Report

Verena Meyer: Filsafat Sejarah Muhammadiyah – ‘Aisyiyah

2 Mins read

IBTimes.ID – ‘Aisyiyah adalah organisasi yang berkomitmen pada kemajuan dan modernitas sekaligus memiliki tradisi sejarah yang panjang, lebih dari 100 tahun. Hingga beberapa dekade lalu Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah disebut dengan gerakan modernis. Namun, pada diskursus internal, istilah modernis semakin diganti dengan berkemajuan.

Islam Berkemajuan resmi disahkan di Muktamar 2015 sebagai moto resmi. Berkemajuan bukan istilah baru, namun istilah yang ada sejak zaman Kiai Dahlan. Hanya saja kurang banyak diketahui. Hal ini disampaikan oleh Verena Meyer, seorang antropolog Jerman yang banyak melakukan penelitian tentang Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah, di forum International Conference on ‘Aisyiyah Studies 2020. Sesi ketiga dari kegiatan yang diselenggarakan secara daring ini dilaksanakan pada Sabtu (17/10).

Ia menyebut bahwa Habermas mengkritik pemahaman tertentu tentang modernitas. Habermas menulis bahwa modernitas tidak dipandang sebagai kelanjutan dari tradisi sejarah. Sebaliknya, modernitas fokus pada masa kini dan masa depan. Namun karena masa kini dan masa depan terus berubah, maka komitmen ini harus diperbaharui secara simultan dengan cara memutus masa lalu.

Menurut Meyer, pemikiran Habermas sangat selaras dengan apa yang dilakukan oleh Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah. Tetapi yang cukup unik adalah dorongan untuk menjaga dialektika antara kontinuitas dan perubahan ini sudah diingat sebagai sesuatu yang intrinsik di momen awal berdirinya Muhammadiyah dan’Aisyiyah.

“Ahmad Dahlan dan Siti Walidah memahami gerakan yang mereka dirikan sebagai sesuatu yang diharapkan tetap berdiri di masa depan. Tetapi tidak berarti bahwa semuanya akan selalu sama,” ujarnya.

Ahmad Dahlan pernah berkata:

“Muhammadiyah yang sekarang ini lain dengan Muhammadiyah yang akan datang.”

Meyer menjelaskan bahwa dari kutipan ini dapat dilihat bagaimana Kiai Dahlan memahami pemisahan antara hal-hal yang akan bertahan dan hal-hal yang akan berubah, yang isidental dan esensial. Para aktivis ‘Aisyiyah pertama juga memiliki sikap yang sama dengan Kiai Dahlan.

Baca Juga  Integrasi Interkoneksi untuk Mengatasi Pandemi

Menurut Meyer, proses membedakan antara yang esensial dan isidental sering tidak mudah. Dalam kerangka teori Habermas, hal ini dicapai dengan proses komunikasi. Harus ada proses verifikasi melalui argumentasi dan diskusi. Melibatkan semua pihak dan semua pihak memiliki hak berpendapat.

“Satu hal yang menjadi bagian intrinsik dalam tubuh Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah adalah diskusi. Anggota Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah sangat sering diskusi. Saat saya melakukan penelitian di Jogja, saya sering heran karena banyaknya seminar dan diskusi,” jelasnya.

Di satu sisi, Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah menjadi gerakan modern seperti yang disebut Habermas. Namun ada satu perbedaan yang disampaikan oleh Meyer. Meyer menyebut ada perbedaan antara Habermas dengan Buya Syafii.

Pada tahun 1997, Buya memberikan makalah tentang keterkaitan antara sejarah, filsafat, dan agama. Dalam makalah ini ia memberikan penjelasan tentang relevansi sejarah yang beresonansi dengan Habermas. Ia membedakan antara sisi luar dan sisi dalam sejarah. Sisi dalam berarti mirip dengan filsafat dan dapat memandu tindakan moral dan politik.

“Syafii Maarif mengatakan bahwa sejarah memperoleh makna hanya jika memiliki keamanan ontologis. Keamanan ontologis adalah agama. Agama pada tingkatnya yang murni dan agung menawarkan keamanan ontologis dan sebuah fondasi spiritual yang kokoh kepada sejarah dan filsafat,” tutupnya.

Reporter: Yusuf

Avatar
1344 posts

About author
IBTimes.ID - Rujukan Muslim Modern. Media Islam yang membawa risalah pencerahan untuk masyarakat modern.
Articles
Related posts
Report

Savic Ali: Muhammadiyah Lebih Menderita karena Salafi Ketimbang NU

2 Mins read
IBTimes.ID – Memasuki era reformasi, Indonesia mengalami perubahan yang signifikan. Lahirnya ruang keterbukaan yang melebar dan lapangan yang terbuka luas, nampaknya menjadi…
Report

Haedar Nashir: dari Sosiolog Menjadi Begawan Moderasi

2 Mins read
IBTimes.ID – Perjalanannya sebagai seorang mahasiswa S2 dan S3 Sosiologi Universitas Gadjah Mada hingga beliau menulis pidato Guru Besar Sosiologi di Universitas…
Report

Siti Ruhaini Dzuhayatin: Haedar Nashir adalah Sosok yang Moderat

1 Mins read
IBTimes.ID – Siti Ruhaini Dzuhayatin Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta menyebut, bahwa Haedar Nashir adalah sosok yang moderat. Hal itu terlihat…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *