Perspektif

Melihat Bumi Pra, Pas, dan Pasca Pandemi

3 Mins read

Masa pandemi sekarang ini membawa kita untuk merefleksikan sikap yang sudah kita lakukan terhadap bumi selama ini. Mulai dari hal yang kecil hingga yang besar. Mulai dari buang sampah sembarangan, hingga eksploitasi besar-besaran Sumber Daya Alam bumi ini.

Manusia, sebagai seorang khalifah, seharusnya mampu memberikan hal yang terbaik untuk bumi ini. Karena segala hal yang ada di bumi menjadi investasi dan manifestasi bagi anak cucu kita di masa yang akan datang. Tidak bisa kita bayangkan, akibat perilaku bodoh kita saat ini, bumi dan segala isinya mengalami penurunan fungsi dan tugasnya masing-masing.

Mengenang Bumi Pra-Pandemi

Keadaan bumi sebelum pandemi sudah sangat parah. Kebakaran hutan, polusi udara, rusaknya biota laut, perburuan liar, dan lain sebagainya. Problematika tersebut adalah hasil perilaku manusia yang menjadi representasi atau perwakilan Allah. Dalam mengelola apa yang ada di muka bumi ini.

Namun, amanah yang Allah berikan kepada manusia, ternyata tidak mampu menjadikan manusia memaksimalkan amanah tersebut. Untuk kemaslahatan segala makhluk yang ada di muka bumi. Malah manusia berbuat seenaknya demi memenuhi kepuasan perutnya sendiri. Bisa dikatakan, bumi pra pandemi dipenuhi dengan nafsu manusia yang tak ada habisnya.

Manusia sebagai makhluk berakal yang sudah sekian lama mendiami bumi ini; masih saja mengedepankan nafsunya untuk kepentingan dirinya pribadi, bahkan kelompoknya. Eksploitasi besar-besaran menjadi salah satu contoh bagaimana nafsu manusia mampu melupakan segala aspek kepeduliannya terhadap bumi.

Berbicara eksploitasi merupakan sikap manusia yang berskala makro. Ada sikap berskala mikro yang dilakukan oleh manusia per-individu, yakni sikap tidak peduli pada alam dan gaya hidup yang tinggi.

Sikap untuk membuang sampah pada tempatnya masih menjadi persoalan bagi diri kita masing-masing. Ditambah dengan kehidupan konsumtif yang tinggi, menjadi hal yang berbahaya pula bagi kelangsungan kehidupan di bumi.

Baca Juga  FPI Dibubarkan, Tapi Spiritnya Akan Selalu Ada

Semua sikap skala makro dan mikro tersebut bermuara pada nafsu dalam diri kita masing-masing. Hal ini yang menjadi perhatian bagi kita sudah sejauh mana kita peduli terhadap bumi ini. Bumi tidak bisa berkomentar dan bereaksi secara langsung atas segala sikap bodoh kita. Andai bumi memiliki dua hal tersebut, dapat di pastikan manusia tidak akan berdaya.

Relaksasi Alam Pas-Pandemi

Saya meyakini, segala apa yang Allah ciptakan memiliki perlawanan atas tindakan makhluk lain terhadap dirinya. Perlawanan itu bisa saja muncul secara langsung tanpa kita sadari sebelumnya.

Kita ambil contoh seekor kerbau ketika dia sedang asyik makan, kemudian diganggu oleh manusia. Sewaktu-waktu bisa saja dia marah dan menyerang manusia secara tiba-tiba. Contoh tersebut berlaku pula pada tempat yang kita tinggali ini, yakni bumi.

Namun bumi memiliki cara lain untuk melawan segala keangkuhan manusia. Menggunakan mikroorganisme, yakni virus, dan saat ini kita sedang merasakan virus Covid-19. Dengan kondisi tersebut, manusia harus mengurangi segala aktivitasnya di luar rumah. Akibatnya, polusi udara perlahan-lahan berkurang di beberapa belahan dunia, tak terkecuali di negeri kita ini.

Lewat makhluk kecil tak kasat mata ini, bumi bisa berelaksasi sejenak, memulihkan segala Sumber Dayanya. Kita sama-sama tahu, bahwasannya bumi kita ini sudah banyak menderita dan terus menerus disiksa. Akibat sikap manusia yang sudah melebihi batas.

Maka tak salah pandemi ini muncul, kemudian muncul pula masalah baru pada penghuni bumi ini, yakni manusia. Salah satunya kehidupan perekonomian tiap negara tidak bisa berjalan maksimal. Banyak perusahaan yang gulung tikar kemudian banyak pekerja yang di-PHK.

Dampak ini terjadi akibat dari sikap atau perilaku bodoh kita terhadap bumi yang kita tinggali ini. Hikmah bagi kita semua, bahwasanya bumi mampu melawan sikap bodoh manusia yang dilakukan terhadapnya. Namun kita tak pernah tahu kapan munculnya, kapan berakhirnya, dan bagaimana bentuk dari perlawanan tersebut.

Baca Juga  Perlukah Kita Belajar Ilmu Parenting?

Menjaga Bumi Pasca-Pandemi

Di tengah melonjaknya kasus Covid-19, yang sampai saat ini belum mengalami penurunan; dan belum ditemukannya vaksin yang dapat mengobati virus ini. Kita tak perlu khawatir, karena kekhawatiran sesungguhnya bukan kapan pandemi ini cepat berakhir, tapi bagaimana keadaan bumi pasca pandemi ini.

Apakah akan kembali terulang segala sikap kita, yang sudah penulis paparkan di paragraf sebelumnya. Menjadi hal yang patut kita renungi, dan refleksikan bersama, agar bumi dan segala isinya bisa hidup berdampingan secara damai.

Perilaku kita selama pandemi yang membuat bumi ini kembali sehat, pasca pandemi harus kita masifkan. Sebagai satu contoh, yakni bersepeda, yang sudah menjadi tren di era pandemi ini. Dengan bersepeda, kita dapat membuat kualitas udara bumi sehat. Dan perilaku ini harus kita jadikan habit baru setelah pandemi ini berakhir. Tentunya dimulai dari diri kita terlebih dahulu.

Bersepeda di era pandemi ini hanya sebuah tren, dan ketika kita berbicara tren, cepat atau lambat akan hilang. Yuk, sama-sama jangan menjadi manusia yang hanya mengikuti tren. Yang ketika tren tersebut sudah hilang, kita tidak ingin melakukannya kembali.

Tren bukan soal bagi manusia yang selalu menggunakan akalnya secara maksimal. Namun menjadi persoalan, ketika manusia sebagai makhluk yang berakal, tidak memikirkan dan mengaplikasikan hal-hal yang bermanfaat bagi lingkungan sekitar. Terutama untuk bumi kita tercinta ini.

Editor: Zahra

Avatar
1 posts

About author
Aktivis IPM Kota Serang
Articles
Related posts
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…
Perspektif

Mengapa Masih Ada Praktik Beragama yang Intoleran?

3 Mins read
Dalam masyarakat yang religius, kesalihan ritual sering dianggap sebagai indikator utama dari keimanan seseorang. Aktivitas ibadah seperti salat, puasa, dan zikir menjadi…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds