangat demokratis, tetapi Turki juga yang paling keras melakukan tindakan militer terhadap orang-orang Kurdi dan menyebut mereka sebagai pemberontak Kurdi atau bahkan teroris Kurdi.

Irak, apalagi di masa Sadam Husein, juga tidak kurang kerasnya menindas gerakan-gerakan yang disebutnya sebagai herakan separatis Kurdi. Irak pasca Saddam Hussein memang telah menetapkan dalam konstitusi barunya bahwa Presiden Irak menjadi jatah bagi suku Kurdi, dan kebijakan itu sudah pula diimplementasikan secara penuh. Tapi posisi Presiden yang lebih bersifat simbolik, tampaknya tidak cukup untuk meredam keinginan suku Kurdi untuk bergabung dalam kesatuan Bangsa Kurdi bersama bangsa-bangsa Kurdi yang berada di empat negara lainnya itu.

Nasib bangsa Kurdi di Suriah juga menjadi persoalan besar yang dilematis bagi dunia internasional. Bukan hanya pemerintah Damaskus terus menyerang kamp-kamp Kurdi atas nama penghancuran kaum pemberontak terhadap negara Suriah, melainkan juga kekuatan-kekuatan besar dunia lainnya yang aktif bermain dalam konflik dan perang Suriah. Padahal bangsa Kurdi lah yang berhasil memerangi dan meredam kekuatan ISIS atau NIIS.

Baca Juga  Bagaimana Ilmu Psikologi Memaknai Hari Kemerdekaan?

Ketika Presiden Amerika Serikat Donald Trump menarik pasukannya dari Suriah yang selama ini melindungi Kurdi dari gempuran pasukan pro-Pemerintahan Presiden Bashar Assad dan Turki, maka Suku Kurdi merasakannya sebagai ditusuk dari belakang oleh AS. Kurdi di Suriah adalah sekutu AS dalam perang melawan ISIS. Penarikan pasukan oleh Trump dari Suriah Utara adalah pengkhianatan luar biasa bagi bangsa Kurdi. Hanya dalam hitungan jam begitu tentara AS pergi, tentara Turki segera masuk, merangsek dan menyerang laskar-laskar Kurdi. Begitulah nasib bangsa Kurdi di Suriah.

Bangsa Paling Sengsara

Di Iran nasib bangsa Kurdi yang berdomisili di wilayah pinggiran Iran tidak terdengar sejak lama oleh radar dan telinga dunia internasional. Pemberitaan tentang bangsa Kurdi di Iran tampaknya tertutup oleh isu nuklir yang melibatkan negara-negara kelas satu dunia seperti AS, Perancis, Rusia, Inggris dan Jerman. Juga tertutup oleh isu “embargo dan sanksi Barat” terhadap Iran, atau oleh isu “ekspor revolusi” Iran ke negara-negara tetangganya. Atau mungkin juga suku Kurdi di wilayah Iran sudah berhasil diredam dengan baik oleh pemerintah Iran dan mereka sudah terpuaskan karena mendapatkan perwakilan di parlemen dan kabinet. Entah apa yang terjadi di sana!

Yang pasti, bangsa Kurdi yang dikenal jago berperang, ketika Barat dan Dunia berperang melawan apa yang disebut ISIS atau NIIS di Suriah, laskar-laskar Kurdi-lah dimanfaatkan oleh negara-negara Barat, khususnya AS, untuk menumpas ISIS. Tapi kini setelah ISIS berhasil dipatahkan, AS meninggalkan begitu saja orang-orang Kurdi di Suriah.

Akibatnya, mereka kini dengan leluasa digempur oleh pasukan Suriah dan Turki yang merangsek memasuki wilayah-wilayah yang ditinggalkan oleh tentara-tentara AS tersebut.

Satu aspek yang mengenaskan adalah nasib anak-anak dan perempuan Kurdi. Mereka mungkin menjadi orang-orang yang paling sengsara dan terlunta-lunta di dunia sekarang ini. Tidak seorangpun tokoh di dunia yang mempedulikannya, dan tak sebuah negara pun yang memberikan bantuan kepada mereka. Semua takut dianggap membantu kaum separatis oleh keempat atau kelima negara tersebut di atas.

Tak ada yang bersimpati, tiada pula yang berempati. Beginilah nasib umat Islam dalam tata dunia sekarang ini. Wallahu a’lam.

Editor: Nabhan

Related posts
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…
Perspektif

Mengapa Masih Ada Praktik Beragama yang Intoleran?

3 Mins read
Dalam masyarakat yang religius, kesalihan ritual sering dianggap sebagai indikator utama dari keimanan seseorang. Aktivitas ibadah seperti salat, puasa, dan zikir menjadi…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds