Review

Kitab Al-Awamil Mandaya: Pintu Pertama Memahami Nahwu

4 Mins read

Nusantara dan Manuskrip

Al-‘Awamil Mandaya—-Menurut Wikipedia bahasa Indonesia, suatu naskah manuskrip (bahasa Latin manuscript: manu scriptus ditulis tangan), secara khusus, adalah semua dokumen tertulis yang ditulis tangan. Dibedakan dari dokumen cetakan atau perbanyakannya dengan cara lain.

Sedangkan kata ‘naskah’ diambil dari bahasa Arab nuskhatun yang berarti sebuah potongan kertas. Adapun kaitannya dengan bangsa Indonesia, bahwa pada beberapa abad yang lalu, Indonesia adalah salah satu bangsa yang getol menggencarkan tradisi tulis menulis. Yaitu dalam rangka menuangkan isi hati dan kepala dengan alat-alat seadanya sebagaimana situasi perkembangan alat penunjang pada zaman itu.

Sebagai wujud bentuk pengabadian ilmu dan pengetahuan orang-orang terdahulu, manuskrip-manuskrip Nusantara tercipta seiring dengan berjalannya waktu yang mereka tempuh. Ini ditunjukkan dengan banyaknya temuan-temuan naskah kuno di Nusantara dengan berbagai tema dan bahasa, yang tentunya menarik untuk didekati.

Budaya adihulung seperti “menulis” inilah yang patut kita rawat, kita pelihara, guna merefleksi semangat menulis masyarakat terdahulu dan merevitalisasi keluhuran budaya yang pernah ada. Banyak sekali manuskrip Nusantara yang telah ditemukan oleh para peneliti.

Bahkan, banyak juga manuskrip-manuskrip Nusantara yang sampai saat ini terdapat di luar negeri. Dengan demikian, fakta bahwa kedekatan antara Nusantara dan manuskrip adalah sesuatu yang tidak bisa ditampik. Hal ini adalah sisi faktual yang telah dihidupi sejarah, sesuatu yang tergeletak sedia dalam ruang pencarian bagi siapa yang hendak mencarinya. Namun, terlukai oleh lipatan waktu yang terus membuatnya menjadi tak baru. Oleh sebab itu, penyambutan pada setiap peninggalan-peninggalan masa lalu itu perlu terus dituju.

Ada yang Tidak Asing pada yang Usang

Tidak semua masa lalu untuk dilupakan, tidak semua yang usang sudah tak guna. Seperti halnya manuskrip, walau pun penampilannya cenderung terlihat sudah rusak dan tak layak, tapi kandungannya sering kali mengungkap. Terhadap berbagai nilai, ilmu, dan kesadaran.

Baca Juga  “Quo Vadis Ulil”? (5): False Alarm, Buku Ekologi yang Dijadikan Hero oleh Ulil

Dengan mengandalkan penelusuran digital saya melalui https://lektur.kemenag.go.id/manuskrip/web/koleksi.html dengan pencarian tema “manuskrip kuno Islam di Nusantara”, saya mendapatkan sebuah naskah yang menyalin isi kitab Murod al-Awamil Mandaya.

Ini adalah salinan, salinan yang menjalin. Kandungan tulisan kitab “Murod al-‘Awamil Mandaya”lah yang terjalin, tersusun, terangkai ulang diperbuat tangan penulis naskah ini. Salinan ini hadir sebagai manuskrip.

Manuskrip yang usang adalah sebuah niscaya. Secara fisik, memang demikian. Itu karena waktu telah menemaninya eksis dalam perubahan. Meskipun perubahan-perubahan yang terjadi bukanlah pada isi kandungan tulisannya, tapi perubahan-perubahan pada fisik naskah, dapat mengganggu keutuhan konstruksi tulisan yang tertera.

Oleh sebab itu, penemuan-penemuan dan pemeliaharaan manuskrip kuno berada pada posisi teratas dalam skala prioritas praktik Ilmu Filologi dan Kodikologi. Agar supaya keusangan tidak terus menghegemoni bahan suatu naskah dan utamanya isi kandungan dapat terselamatkan.

Manuskrip juga sebagai konektor antara ilmu-ilmu yang tertulis di masa lalu dan percetakan-percetakan rapi di masa kini. Tanpa ada yang menyalinnya, mungkin kita tidak akan pernah tahu akan ilmu-ilmu dan berita-berita yang pernah hadir di masa lalu. Maka, sampainya informasi-informasi masa lalu di masa sekarang adalah suatu capaian yang sangat berharga.  Dan tentu harus kita syukuri sebagai sesuatu yang telah Tuhan anugerahkan kepada kita semua.

Dengan begitu, usangnya penampilan fisik suatu manuskrip, bukan lagi terasa sebagai ketidakelokkan, tapi justru menjelma sebagai sesuatu yang unik dan menarik.

Kitab al-‘Awamil Mandaya

Sebagai pedoman dasar Ilmu Nahwu, kitab al-‘Awamil Mandaya cukup familiar di kalangan masyarakat dan banyak dikaji oleh mayoritas santri salaf Nusantara. Kitab al-‘Awamil Mandaya adalah kitab karangan seorang ulama besar dari Serang-Banten, yaitu Syekh Nawawi Bin Muhammad Ali Bin Ahmad Bin Abu Bakar. Atau yang lebih masyhur dengan sebutan Syekh Nawawi Mandaya.

