Report

Hilman Latief: Dua Pilar Peradaban Islam Berkemajuan

1 Mins read

IBTimes.ID MALANG – “Ada dua jenis peradaban di dunia ini yang dua-duanya pernah sukses: pertama, hadlarat al-‘aql atau peradaban akal; kedua, hadlarat al-nash atau peradaban teks,” ungkap Ketua Badan Pengurus Lazismu Pusat Hilman Latief dalam acara Kolokium Nasional Interdisipliner Cendekiawan Muda Muhammadiyah di Universitas Muhammadiyah Malang pada Jumat (6/3) siang.

Hilman Latief menjelaskan bahwa peradaban Yunani kuno merupakan representasi dari peradaban akal lantaran diskursus mereka tentang etika di Athena pada waktu itu digambarkan oleh rasio semata. Sementara peradaban Arab-Islam disebut dengan peradaban teks dalam pengertian sebagai peradaban yang menegakkan asas-asas epistemologi dan tradisinya atas suatu sikap yang tidak mungkin mengabaikan peranan teks.

“Kaum muslim saat ini berada dalam himpitan dua model peradaban ini. Karena sama-sama pernah sukses memimpin dunia keilmuan, apakah Muhammadiyah harus total seperti Yunani kuno sebagai hadlarat al-‘aql atau seperti Arab-Islam dengan hadlarat al-nash?,” tanya dosen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ini.

Hilman memahami bahwa bila hanya mengandalkan rasio semata, maka Muhammadiyah akan menjadi gerakan yang profan. Sementara jika hanya terfokus pada teks an sich, maka akan menjadi persyarikatan yang sulit dinamis dengan perkembangan zaman. Ia kemudian menjelaskan bahwa di tengah himpitan dua model peradaban ini, muncul pilihan ketiga sebagai alternatif yaitu hadlarat al-‘ilm atau peradaban ilmu.

“Saya kira konsep berkemajuan tidak jauh dengan pemahaman bahwa berislam itu sama dengan berilmu dan sebaliknya berilmu itu berislam. Muhammadiyah sedang di jalur ini, walau belum maksimal. Apa buktinya? Pembuatan perguruan tinggi merupakan upaya Muhammadiyah mewujudkan hadlaratul al-‘ilm, peradaban dengan pondasi ilmu,” jelas Hilman.

Hilman khawatir istilah berkemajuan oleh para cendekiawan muda Muhammadiyah disalahpahami. Ia menegaskan bahwa konsep berkemajuan bukan pada kemegahan bangunan melainkan pada kekuatan ijtihad atau gagasan. Keberadaan pelayanan sosial yang dibangun Muhammadiyah diawali dengan gagasan yang canggih. Bila tidak diawali dengan gagasan yang kuat, maka mustahil Amal Usaha Muhammadiyah dapat bertahan dan berkembang sampai saat ini.

Baca Juga  Apikan, Loma, Kendel: Tiga Religiusitas Islami untuk Era Disrupsi

“Ijtihad itu harus dilakukan dalam setiap aspek. Pemikir, konseptor, dan lain-lain semuanya diarahkan untuk membangun strategi yang jitu, agar keberlangsungan Amal Usaha Muhammadiyah dapat terus berlanjut. Strategi apa yang bisa melakukan semua ini? Ya hadlaratul ‘ilm. Siapa agen-agen hadlaratul ‘ilm? Ya cendekiawan muda Muhammadiyah,” tutur Hilman. 

Reporter: Ilham Ibrahim

Selengkapnya di sini

1005 posts

About author
IBTimes.ID - Cerdas Berislam. Media Islam Wasathiyah yang mencerahkan
Articles
Related posts
Report

Anak Ideologis itu Amal Jariyah

1 Mins read
IBTimes.ID, Yogyakarta – Pendakwah muda Habib Husein Ja’far Al Hadar menyebut anak ideologis lebih baik daripada anak biologis. Alasannya, karena perjuangan dengan…
Report

Alissa Wahid: Gus Dur Teladan Kesetaraan dan Keadilan

2 Mins read
IBTimes.ID, Yogyakarta – Direktur Jaringan GUSDURian Alissa Wahid memberikan tausiyah pada peringatan Haul Gus Dur ke-15 yang bertempat di Laboratorium Agama UIN…
Report

Alissa Wahid: Empat Faktor Penyebab Meningkatnya Kasus Intoleransi di Indonesia

2 Mins read
IBTimes.ID, Yogyakarta – Direktur Jaringan GUSDURian Alissa Qotrunnada Wahid atau Alissa Wahid menyampaikan bahwa ada empat faktor utama yang menyebabkan tren peningkatan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds