Review

Socrates: Manusia Tidak Boleh Takut Akan Kematian!

3 Mins read

Kematian adalah hal yang menakutkan bagi sebagian besar orang. Bahkan, sekadar membahasnya pun orang merasa enggan dan cenderung menghindarinya. Padahal, pembicaraan mengenai kematian sebetulnya sangatlah penting. Setidak-tidaknya, pandangan kita mengenai kematian barangkali bisa berubah dengan mengenalnya lebih dekat. Namun, terdapat juga sebagian orang yang antusias membahas kematian.

Salah seorang tersebut adalah Socrates, seperti yang diabadikan dalam sebuah dialog karya Plato berjudul Phaedo. Dalam Phaedo, atau dalam terjemahan Indonesia diberi judul Matinya Socrates, Socrates berdialog dengan teman-temannya mengenai kematian menjelang eksekusi mati. Diketahui bahwa Socrates dijatuhi hukuman mati atas tuduhan meracuni pikiran generasi muda, dengan cara meminum racun cemara.

Namun, kendati Socrates tahu bahwa dirinya akan mati, ia tak merasa gentar sedikitpun. Bahkan, ia masih sempat melayangkan humor untuk menghibur teman-temannya yang sebentar lagi akan ia tinggalkan. Bersama Phaedo, Apollodorus, Simmias, Cebes dan Crito, Socrates berdialog secara intens mengenai masalah-masalah filosofis, sebelum akhirnya meninggalkan dunia yang fana.

Dialog tentang Bunuh Diri

Pada awal dialog Phaedo atau Matinya Socrates, Socrates menyinggung mengenai persoalan bunuh diri. Menurutnya, manusia itu seperti seorang narapidana yang tidak memiliki hak untuk melarikan diri dan membuka paksa pintu penjara. Oleh karena itu, ia juga berkata bahwa seseorang hendaknya tidak mengakhiri hidupnya sendiri, sebelum Tuhan memanggilnya.

Socrates juga menganalogikan orang yang bunuh diri seperti seekor sapi dan keledai peliharaan. Ia mengatakan bahwa pemilik sapi dan keledai tentunya akan marah, jika binatang peliharaannya tersebut berinisiatif untuk mati sendiri tanpa keinginan pemiliknya. Demikian pula Tuhan akan marah bilamana seseorang mengakhiri hidup tanpa seizin dari-Nya.

Meski analogi tersebut terasa kurang cocok, tetapi kita dapat mengetahui bahwa Socrates pun memandang bunuh diri sebagai hal yang negatif. Hal ini menegaskan bahwa seburuk apapun kehidupan, ia tetap layak untuk dijalani. Dalam ajaran agama, termasuk Islam, bunuh diri termasuk dosa besar dan pelakunya diancam masuk Neraka. Maka, sudah seyogyanya seseorang menghindari tindakan bunuh diri.

Baca Juga  Ketika Agama Jadi Bencana Kemanusiaan

Kematian tidak Perlu Ditakuti

Socrates mengatakan bahwa orang yang memiliki semangat filsafat, mustahil takut akan kematian. Seorang filsuf sejati, menurutnya, tidak boleh takut akan kematian, dan justru seharusnya menyambut tibanya sang maut dengan sukacita. Argumen ini didasarkan pada alasan bahwa seseorang akan menerima kebaikan terbesar di alam lain setelah kematiannya, yang tidak didapatkan di dunia ini.

Lebih lanjut, Socrates menegaskan bahwa seorang filsuf hendaknya tidak terlalu tertarik pada kenikmatan jasmaniyah. Namun, hal ini tidak berarti bahwa seorang filsuf harus menolak segala bentuk kenikmatan jasmaniyah secara total. Socrates hanya menganjurkan bahwa kenikmatan rohani harus menjadi tujuan utama untuk dicapai, alih-alih kenikmatan jasmaniah seperti makan, minum  dan memiliki banyak uang serta perhiasan.

Dalam pandangan Socrates, orang yang takut akan kematian adalah mereka yang terlalu mencintai tubuhnya. Ketakutan orang akan kematian juga menunjukkan bahwa mereka pecinta uang dan kekuasaan, bukan pecinta kebijaksanaan. Socrates berharap bahwa dalam kematian, ia akan bertemu dengan orang-orang yang telah tiada, yang lebih baik daripada orang-orang yang akan ia tinggalkan.

Oleh karena itu, takut akan kematian merupakan hal yang irasional. Sepanjang dialog, Socrates dan teman-temannya terlihat berupaya membuat kematian tampak lebih ceria. Bahkan, Socrates sendiri yang akan menghadapi eksekusi mati tampak seperti orang yang akan hidup 1000 tahun lagi. Perkataannya dibuktikan dengan ketenangannya menghadapi hal yang ditakuti sebagian besar manusia.

Dialog tentang Keabadian Jiwa

Hal menarik yang tak luput dari dialog ini, adalah kemungkinan bahwa jiwa tidak akan hancur bersama tubuh saat kematian tiba. Pandangan ini menjadi doktrin dalam agama-agama seperti Islam dan Kristen, ketika jiwa orang yang telah mati tetap abadi di Akhirat. Namun, dalam dialog Socrates dan teman-temannya, keabadian jiwa masih bersifat hipotesis.

Baca Juga  Cara Membangkitkan Kembali Umat Islam di Indonesia

Socrates dan peserta dialog lainnya sepakat bahwa jiwa manusia telah eksis, bahkan sebelum tubuhnya diciptakan dan dilahirkan. Namun, mereka kurang mampu untuk membuktikan apakah jiwa itu abadi atau tidak. Pada akhirnya, dialog pun terasa menggantung dan tidak mencapai kesimpulan yang memuaskan.

Meski demikian, Matinya Socrates adalah karya klasik yang wajib dibaca oleh siapapun yang tertarik pada dunia filsafat. Socrates, di saat-saat terakhirnya telah memberikan banyak pelajaran berharga tentang kehidupan dan kematian. Kematian sebagaimana kehidupan, harus diterima tanpa rasa takut. Pada dasarnya, hidup adalah belajar untuk berani menghadapi kematian.

Judul Buku: Matinya Socrates

Penulis: Plato

Penerbit: Narasi × Pustaka Promethea

Tahun Terbit: 2020

Tebal: vi + 110 halaman

ISBN: 978-623-7586-35-7

Editor: Ahmad

Indra Nanda Awalludin
7 posts

About author
Penulis lepas dan peminat kajian sejarah dan filsafat
Articles
Related posts
Review

Madzahibut Tafsir: Meneliti Madzhab Tafsir dari Klasik hingga Kontemporer

4 Mins read
Prof. Abdul Mustaqim menulis buku berjudul “Madzahibut Tafsir, Peta Metodologi Penafsiran Al-Qur’an Periode Klasik Hingga Modern”. Buku ini terbit cetakan pertama pada…
Review

Debat Bergengsi Epikureanisme vs Stoikisme Tentang Tuhan

3 Mins read
Wacana mengenai ketuhanan bukanlah persoalan yang baru muncul pada zaman kontemporer ini. Jauh sebelum Islam dan Kristen lahir di dunia ini, manusia…
Review

Pasang Surut Politik Islam dalam Gelanggang Sejarah Bangsa Indonesia

5 Mins read
Islam sebagai sumber moralitas dan idealitas tidak mungkin dipisahkan dari wawasan kekuasaan. Kekuasaan tanpa didasari moralitas hanya akan melahirkan banalitas sebagaimana yang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *