Inspiring

Grebeg Syawal, Simbol Kearifan Yogyakarta

2 Mins read

Menyoal tentang Grebeg Syawal, terlebih dulu kita pahami bagaimana masyarakat Indonesia yang kental akan budaya dalam menyambut idul fitri. Ya hari raya idul fitri menjadi momen yang ditunggu oleh seluruh umat muslim. Berbagai kegiatan dan tradisi unik yang sarat akan nilai filosofi kehidupan dilakukan.

Setiap daerah di Indonesia memiliki kebudayaan dan tradisi masing-masing. Tradisi tersebut biasanya dilakukan oleh masyarakat sebagai bentuk penghormatan terhadap nenek moyangnya. Masyarakat yang berbudaya adalah masyarakat yang menghargai dan menjaga warisan leluhurnya. Salah satunya tradisi yang dilakukan untuk menyambut hari raya idul fitri maupun sepanjang bulan Syawal.

Grebeg Syawal

Masyarakat Yogyakarta selalu memiliki cara tersendiri untuk memperingati setiap hari bersejarah. Salah satunya ketika hari raya Idul Fitri tiba atau yang sering disebut dengan Grebeg Syawal. Di Yogyakarta, lebaran tak hanya dirayakan dengan bersilaturahmi, makan ketupat, maupun THR. Namun juga dirayakan dengan sedekah Sultan Yogyakarta kepada rakyatnya yang disebut sebagai Grebeg Syawal.

Grebeg Syawal dilaksanakan sebagai bentuk peringatan bahwa telah selesainya bulan suci Ramadhan dan datangnya bulan Syawal. Kegiatan ini diselenggarakan oleh Keraton Yogyakarta sejak kepemerintahan Hamengku Buwana I. Grebeg Syawal hampir sama dengan Grebeg Maulud. Sama-sama disimbolkan dalam bentuk gunungan yang tinggi berisi hasil bumi sebagai bentuk sedekah raja untuk rakyat Yogyakarta.

Pada mulanya upacara grebeg dilakukan sebagai media dakwah agama Islam. Upacara ini dikemukakan pertama kali oleh para wali dan disetujui oleh raja Demak. Ini dilakukan karena memang grebeg sendiri sebelumnya sudah beberapa kali dilakukan oleh masyarakat. Bedanya, dalam penyiaran agama Islam mulai disisipkan ajaran-ajaran keislaman. Kemduian ini juga menunjukkan kemusliman Sultan di Yogyakarta.

Pelaksanaan

Grebeg dilakukan dengan cara mengarak gunungan yang isisnya hasil bumi. Mulai dari sayuran, palawija, dan buah-buahan. Kerangkanya berbentuk kerucut dan terbuat dari bambu. Gunungan tersebut akan diperebutkan oleh masyarakat sebagai simbol sedekah raja kepada rakyarnya. Dalam grebeg syawal ini, keratin mengeluarkan gunungan paling besar yang disebut gunungan kakung.

Baca Juga  Tradisi Baru Lebaran: Hampers, Silaturahim Online, dan Aplikasi THR

Gunungan-gunungan ini disusun oleh para abdi dalem dengan menggunakan pakaian dan peci berwarna merah marun dan berkain batik motif tua yakni motif lingkaran putih dengan gambar bunga di tengahnya. Para abdi dalem ini berjalan tanpa menggunakan alas kaki atau yang disebut dengan istilah nyeker.

Sebelum gunungan dilepas atau dibagikan kepada masyarakat terlebih dahulu dibacakan doa-doa kemudian diarak kembali melalui alun-alun. Selanjutnya gunungan ini akan diperebutkan oleh masyarakat sekitar yang menghadiri acara ini. tradisis ini dilakukan secara tutun temurun dalam satu tahun sekali, tepat pada tanggal 1 Syawal.

Tahun ini, Keraton Yogyakarta tidak melaksanakan Hajad Dalem Grebeg Syawal. Keputsan ini diambil sebagai upaya pencegahan terhadap resiko penyebaran Covid-19 akibat adanya kerumunan masa. Meski demikian, tetap perlu untuk kita ketahui makna upacara tradisi ini.

Makna Upacara Grebeg Syawal

Ada beberapa makna filosofis dari upacara tradisi ini, antara lain :

  1. Sebagai bentuk ungkapan rasa syukur terhadap Tuhan

Bersyukur merupakan tanda terima kasih terhadap Tuhan atas limpahan nikmat yang telah diberikan kepada umat manusia. Baik nikmat jasmani maupun rohani. Nikmat tersebut harus dan wajib disyukuri.

Menysukuri nikmat dapat dilakukan dalam berbagai hal. Salah satunya dengan tradisi Grebeg Syawal. Tradisi ini dilakukan sebagai ungkapan syukur atas diberikannya nikmat kelancaran dan kesehatan selama berpuasa di bulan Ramadhan.

  1. Sebagai bentuk kearifan lokal daerah Yogyakarta

Suatu daerah tentunya memiliki kearifan lokal, tentunya dengan kearifan lokal setiap budaya memiliki gagasan-gagasan dan nilai-nilai didalamnya. Sehingga suatu kebudayaan itu memiliki sifat bijaksana dan bernilai baik yang dipercayai oleh suatu masyarakat disuatu daerah yang ditempatinya dan sudah diikuti secara turun-temurun.

  1. Sebagai kepercayaan masyarakat dalam menjalani hidup
Baca Juga  Buya Syafii Maarif: Filosofi Garam vs Gincu

Masyarakat percaya bahwa tradisi ini bukan hanya sebagai media hiburan ketika menyambut kedatangan bulan Syawal. Akan tetapi masyarakat mempercaya bahwa terdapat nilai-nilai kehidupan yang tersirat dalam acara ini. Seperti ketika masyarakat mampu memperoleh salah satu isi dari gunungan maka ia akan memperoleh berkah dalam kehidupannya. Semakin banyak ia memperoleh isi gunungan, maka semakin banyak pula keberkahan dalam hidupnya.

Grebeg Syawal adalah akulturasi dan tradisi yang harus dijaga kelestariannya. Menjadi masyarakat yang berbudaya sangat diperlukan untuk menjaga kelestarian tradisi ini. Jangan sampai warisan budaya luntur dan hilang begitu saja, karena budaya adalah salah satu ciri identitas bangsa yang harus tetap dilestarikan.

Editor : Sri/Nabhan

Avatar
1 posts

About author
Mahasiswa
Articles
Related posts
Inspiring

Imam Al-Laits bin Saad, Ulama Besar Mesir Pencetus Mazhab Laitsy

3 Mins read
Di zaman sekarang, umat Islam Sunni mengenal bahwa ada 4 mazhab besar fiqh, yang dinisbahkan kepada 4 imam besar. Tetapi dalam sejarahnya,…
Inspiring

Ibnu Tumart, Sang Pendiri Al-Muwahhidun

4 Mins read
Wilayah Maghreb merupakan salah satu bagian Dar al-Islam (Dunia Islam) sejak era Kekhalifahan Umayyah. Kebanyakan orang mengenal nama-nama seperti Ibnu Rusyd, Ibnu…
Inspiring

Kenal Dekat dengan Abdul Mu'ti: Begawan Pendidikan Indonesia yang Jadi Menteri Dikdasmen Prabowo

3 Mins read
Abdul Mu’ti merupakan tokoh penting dalam dunia pendidikan dan organisasi Islam di Indonesia. Ia dikenal sebagai Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds