Seperti apakah bahagia itu? Sebelumnya, menurut penulis bahagia itu simpel, selama kita merasa senang, kagum dan bersama-sama dengan orang yang sangat penting dalam hidup, itu sudah termasuk bahagia. Lalu, bahagia seperti apakah yang dimaksud salah satu tokoh Asy’ariyah yaitu imam Al-Ghazali? Mari kita lihat dan bagaimana kebahagiaan dalam kehidupan sehari-hari.Â
Definisi Bahagia
Bahagia dalam kehidupan sehari-hari banyak definisinya. Dan setiap orang mempunyai definisi masing-masing. Sehingga, ada yang mengatakan jika banyak uang kita pasti bahagia, ada yang mengatakan bahagia itu jika kita makan enak, dan ada juga yang mengatakan jika bahagia terletak pada teknologi dan sains, di mana dalam hal itu bahagia juga dapat menimbulkan dampak positif dan dampak negatif.Â
Salah satu dampak positif dalam teknologi dan sains antara lain: pertama, dengan teknologi kita bisa terhubung ke semua keluarga lewat jejaringan sosial tanpa harus bertemu.
Kedua, lewat sosial media kita bisa berbisnis, sehingga membuat kita mendapatkan uang hingga menjadi bahagia. Sedangkan, dampak negatif yang terjadi tanpa kita ketahui yaitu karena merasa bahagia kita sering upload foto. Bisa jadi foto kita dibuat pornografi sampai kadang terjadi kejahatan sosial media dan masih ada yang lainnya.
Bahagia Menurut Imam al-Ghazali
Kemudian, mengenai biografi tokoh Imam al-Ghazali, nama lengkapnya ialah Muhammad bin Muhammad bin Ahmad al-Ghazali. Dia lahir di Thus tahun 450 H. Imam al-Ghazali dari keluarga yang sederhana. Namun dengan kegigihannya, dia mampu menjadi tokoh yang paling disegani. Juga karena pemikirannya, hal itu mampu menjadikannya tokoh terpenting dalam teologi Asy’ariyah.
Karya-karyanya mencakup berbagai bidang ilmu, di antaranya ilmu kalam, fikih, sampai ushul fikih, falsafah dan lain-lainnya. Ia kemudian meninggal pada 505 H.
Mengenai hakikat kebahagiaan al-Ghazali, menurutnya, bahagia itu seperti ketika mampu mencapai sesuatu perubahan kimiawi, bukan fisikawi.
Maksud dari perubahan kimiawi ini adalah suatu perubahan yang berasal dari dalam diri yang mampu mencapai kebahagiaan sejati, bukan yang seperti perubahan jasad ataupun perubahan non fisik. Karena, manusia itu terdiri dari jasad dan roh. Sehingga, jika yang merasa bahagia hanya salah satu saja yaitu roh maka jasad akan merasa sedih, begitupun sebaliknya (Ali Mursyid, 2019).
Kemudian menurutnya, kebahagiaan tidak akan tercapai jika kita belum bisa memahami empat teori, yaitu pertama, mengenai pengetahuan diri. Kedua, lebih meningkat yaitu teori pengetahuan Tuhan. Ketiga, teori mengenai pengetahuan dunia. Keempat, teori pengetahuan mengenai alam akhirat (Mizan, 2014).
Dalam hal ini, perlu kita membahasnya karena itu yang menjadi konsep terpenting yang bisa kita ambil hikmahnya.
Teori Kebahagiaan
Teori pertama, mengenai pengetahuan diri, yaitu dari teori al-Ghazali ini mengatakan bahwa agar sebelum memahami orang lain hendaknya lebih baik memahami diri sendiri agar kita lebih dekat dengan Tuhan dan kita mengetahui mana yang baik dan yang tidak.
Teori ini diibaratkan seperti manusia yang dari luar disebut jasad sedangkan dari dalam disebut roh atau hati. Kata hati bermaksudkan sebagai pelayanan, karena berada di dalam tubuh, di mana dalam memahami ini dapat mengetahui pengetahuan wujud dan sifat tentang Tuhan, sehingga mampu mendapat kebahagiaan.
Teori kedua, pengetahuan mengenai Tuhan. Teori ini mengenal bahwa Tuhan adalah yang menciptakan manusia.
Teori ketiga yaitu pengetahuan dunia. Dalam teori ini dapat dipahami bahwa Tuhan tidak menciptakan manusia saja, melainkan juga tempat, ruang, dan waktu bagi kehidupan yaitu dunia.
Teori keempat, mengenai akhirat. Dari teori ini dijelaskan bahwa setelah ada dunia nyata ada pula dunia lain, yaitu akhirat tempat terakhir bagi setiap makhluk ciptaan Tuhan (al-Ghazali, 2014).
Jadi, kebahagiaan menurut al-Ghazali ialah jika mampu memahami empat teori di atas, maka menemukan kebahagiaan. Karena dalam semua teori dapat diketahui bahwa di dalam jiwa dan hati yang bersih terletak kebahagiaan yang sesungguhnya.
Maka dari itu, agar memiliki hati dan jiwa yang bersih, ada beberapa tahap yang harus dilalui, yaitu dengan bertaubat, bersabar, menjadi fakir, berpikir zuhud, bertawakal, mencintai, dan terakhir ikhlas (Imam al-Ghazali, 2017).
Membahagiakan Jiwa dan Roh
Dari teori kebahagian al-Ghazali dapat disimpulkan bahwa definisi bahagia menurutnya itu sangat sederhana, yang terpenting senang, juga jiwa dan roh merasa tidak terbebani apa pun.
Mungkin ini bisa kita terapkan dalam kehidupan agar tidak hanya berpikir senangnya saja ketika banyak orang yang melihat penampilan, bentuk tubuh, dan lain-lain. Namun, kita juga harus membahagiakan jiwa dan roh agar bahagia yang dirasa lengkap.
Karena rasa bahagia itu tumbuh dari diri sendiri, berupa sikap hidup yang dijalani, bukan dari luar yang kita miliki, misalnya harta banyak, mempunyai kekuasaan, dan lainnya. Yang dimaksud dari sikap hidup itu kita merasa sudah mampu dan bersyukur atas apa yang kita peroleh.
Terkadang dalam sikap hidup terdapat kendala masalah ekonomi. Dengan keadaan seperti itu, kita harus menghadapinya dengan sabar. Sehingga, apa yang kita alami tidak semakin sulit. Mungkin itu yang bisa kita terapkan dari teori kebahagiaan al-Ghazali.
Editor: Lely N