Perspektif

Tipe-Tipe Guru Saat Pembelajaran Jarak Jauh Digelar

3 Mins read

Pelajaran Jarak Jauh (PJJ) di tahun ajaran baru dimulai. Emak-emak mulai pasang kuda-kuda, taring, bahkan tanduk untuk menghadapi segala drama yang akan terjadi. Salah satu drama baru yang dihadapi emak-emak, mungkin juga sebagian bapak-bapak, yaitu macam-macam metode pembelajaran yang digunakan guru lewat daring. Beberapa model pembelajaran cukup membantu, sedangkan beberapa model lainnya terlihat tidak kekinian. Jangankan siswa, orang tua pun mengantuk dibuatnya!

Sekolah anak saya sudah memulai Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) sejak beberapa pekan lalu. Selama PJJ berjalan, saya merasakan ada beberapa hal yang berbeda dalam proses KBM daring di awal tahun ajaran baru ini. Hal yang paling terasa berbeda adalah metode pembelajaran yang digunakan para guru di sekolah anak saya maupun di sekolah anak kawan-kawan saya. 

Ceramah “Online”

Sesuai pengertiannya, metode pembelajaran merupakan cara atau langkah yang digunakan untuk memberikan pemahaman kepada siswa tentang materi tertentu. Penggunaan metode pembelajaran tertentu memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap kemampuan siswa dalam memahami hingga menguasai materi yang disampaikan.

Pengaruh metode pembelajaran ini sangat terasa, paling tidak di zaman saya dulu. Pemandangan para siswa yang tertidur di kelas bukan hal asing. Dulu di zaman saya bersekolah, para guru lebih sering menggunakan metode pembelajaran satu arah yang disebut metode ceramah. Metode ini memang cocok disebut sebagai metode ceramah karena proses transfer ilmu persis seperti seorang dai tengah ceramah di atas mimbar.

Dengan metode ini, siswa tidak memiliki peran apa-apa selain mendengarkan guru berceloteh. Kadang celotehannya terstruktur, lebih sering celotehannya tidak tentu arah. Tidak heran banyak siswa melamun bahkan tertidur saat guru berceramah di depan kelas. Ketika ditanya, siswa pun gelagapan tidak bisa menjawab. Padahal bukan karena siswa itu bodoh, tapi karena proses transfer ilmu tidak berhasil.

Baca Juga  Mengapa Ada Pelarangan Cadar?

Lalu setelah sekian purnama berlalu, setelah Mas Rangga kembali ke pelukan Cinta, apakah metode pembelajaran dengan gaya berceramah ini ditinggalkan? Ternyata tidak!

Di era pandemi seperti saat ini yang keseluruhan proses KBM berlangsung secara daring, ternyata masih saja ada guru yang menggunakan metode ceramah ini ketika menyampaikan materi. Dengan metode ini, guru hanya merekam dirinya saat menyampaikan materi di depan kelas sambil memegang buku teks.

Pada level yang lebih tinggi, latar ruangan tempat merekam diganti dengan background yang tersedia secara daring. Alih-alih bikin siswa bersemangat memelototi monitor, background yang dipakai kadang bikin siswa hilang fokus! Belum lagi kadang suara guru tidak terdengar jelas sehingga siswa kebingungan mengikuti ceramah online yang disampaikan.

Menghadapi situasi seperti itu, anak zaman now punya jalan keluar yang sangat mudah. Kalau dulu di era emak-bapaknya, para siswa harus cari posisi yang aman terlindungi untuk bisa tidur saat guru berceramah, anak zaman now cukup memencet tombol off pada kamera dan recorder! Hasilnya, guru tidak tahu kalau siswa kebosanan dan siswa juga tidak perlu tersiksa mendengarkan ceramah yang membosankan.

Guru “Content Creator of The Year”

Di kutub yang berbeda, terlihat jelas sekali guru-guru yang berusaha keras mengikuti perkembangan zaman. Meski tertatih-tatih mereka berusaha mempelajari berbagai aplikasi teknologi informasi terkini  agar dapat menyajikan materi yang dapat mencuri perhatian siswa.

Ya, paling tidak dapat mencuri perhatian siswa dulu, urusan apakah siswa mengerti atau tidak itu urusan selanjutnya. Persis seperti content creator di youtube yang judul video-nya sungguh click bait dan editingnya kelas wahid meski isi videonya hoaks atau tidak itu urusan belakangan.

Baca Juga  Ini Jalan Jihadku, Mana Jalan Jihadmu?

Guru-guru tipe seperti ini menghadirkan materi dengan melibatkan banyak penggunaan aplikasi. Mulai dari yang sederhana seperti power pointmovie maker, sampai aplikasi screen recorder. Bahkan beberapa guru berusaha mati-matian menambahkan efek pada gambar maupun menambahkan rekaman suara yang menyertai penjelasan materi. Alhasil, siswa-siswa terutama yang masih duduk di bangku sekolah dasar menjadi begitu terpana. Jangankan tertidur, siswa justru jadi tidak bisa melepaskan pandangannya dari monitor!

Guru “Debt Collector”

Tipe guru yang satu ini sangat dihindari oleh para orang tua. Ya, persis seperti debt collector yang tugasnya menagih hutang yang menunggak, guru tipe ini juga kehadirannya hanya ada saat menagih tugas yang belum dikumpulkan.

Guru tipe ini tidak hadir saat memberikan materi kepada siswa. Mereka hanya melayangkan semacam surat pemberitahuan ke nomor handphone siswa atau orang tua siswa berupa daftar tugas-tugas yang harus dikerjakan. Paling-paling mereka hanya membubuhi keterangan bahwa materi tersebut ada di buku teks halaman sekian sampai sekian lalu memberikan sederet tugas.

Kalau hanya memberi tugas dianggap tidak cukup mencekik, guru tipe ini menambah teror dengan memberi batas waktu pengumpulan.

“Tugas paling lama dikumpulkan siang ini jam 12.00 ya, Mom!”

Demi memenuhi tenggat waktu yang diberikan, emak-emak harus meninggalkan tugas rutin lainnya. Cucian besok saja dijemurnya, makan siang anak-anak beli saja di aplikasi pesan antar makanan, bapaknya pulang kerja nanti bikinin telor ceplok saja beres!

***

Selama PJJ berlangsung kritik memang lebih banyak dilayangkan kepada pihak sekolah dan khususnya kepada guru. Tidak heran, sebab sebagian besar orang tua seakan mendelegasikan penuh peran mendidik anak-anaknya kepada pihak sekolah. 

Padahal, PJJ ini juga sejatinya menjadi momen reflektif bagi orang tua. Di tengah berbagai kesibukkan, orang tua dipaksa berkaca. Selama ini sudahkah orang tua hadir, tidak hanya secara fisik, melainkan mampu membersamai dan memberi perhatian pada anak saat mereka butuh pendampingan untuk mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh sekolah. Jangan sampai orang tua hanya menyerahkan sepenuhnya pendidikan anak kepada sekolah yang di masa pandemi ini juga tengah kebingungan mencari metode pengajaran yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan siswa. 

Baca Juga  Tahun Baru Hijriyah: Sejarah, Tradisi, dan Hikmahnya

Sinergi  antara pihak sekolah, keluarga, dan masyarakat memang penting untuk terus dijalankan. Sukses atau tidaknya anak di masa depan nanti memang perlu pengorbanan dari banyak pihak. Sebab, It takes a Village to Raise a Child. 

Editor: Wulan

Avatar
2 posts

About author
Mantan jurnalis yang ingin tetap eksis lewat tulisan yang inspiratif.
Articles
Related posts
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…
Perspektif

Mengapa Masih Ada Praktik Beragama yang Intoleran?

3 Mins read
Dalam masyarakat yang religius, kesalihan ritual sering dianggap sebagai indikator utama dari keimanan seseorang. Aktivitas ibadah seperti salat, puasa, dan zikir menjadi…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds