Akhlak

Islam Terpuruk, Tapi Muslim Tidak Boleh Putus Asa!

5 Mins read

Islam tidak hanya sebatas agama. Lebih jauh, Islam menjelma menjadi nilai-nilai kebijaksanaan yang menjadi tuntunan atas segala permasalahan hidup yang dihadapi tidak hanya oleh manusia. Melainkan bagi seluruh makhluk yang hidup di tata surya. Lalu, bagaimana kita menyikapi Islam yang terpuruk?

Islam Menyempurnakan Akhlak

Melalui seorang manusia bernama Muhammad bin Abdullah yang hidup dan besar dengan sikap kejujuran, keadilan, kepedulian kepada kelompok marjinal serta rasa kemanusiaan yang tinggi, Tuhan mempercayakan sebagian ilmu-Nya diwahyukan menjadi kumpulan petunjuk untuk menyelesaikan berbagai konflik sesuai dengan konteks sosial pada zaman ia diturunkan. Namun nilai dan kearifan dari setiap perisitiwa yang dituliskan didalamnya, secara universal masih bisa dijadikan ukuran-ukuran nilai sampai hari ini. 

Muhammad Rasulillah dalam salah satu pernyataannya menegaskan bahwa kehadiran Islam melalui dirinya, tidak untuk membawa ajaran baru sama sekali. Melainkan Islam hadir untuk memperbaiki atau menyempurnakan akhlak atau adab manusia ke arah perubahan yang jauh lebih baik secara holistik.

Artinya, sebelum kehadiran Islam, umat manusia telah diberi petunjuk melalui para nabi dan rasul sebelum Muhammad tentang bagaimana manusia seharusnya berperilaku dalam hubungan sosialnya dengan manusia lainnya.

Tidak ada yang salah dalam ajaran sebelum Islam yang dibawa oleh para rasul Tuhan. Namun, perlu adanya penyempurnaan ajaran seiring dengan beragam dinamika kehidupan yang terus berkembang.

Wajah Islam Hari Ini

Secara kuantitas, muslim di seluruh dunia hari ini jumlahnya dipastikan jauh lebih banyak dibanding pengikut Nabi Muhammad semasa dia hidup. Ada sekitar 1,9 miliar manusia yang diidentifikasi sebagai muslim di seluruh dunia saat ini. Jumlah ini menjadikan Islam sebagai agama dengan jumlah penganut terbanyak kedua setelah Kristen (world population review). Dalam ukuran tertentu, fakta ini seharusnya menjadi sebuah kabar gembira khususnya bagi internal keluarga muslim.

Namun, dengan jumlah sebanyak ini, kita kemudian dihadapkan dengan aspek-aspek faktual kehidupan yang ternyata tidak kongruen dengan jumlah 1,9 miliar muslim yang saat ini hidup. Islam yang sejak awal hadir sebagai kekuatan untuk menyebarkan kedamaian ke seluruh penjuru bumi, hari ini harus berani jujur melihat berbagai pertikaian dan kekerasan yang terjadi antar sesama muslim di internal Islam sendiri.

Saat ini, seorang muslim bila ingin disebut Muslim, harus mampu melalui berbagai tahapan kategorisasi definitif yang bahkan Nabi tak pernah lakukan di masanya.

Baca Juga  Berhati-hatilah dalam Memberi Persepsi

Misalnya, muslim adalah seorang yang mengikrarkan dua kalimat syahadat, dia melaksanakan syariat sesuai dengan tuntunan ahlussunnah wal jamaah, laki-lakinya harus memanjangkan jenggot dan busana perempuannya harus menutup seluruh tubuhnya kecuali wajah—akhir-akhir ini bahkan mata—dan telapak tangannya, dan seterusnya lebih kompleks dan semakin menyempit-identik.

Spirit Awal Islam

Padahal, dalam spirit Islam awal yang dibawa Rasulillah Muhammad, Islam hadir untuk menghancur-leburkan identitas, sektarianisme golongan, dan fanatisme buta. Semua muslim sama di mata Tuhan kecuali akhlaknya.

Bahkan negeri-negeri dengan penduduk muslim mayoritas seperti Afganistan, Irak, Palestina, Syiria, Mesir, Iran, harus tertatih-tatih menciptakan kedamaian di rumahnya sendiri. Warganya sudah terbiasa melihat saudara, bahkan anak dan istrinya, wafat didepan kedua matanya karena sebuah pertikaian yang tak kunjung usai.

Tidak terkecuali di Indonesia, negara yang dengan penuh kebanggaan menyandang gelar kalkulatif dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia hari ini, harus dengan naïf membiarkan praktik korupsi terjadi diberbagai lini pemerintahan, tingkat pusat sampai daerah. Di mana para pejabatnya hampir semua bersumpah dibawah Al-qur’an sebagai kitab yang paling mereka sakralkan.

Itulah gambaran wajah Islam yang sangat kalkulatif. Percaya diri dengan kuantitas yang bisa menjadi pemanis dalam grafik penelitian dan survey media massa, namun lemah dan ringkih secara kualitas dan soliditas jemaahnya

Bisa kita sebutkan bahwa Islam terpuruk. Tercerai-berai kehilangan semangat persaudaraan untuk melawan kebathilan global, namun provokasi perpecahan antar madzhab semakin lantang diteriakkan dijalan-jalan, mimbar, dan media-media massa.

Islam Terpuruk

Al-Islamu mahjubun bil muslimin, sebuah pernyataan seorang Muhammad Abduh yang masih saja menjadi potret yang tepat menggambarkan kondisi muslim dan Islam hari ini. Ada beberapa hal populer yang dilakukan sebagian dan sementara muslim yang kerap menjadi polarisasi keterpurukan Islam khususnya di Indonesia.

Yang pertama adalah sebagian muslim fokus menguatkan simbol diatas akhlak. Hal ini mudah kita saksikan diberbagai kesempatan.

Misalnya yang belum lama terjadi dan masih melekat dalam ingatan, adalah korupsi dana perjalanan haji yang dilakukan oleh pemilik agen perjalanan First Travel. Pemiliknya sering memperlihatkan simbol-simbol keislamannya melalui pakaian dan aksesoris kesalihan dihadapan publik.

Baca Juga  Konsep Akhlak Al-Ghazali: Spiritualitas yang Paling Utama

Siapa sangka, kemasan simbol tersebut bisa memberi mereka triliyunan rupiah dan membawanya pada sebuah gaya hidup mapan dan seakan mencerahkan di mata para calon jamaah haji. Meski akhirnya manuver jual-beli simbol agama mereka terbongkar dan membawa mereka harus ikhlas berkhalwat di penjara.

Yang kedua adalah sebagian muslim terlalu cepat merasa ‘berisi’ dengan ilmu keislamannya meski hanya mereka dapat dari selembar artikel, sepotong ceramah, atau se-folder video debat yang mereka unduh dari situs-situs yang mereka inginkan sesuai selera.

Bahkan, gesekan pendapat dalam sebuah diskusi seringkali berujung pada debat kusir yang kontra-produktif, minus keilmuan, jauh dari kepakaran, namun penuh dengan hujatan nir adab. Sama sekali tidak berasal dari nilai ajaran Islam yang semestinya.

Yang Tidak Sesuai, Dianggap Sesat

Bahkan, kelompok muslim semacam ini tidak melihat siapa yang mereka kritik dan bagaimana pakar kelimuannya. Yang menjadi fokus bagi mereka adalah artikel ini tidak sesuai dengan selera mereka, maka sudah bisa dipastikan sesat dan menyesatkan.

Tengok saja komentar pada beberapa artikel yang diterbitkan oleh IBTimes. Seharusnya sejak awal bahkan sebelum bismillah dilafazkan, seorang muslim yang arif sudah harus sadar bahwa artikel bukanlah sebuah fatwa ulama. Artikel bebas untuk dikritisi habis-habisan sekiranya memberikan sebuah sudut pandang yang tidak disepakati oleh pembaca.

Kritiknya pun akan jauh lebih berimbang ketika sama-sama dituliskan dan terbitkan di portal yang sama. Sehingga pembaca bisa melihat alur dinamika pemikiran kedua penulis yang bersebrangan, namun tetap dengan cara dan adab yang baik sesuai dengan koridor jurnalistik, maupun koridor dakwah Islam yang rahmah.

Ternyata, keterpurukan Islam dari konteks ini saja sudah bisa dilihat secara telanjang bahwa masih ada sekelompok muslim yang malas baca. Bahkan seumur hidupnya mungkin tidak pernah memiliki kartu anggota perpustakaan, atau enggan sama sekali menyisihkan uang bulanannya untuk sekadar mampir membeli buku ke Gramedia.

Namun, tetiba dengan pongah menghardik seorang penulis dengan kata-kata yang tidak beradab hanya karena membaca sebuah judul artikel saja, bukan keseluruhan artikelnya sendiri. Apalagi nilai dan pesan utama yang ingin disampaikan kepada pembacanya.

Masalah yang terakhir disebut di atas, menjadi salah satu pangkal terjunnya khazanah pemikiran Islam terpuruk ke jurang kejumudan yang cukup dalam. Sehingga, muslim yang tidak terdidik secara literasi, akan dengan mudah mengambil peran sebagai bensin untuk membakar seluruh isi rumahnya sendiri. Tanpa perlu dibakar oleh pihak manapun diluar Islam.

Baca Juga  Problematika Perilaku Melampaui Batas Manusia

Muslim Tidak Boleh Putus Asa

Manusia adalah tempatnya khilaf, mungkin kalimat tersebut relevan untuk digunakan sebagai sebuah ungkapan apologetika. Meskipun saya pribadi lebih condong dengan ungkapan bahwa manusia adalah makhluk yang dimuliakan Tuhan karena akal dan hatinya.

Di antara aspek yang membuat Islam semakin terpuruk yang telah disinggung sebelumnya, saya kira kita tidak boleh putus asa untuk bersama-sama mewajahkan kembali Islam autentik, Islam yang penuh welas asih dan rahmah.

Islam yang rahmatan lil ‘alamin bukan hanya rahmatan lil muslimin. Islam yang percaya bahwa muslim hanya diberi akal dan hati untuk sebatas menyampaikan, karena hidayah adalah mutlak pemberian Tuhan. Islam yang kembali bisa hidup dengan logika-logika profan, bukan dengan simplifikasi transenden berupa ‘azab’ atau ‘ujian’ dalam merespon sebuah bencana.

Islam yang kemudian bisa ditampilkan oleh muslim ketika ada banjir, dia bisa maksimal mengedukasi masyarakat untuk tidak membuang sampah sembarangan, alih-alih hanya mengumpulkan donasi untuk memfasilitasi acara doa bersama di jalan dan membuat kemacetan.

Islam yang melahirkan generasi muslim yang kuat aqidah, tidak terus-menerus membanggakan kejayaan masa lalu, namun lari dari realitas hari ini. Muslim yang tidak memasang hijab dengan sains, teknologi dan filsafat, namun mengharmonisasi semuanya sesuai dengan tujuan kemaslahatan yang lebih besar.

Islam yang tidak menerima banyak mualaf, yang setelah berikrar syahadat kemudian dibiarkan menjadi seorang radikal yang menjelek-jelekkan agama yang dia anut sebelumnya dan merusak citra Islam yang damai penuh rahmah.

Islam yang muslimnya tidak sibuk mendeskripsikan Tuhan secara literal dan definitif, namun lupa menginternalisasi adab sosial dengan tetangga dan rekan kerja yang beda agama.

Islam yang benar-benar menjadi rumah bagi orang-orang tertindas. Menjadi cahaya bagi kelompok ateis meski tanpa memaksa mereka bersyahadat, sholat, zakat dan berpuasa. Mampukah muslim hari ini mengembalikan wajah Islam yang damai dan penuh kasih sayang sesuai dengan spirit awal kehadirannya? Silakan anda coba!

Editor: Nabhan

Avatar
2 posts

About author
Direktur Eksekutif Yayasan Visi Nusantara Maju
Articles
Related posts
Akhlak

Mentalitas Orang yang Beriman

3 Mins read
Hampir semua orang ingin menjadi pribadi yang merdeka dan berdaulat. Mereka ingin memegang kendali penuh atas diri, tanpa intervensi dan ketakutan atas…
Akhlak

Solusi Islam untuk Atasi FOPO

2 Mins read
Pernahkan kalian merasa khawatir atau muncul perasaan takut karena kehilangan atau ketinggalan sesuatu yang penting dan menyenangkan yang sedang tren? Jika iya,…
Akhlak

Akhlak dan Adab Kepada Tetangga dalam Islam

3 Mins read
Rasulullah Saw bersabda dalam sebuah hadis berikut ini: مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds