Perspektif

Merindukan Keadilan Otentik di Indonesia

3 Mins read

Habib Rezieq Shihab (HRS) akhirnya dijadikan tersangka dan ditahan dengan tuduhan melanggar protokol kesehatan. Polisi menjerat HRS dengan Pasal 160 KUHP tentang menghasut masyarakat supaya melakukan perbuatan pidana sehingga terjadi kedaruratan kesehatan di masyarakat dan Pasal 216 KUHP, dengan ancaman hingga 6 tahun penjara.

Peristiwa penangkapan HRS menjadi trending topik di semua media beberapa hari belakangan ini. Hal ini tidak lepas dari peristiwa penangkapan seorang tokoh besar sekaligus ulama kharismatik yang memiliki pendukung dan pengikut yang setia. Akibat penangkapan tersebut hingga kini para pecinta dan pendukungnya masih belum rela apabila sang imam mereka ditahan.

Penangkapan yang banyak mengandung kejanggalan menjadi tanda tanya besar di kalangan masyarakat. Sebesar apakah kesalahan yang dilakakan seorang HRS yang harus ditangkap, dipermalukan dengan tangan diborgol, memakai seragam orange, dan digiring dengan mobil tahanan kemudian dimasukkan di sel para pelaku narkoba. Serta terliput langsung secara luas oleh media baik nasional maupun ineternasional.

Keterangan polisi mengatakan HRS ditetapkan sebagai tersangka karena kasus pelanggaran protokol kesehatan di Petamburan, Tanah Abang, Jakarta Pusat, pada 14 November 2020. Rizieq menggelar acara pernikahan putrinya, Shafira Najwa Shihab, yang kemudian dilanjut dengan acara Maulid Nabi pada hari yang sama. Setelah memenuhi panggilan polisi untuk dimintai keterangan dan menjalani pemeriksaan selama 13 jam akhirnya HRS dijadikan tersangka dan langsung dijebloskan ke penjara dan terancam hukuman enam tahun.

Keadilan untuk Siapa?

Publik tentu heran dan bertanya-tanya kalau Habib Rizieq diinterogasi yang akhirnya ditahan karena tindakannya melanggar aturan terkait kerumunan di masa pandemi, maka apakah orang atau kelompok lain yang juga melakukan hal yang serupa juga sudah diinterogasi dan dipenjara?

Baca Juga  Like dan Dislike Penyebab Ketidakadilan?

Kalau pihak kepolisian telah melakukan hal yang serupa dengan pelanggar aturan protokol kesehatan lainnya, itu berarti kepolisian telah melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik. Tentu sebagai masyarakat, kita sangat apresiasi dan mendukung langkah tersebut sebagai sebuah kerja profesional aparat negara. Akan tetapi, apabila hal tersebut tidak dilakukan, berarti pihak kepolisian telah melakukan hukum tebang pilih yang penuh diskriminatif. Mengkhianati amanah sebagai penegak keadilan serta mencederai makna dan nilai luhur sebuah keadilan yang seharusanya dijungjung tinggi.

Apabila melihat fakta dilapangan, berapa banyak acara dan kegiatan yang menyebabkan berkumpulnya ratusan hingga ribuan orang yang tentu juga berpeluang besar memiliki potensi penyebaran virus Covid-19. Misalnya pada kontestasi Pilgub dan Pilkada, berapa banyak kerumunan yang dilanggar oleh pasangan calon dan para pendukungnya. Mulai tahap pencalonan, pendaftaran, kampanye, hingga pemungutan suara. Bagitu banyak kerumunan yang sering terjadi yang tentu sangat berpeluang makin menyebarnya virus corona. Apalagi mayoritas massa yang hadir sering abai didalam mematuhi aturan standar protokol kesehatan.

Dari sekian banyak aturan yang dilanggar tersebut, berapakah yang sudah diperiksa, kemudian menjadi tersangka kemudian dijebloskan ke dipenjara? Belum lagi, dengan  jumlah  petugas KPPS yang sudah mencapai angka ribuan yang reaktif yang kemungkinan besar terjangkiti virus corona. Siapa yang harus bertanggung jawab, siapa yang harus dipanggil oleh pihak kepolisian untuk diperiksa, dijadikan tersangka dan dijebloskan ke jeruji besi dengan pasal yang sama yang disangkakan kepada Habib Rezieq?

Keadilan Otentik

Bangsa kita Indonesia adalah bangsa yang sangat yang menjunjung tinnggi nilai-nilai keadilan. Sebagaimana yang tercantum dengan jelas dalam butir Pancasila yang menjadi dasar negara kita. Begitu pentingnya nilai keadilan ini sehingga harus terucap sebanyak dua kali, yakni pada sila ke dua dan sila kelima. Pada sila kedua dinyatakan bahwa kemanusiaan yang adil dan beradab, kemudian tersebutkan kembali di sila kelima yakni keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Baca Juga  Apakah Prinsip Ekonomi Syariah Mampu Menjawab Resesi Ekonomi Saat Ini?

Menurut Hamka, sila “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia” tidak lain merupakan sebuah kewajiban untuk bersikap adil dan berlaku kepada siapa saja, baik masyarakat, pejabat negara, tak terkecuali kepada presiden. Keadilan seperti inilah yang harus dipertahankan, sebab dialah sendi kekukuhan negara.

Kita perlu belajar kepada sejarah yang telah memberikan kita banyak pesan hikmah dan pelajaran. Jatuhnya pemerintahan orde lama serta orde baru karena gagalnya pemerintah di dalam memberikan rasa keadilan kepada rakyatnya. Orde lama runtuh akibat kegagalanya memberikan keadilan kapada masyarakat terkait penumpasan Partai Komunis Indonesia (PKI) beserta kroni-kroninya. Demikian pula pemerintahan orde baru harus mengakhiri kedikdayaannya selama 32 tahun karena dipaksa turun oleh gelombang demo rakyat di berbagai daerah akibat kegagalannya dalam memberikan rasa keadilan ekonomi dan hukum kepada masyarakat.

***      

Untuk itu, sebagai warga negara kita merindukan hadirnya pemerintah dan para penegak hukum yang betul-betul dapat menegakkan keadilan sebagaimana amanah yang tercantum dalam Pancasila. Kita mengharapkan semua kasus pelanggaran hukum terkait kerumunan tidak hanya menyasar pada satu orang maupun satu golongan saja. Bagi yang melanggar siapa pun dia, apapun pangkatnya dan darimanapun golongannya maka harus tetap dihukum sesuai aturan hukum yang berlaku.

Sebagai warga negara yang cinta terhadap negeri dan merindukan rasa keadilan, sangat mengharapkan para penegak hukum jangan sampai hukumnya hanya runcing sebelah kepada sebuah golongan yang hanya didasarkan ketidaksukaan dan kebencian, bukan karena keadilan. Seperti sindiran firman Ilahi di dalam surah Al Maidah ayat 8:

“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa.

Editor: Yahya FR

Furqan Mawardi
17 posts

About author
Dosen Universitas Muhammadiyah Mamuju, Pengasuh Pondok MBS At-Tanwir Muhammadiyah Mamuju
Articles
Related posts
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…
Perspektif

Mengapa Masih Ada Praktik Beragama yang Intoleran?

3 Mins read
Dalam masyarakat yang religius, kesalihan ritual sering dianggap sebagai indikator utama dari keimanan seseorang. Aktivitas ibadah seperti salat, puasa, dan zikir menjadi…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds