Allah–Konsepsi tentang wujud Tuhan memang menjadi misteri besar bagi manusia. Misteri ini terus digali, diteliti, dan diperdebatkan hingga sekarang. Bahkan, kemungkinan hingga akhir zaman. Sungguhpun peradaban manusia telah sedemikian maju dan telah berhasil melahirkan bermacam disiplin ilmu berikut teknologi yang begitu canggih, Dzat Tuhan tetap tak terjangkau oleh manusia. Di abad 21 sekarang ini, penelitian tentang asal-usul kehidupan makin jamak dilakukan. Terutama oleh negara-negara maju sekular. Ada yang mengklaim diri sudah menemukan partikel Tuhan. Benarkah?
Sejauh ini, manusia telah berhasil mengembangkan tiga disiplin ilmu yang memperbincangkan eksistensi Tuhan, yaitu filsafat, teologi, dan mistisisme. Ketiga disiplin ilmu ini memiliki pendekatan dan titik berangkat yang berbeda. Alat-alat yang digunakan pun berbeda. Namun, muara ketiganya sama, yaitu Sang Kebenaran Mutlak atau Tuhan.
Mengenal Tuhan Melalui Filsafat
Filsafat berupaya mendekati Tuhan melalui jalur rasional. Metode yang ditempuh bermacam-macam, tapi yang jelas semuanya berupaya mengoptimalkan penalaran akal. Para filsuf berpandangan bahwa akal manusia merupakan alat yang canggih yang dengannya manusia mampu menemukan kebenaran. Pada perkembangannya, umat Islam juga melahirkan disiplin filsafat mereka sendiri, yang kemudian disebut Filsafat Islam.
Melalui akal pula, manusia dapat menjawab berbagai pertanyaan mendasar tentang kehidupan. Misalnya, dari mana kehidupan ini bermula? Mengapa manusia hidup? Siapa sebenarnya manusia? Untuk apa manusia ada? Apakah Tuhan itu ada? dan seterusnya. Dalam menalar, mereka berupaya seradikal mungkin dengan cara membebaskan pikiran dari belenggu-belenggu yang dianggap akan mengganggu proses penalaran. Misalnya belenggu doktrin ideologi dan agama.
Mengenal Tuhan Melalui Jalur Teologi
Adapun teologi merupakan disiplin ilmu yang memiliki kemiripan dengan filsafat. Ia juga mendekati Tuhan dengan jalan penalaran. Hanya saja, titik berangkat teologi berbeda dengan filsafat. Jika filsafat berangkat dari kebebasan berpikir yang radikal, teologi berangkat dari keimanan. Penalaran yang dilakukan para teolog berangkat dari keyakinan mereka kepada Tuhan. Tujuan teologi adalah untuk memperteguh keimanan.
Dalam Islam, kita mengenal adanya Ilmu Kalam dan Ilmu Tauhid. Bila kita membaca sejarah, akan kita jumpai perdebatan panjang antara aliran-aliran teologi Islam mengenai wujud Tuhan. Bahkan, tak jarang perdebatan sengit itu menimbulkan tragedi berdarah yang menelan banyak korban jiwa. Perebatan demi perdebatan itu awalnya politis belaka, namun merembet ke persoalan teologis. Hingga sekarang, kita masih bisa merasakan jejak-jejak perdebatan berdarah itu.
Mengenal Tuhan Melalui Pendekatan Mistis
Berbeda dengan dua disiplin sebelumnya, mistisisme lebih menekankan pada pengalaman spiritual. Bagi disiplin ini, pemahaman tentang Tuhan hanya mungkin dilakukan melalui perjalanan spiritual. Realitas Tuhan tidak terjangkau oleh akal manusia. Dia hanya bisa dirasakan melalui pelatihan-pelatihan spiritual yang ketat hingga manusia mencapai kondisi ekstasis, yaitu keadaan mabuk cinta dan kerinduan kepada Tuhan.
Mistisisme dalam Islam dikenal dengan nama tasawuf. Orang yang menekuninya disebut sufi. Sama dengan filsafat dan teologi, tasawuf juga memberikan pengaruh besar pada perkembangan diskursus wujud Tuhan dalam Islam. Menurut pandangan tasawuf, agama Islam terdiri dari tiga dimensi yang berjenjang namun berkait kelindan, yaitu Islam, Iman, dan Ihsan. Islam berkaitan dengan penerapan formal syariat. Iman berkaitan dengan tauhid. Sementara ihsan merupakan buah dari Islam dan Iman. Ihsan inilah puncak dari berislam.
Sains yang Ikut Andil dalam Pencarian Tuhan
Belakangan, sains juga turut mewarnai upaya manusia mencari Tuhan. Seperti disampaikan di atas, riset-riset dan teori-teori baru tentang penciptaan alam semesta terus bermunculan dari masa ke masa.
Bahkan sekarang, manusia telah melakukan ekspansi penelitiannya ke luar angkasa. Mereka mencari kehidupan di luar bumi dan melanjutkan proyek besar pencarian asal-usul kehidupan di sana.
Bagi umat Islam, tidak perlu susah-susah seperti itu. Pemahaman wujud Tuhan dapat digali melalui ayat-ayat Allah yang terhampar luas baik di dalam kitab suci-Nya maupun alam raya ini. Sementara untuk lebih intim dengan-Nya, jalan tasawuf menjadi alternatif utama. Metode-metode yang dikembangkan tasawuf juga tertata dengan sistematis. Salah satunya adalah tarekat atau thariqah.
Cara Allah Mengenalkan Diri-Nya
Berkenaan dengan pemahaman wujud Tuhan, metode yang digunakan oleh Allah sungguh menarik. Allah mengenalkan Diri-Nya menggunakan pendekatan dialektis yang rasional, empirik, dan spiritual sekaligus, sesuai dengan fitrah manusia.
Melalui pendekatan ini, seolah manusia diajak untuk berdialektika tentang wujud-Nya. Seperti tampak dalam surat Ali Imran ayat 190-191 berikut. “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.”
Dalam surat al-Anbiya ayat 22, kita akan jumpai argumentasi tentang kemahasesaan Allah yang logis dan sulit untuk dibantah. Allah berfirman, “Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah rusak binasa. Maka Maha Suci Allah yang mempunyai ‘Arsy daripada apa yang mereka sifatkan.” Demikian juga dalam surat al-Mukminun ayat 91, “Allah sekali-kali tidak mempunyai anak, dan sekali-kali tidak ada tuhan (yang lain) beserta-Nya, kalau ada tuhan beserta-Nya, masing-masing tuhan itu akan membawa makhluk yang diciptakannya, dan sebagian dari tuhan-tuhan itu akan mengalahkan sebagian yang lain. Maha Suci Allah dari apa yang mereka sifatkan itu,”
Demikianlah salah satu cara Allah mengenalkan diri-Nya. Bila kita renungkan, cara demikian itu sungguh sejalan dengan perkembangan peradaban manusia yang kini begitu mengagungkan kemampuan akal dan keempirikan data.
Bila manusia sejenak saja mau merenungkan ayat-ayat ini mereka akan menyadari bahwa yang sedang mereka cari-cari itu sebenarnya sungguh dekat. Dia juga ada di mana-mana, ada di sekitar kita.
Editor: Yahya FR