Baca Juga  Syariah Paska Kolonial: Refleksi Wael Hallaq

Beliau adalah ulama sufi kharismatik yang berasal dari Serang-Banten, Indonesia. Tercipta sebagai kitab penjelas terhadap maksud-maksud (murod) dari isi (matan) kitab al-Awamil karya ulama terkenal dari Iran, Abdul Qahir al-Jurjani (1009-1078).

Kitab ini menjadi syarat wajib dalam memahami kandungan matan kitab al-Awamil dan otomatis menjadi pegangan para santri pemula yang hendak mendalami salah satu aspek penting dari bahasa Arab yaitu aspek sintaksis atau yang disebut dengan Ilmu Nahwu.

Pintu Pertama

Biasanya, di awal-awal fase belajar Ilmu Nahwu, yang paling pertama diperkenalkan oleh sang guru kepada santri-santrinya adalah kitab ini (Murod al-‘Awamil Mandaya). Hal ini karena kandungannya yang bernas memuat dasar-dasar kuat dalam menunjang kebutuhan-kebutuhan pengetahuan mendasar. Seperti mengetahui jumlah dan pengelompokkan faktor-faktor (‘awamil) pengubah keadaan akhir kata, mengetahui jabatan setiap kata (i’rob), dan memahami maksud (murod) dari keseluruhan isi (matan) yang ada dalam kitab tersebut.

Setelah itu, kita dapat dengan mudah memahami cara menganalisa persoalan-persoalan setiap kata. Dan itu semua cukup menghantarkan pemahaman kita lebih cepat ke pembahasan-pembahasan yang relatif lebih meningkat. Biasanya naik level ke kitab yang lebih komprehensif pembahasannya, seperti al-Jurumiyah, Imriti, Jami’ ad-Durus dan Alfiyah Ibn Malik.

Dengan kehadirannya yang sangat berperan, saya rasa tidak berlebihan jika dikatakan bahwa kitab Murod al-‘Awamil Mandaya ini adalah sebagai pintu pertama untuk membuka pintu-pintu yang lainnya dalam hal memahami karakter Ilmu Nahwu khususnya. Dan membuka pandangan lebih luas dalam khazanah kebahasa-arab-an secara umum.

Karena bagi siapapun, jika urusannya dengan ilmu pengetahuan dan terlebih dengan agama, memahami bahasa Arab adalah suatu hal yang penting. Hanya saja skala kepentingannya berbeda-beda. Ada yang sekadar menganggap penting, lumayan penting, dan sangat penting.

Baca Juga  Muhammadiyah: Mencerahkan Umat dan Bangsa

Jika kita merefleksikan diri kita pada sejarah perjalanan ilmu pengetahuan dunia, maka dengan tegas kita akan mengatakan bahwa bahasa Arab bukan hanya bahasa yang kaya dan indah, tapi juga sebagai bahasa penghantar kemajuan bagi umat dunia. Peran bahasa Arab dalam membangun peradaban, utamanya mencolok di masa Dinasti Bani Umayah dan ‘Abbasiyah. Yang mana pada saat itu, bahasa Arab digunakan seabagai sarana untuk menerjemahkan banyak buku-buku ilmiah Filsafat Yunani.

Isi Kitab Murod al-‘Awamil Mandaya

Kitab Murod al-‘Awamil Mandaya fokus membicarakan al-‘Awamil (Faktor-faktor). Yaitu faktor-faktor yang memengaruhi perubahan keadaan harokat akhir suatu kata dalam bahasa Arab. Kata yang dapat berubah keadaan harokat akhirnya, dalam istilah Ilmu Nahwu disebut mu’rob. Sementara yang sebaliknya, adalah mabniy.

Sebagai penerang awal bagi pemahaman tatanan bahasa Arab dalam aspek sintaksis, kitab ini menyebutkan ada 100 faktor (‘amil) dalam Ilmu Nahwu yang dapat memengaruhi keadaan harokat akhir suatu kata. Yang mana, dari 100 itu, dibagi-bagi lagi ke dalam berbagai kelompok dan jumlah bagian, sebagai berikut:

Editor: Yahya FR

Avatar
1 posts

About author
Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Arab, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Articles
Related posts
Review

Kumandang Dakwah Sang Pembaharu dari Paciran: Kiai Muhammad Ridlwan Syarqawi

3 Mins read
Muhammadiyah dikenal sebagai gerakan pembaharu (tajdid) sekaligus pemurnian akidah Islam. Sejak awal berdirinya di Yogyakarta, Kiai Ahmad Dahlan telah menancapkan pakem kokoh…
Review

Memahami Teks, Menyadari Konteks: Review Buku Interaksi Islam Karya Mun'im Sirry

5 Mins read
Buku ini, Interaksi Islam, karya terbaru Prof. Mun’im Sirry, mengusung tiga tema besar: Pertama, penelusuran aktivitas relasi antaragama di masa awal Islam,…
Review

Belajar Kehidupan dari Dilarang Mencintai Bunga-Bunga Karya Kuntowijoyo

4 Mins read
“Membaca karya Kuntowijoyo ini pembaca akan merasakan bagaimana sensasi imajinasi yang membuat pikiran merasa tidak nyaman.” (Buku Cerpen Dilarang Mencintai Bunga-Bunga, Kuntowijoyo)…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds