Review

Membongkar Misteri Tidurnya Gus Dur

3 Mins read

Sebagaimana tercantum dalam judul, Gus Dur dalam Obrolan Gus Mus, menggambarkan bahwa buku ini berisi obrolan antara penulis, KH. Husein Muhammad (ulama, budayawan, sekaligus Komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan) dan KH. Ahmad Mustofa Bisri atau Gus Mus (pimpinan Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin Rembang dan Ketua Mustasyar PBNU periode 2022-2027) dengan topik utama bernama Gus Dur.

Percakapan sederhana dan tak terencana antara kedua kiai berkarisma ini berjalan ngalor-ngidul, namun tetap tak melenceng dari topik utama. Bermula dari obrolan-obrolan tersebut, Kiai Husein kemudian dapat ilham untuk menuliskannya sebagai buku, lengkap dengan syarah dari tiap-tiap insight.

Karena kedekatan beliau berdua dengan Gus Dur, gembaran Gus Dur yang muncul dalam percakapan pun terasa riil sebagai sosok. Bukan Gus Dur sang intelektual saja, bukan Gus Dur sang pemimpin saja, bukan Gus Dur sang politisi saja, bukan Gus Dur sang kiai saja, tetapi lebih dari itu adalah Gus Dur sang manusia dengan segala atribut yang melekat pada sosoknya.

Misteri Tidurnya Gus Dur

Salah satu yang menjadi bahasan dalam percakapan dua figur unik dari kalangan pesantren ini adalah mengenai misteri tidurnya Gus Dur. Soal ini amat sering dibicarakan dan ditulis oleh banyak orang. Umumnya, mereka bertanya-tanya tentang misteri ini. Gus Dur sering tidur dan mudah terlelap di mana saja, di kendaraan atau baru duduk di kursi tamu undangan pada suatu hajatan, pada acara-acara yang memerlukan pikiran serius, bahkan pada saat menghadiri sidang paripurna DPR atau di hadapan banyak orang penting.

Gus Mus bercerita, “Emil Salim pernah memendam jengkel terhadap Gus Dur karena soal ini. Jalaluddin Rahmat, muslim cendekia terkemuka itu, juga pernah anti Gus Dur karena hal yang sama. Gus Dur dianggap tidak sopan. Bagaimana tidak? Wong salah seorang pemimpin negara Islam Iran mau bicara dan berdialog, Gus Dur justru tidur, ngorok lagi. Begitu Kang Jalal mengeluh. Kejengkelan Kang Jalal tentu mudah dipahami. Pemimpin Iran itu idolanya.”

Baca Juga  Gus Mus: Cinta Harus Kenal!

Gus Mus meneruskan ceritanya bahwa hal menakjubkan terjadi ketika pidato petinggi Iran itu selesai, Gus Dur bangun, justru beliau angkat tangan terlebih dulu meminta berbicara untuk merespons. Tanggapan Gus Dur memperlihatkan bahwa ia sangat memahami isi pidato pemimpin Iran itu, mengetahui apa yang positif dan apa yang perlu dikritik. Kang Jalal terpesona. Mungkin ia spontan teriak, kalau dalam gaya bicara anak muda, “Wah, gila banget Gus Dur ini.” Sesudah pengalaman itu, orang yang tidak disukainya itu berubah menjadi sahabatnya. Bahkan, Kang Jalal mengagumi, menghormati dan mencintainya (hlm. 38).

Selain Emil Salim dan Jalaluddin Rahmat yang mengetahui soal tingkah aneh Gus Dur tersebut, terdapat pula tokoh terkemuka yang mengetahui keunikan cucu pendiri jamiyah Nahdhatul Ulama ini. Salah seorang mereka adalah Mohammad Sobari (budayawan), Effendi Ghazali (pakar komunikasi UI), Fachri Ali (pengamat politik), Muslim Abdurrahman (intelektual muslim), dan masih banyak lagi yang lain.

Bahkan rakyat Indonesia turut menyaksikan sewaktu Gus Dur menjabat sebagai presiden, ia tidur pada saat sidang pleno di DPR. Di atas kursi, kepala Gus Dur terlihat miring menandakan jelas ia tertidur. Sementara para wakil rakyat terus bicara silih berganti. Namun, ketika tiba giliran presiden harus menjawab, Gus Dur bangun lalu menjawab dengan tangkas dan cerdas.

Dalam buku ini, misteri tidurnya Gus Dur disingkap oleh sahabatnya, Gus Mus. Ia bertutur, tak ada yang aneh jika Gus Dur bisa seperti itu. Tak ada yang tak masuk akal. Gus Dur punya siasat dan bisa dipahami.

“Manakala menerima undangan untuk diskusi, seminar, simposium, dialog, atau konferensi dan sejenisnya, Gus Dur lebih dulu mencari tahu siapa saja pembicaranya. Lalu, mempelajari pikiran-pikirannya, perspektifnya, dan gagasan-gagasan yang pernah disampaikannya, baik dalam karya-karya tulisnya maupun dalam ceramah-ceramahnya. Nah, dari membaca semua itu, Gus Dur menangkap apa yang akan dibicarakan dan disampaikan para pembicara atau narasumber itu kelak,” ujar Gus Mus (hlm. 39).

Baca Juga  Ketika Tindakan Terorisme Mengatasnamakan Tuhan dan Kemanusiaan

Pembahasan ini juga memantik respons dari putri Gus Dur, Alissa Wahid, dalam pengantar buku ini ia mengutip pemaparan seorang pakar Neuro Linguistic Programming di Indonesia yang menyatakan bahwa misteri tidur Gus Dur ini dapat dijelaskan secara ilmiah.

Segelintir orang memiliki kemampuan untuk tidur pada level delta dan gama dengan mudah. Pada level deep sleep (gelombang otak delta), otak justru menyerap rangsangan sekitar dan membawanya langsung ke alam sadar. Sedangkan pada level gama, terjadi pemrosesan informasi tingkat tinggi, mengakibatkan ledakan kesadaran.

Jadi, kendatipun tampak luarnya sedang tertidur, sesungguhnya otak dan alam bawah sadar Gus Dur justru menyerap segala stimulasi sensoris yang sedang berlangsung. Ini sebuah keistimewaan bagi Gus Dur, sebab memang tidak banyak orang yang sampai pada tingkat kemampuan ini.

Daftar Buku

Judul Buku       : Gus Dur dalam Obrolan Gus Mus

Penulis             : KH. Husein Muhammad

Penerbit           : Noura Books

Cetakan            : I Oktober 2015

Tebal                 : 179 halaman

ISBN                  : 978-602-385-009-9

Editor: Soleh

Fathorrozi
5 posts

About author
Pendidik di Pondok Pesantren Nurul Qarnain Jember
Articles
Related posts
Review

Madzahibut Tafsir: Meneliti Madzhab Tafsir dari Klasik hingga Kontemporer

4 Mins read
Prof. Abdul Mustaqim menulis buku berjudul “Madzahibut Tafsir, Peta Metodologi Penafsiran Al-Qur’an Periode Klasik Hingga Modern”. Buku ini terbit cetakan pertama pada…
Review

Debat Bergengsi Epikureanisme vs Stoikisme Tentang Tuhan

3 Mins read
Wacana mengenai ketuhanan bukanlah persoalan yang baru muncul pada zaman kontemporer ini. Jauh sebelum Islam dan Kristen lahir di dunia ini, manusia…
Review

Pasang Surut Politik Islam dalam Gelanggang Sejarah Bangsa Indonesia

5 Mins read
Islam sebagai sumber moralitas dan idealitas tidak mungkin dipisahkan dari wawasan kekuasaan. Kekuasaan tanpa didasari moralitas hanya akan melahirkan banalitas sebagaimana yang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *