IBTimes.ID – Teori kepemimpinan modern itu tentang beradaptasi dengan perubahan zaman, dan kepala sekolah dari Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Gresik Kota Baru (GKB) harus bisa melakukan adaptasi terhadap perubahan zaman.
Hal itu disampaikan oleh Rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya, dr Dr Sukadiono MM dalam Supervisory Management Program #2 Majelis Dikdasmen PCM GKB, Senin (2/1/2021).
Secara garis besar, ada enam gaya kepemimpinan yang disampaikan dr sukadiono berdasarkan kecerdasan emosional yang ditemukan oleh Daniel Goleman, tokoh yang memopulerkan teori kecerdasan emosional.
Enam gaya tersebut adalah visioner, pembimbing, afiliatif, demokratis, penuntun kecepatan, dan otoriter.
Menurut dr Sukadiono, gaya visioner, pembimbing, afiliatif, dan demokratis ini akan menghasilkan hubungan yang baik (resonansi). Sedangkan gaya penuntun kecepatan dan otoriter jika tidak dijalankan pada saat yang tepat bisa mengakibatkan hubungan yang tidak baik (disonansi) antara pemimpin dengan orang yang dipimpin.
Gaya kepemimpinan visioner dibutuhkan pemimpin baru ketika membangun perubahan atau visi baru.
“Masing-masing kepala sekolah akan berbeda dengan kepala sekolah sebelumnya. Semuanya arahnya visi kemajuan tapi gayanya berbeda-beda,” terang Sukadiono.
Jik tidak punya visi yang jelas sejak awal, lanjut Sukadiono, maka pemimpin itu akan kesulitan mau membentuk super tim seperti apa, jadi untuk visi harus jelas. Model gaya kepemimpinan pembimbing memberikan resonansi positif, care terhadap yang dipimpin.
“Setelah tidak jadi pemimpin akan terkenang betul di hati orang yang dipimpin,” ungkap sukadiono.
Tujuan dari gaya ini adalah untuk memperbaiki kinerja dengan membangun kemampuan jangka panjang. Gaya kepemimpinan ketiga yang dijelaskan dr Sukadiono adalah gaya afiliatif, yakni gaya kepemimpinan yang membangun relasi.
“Untuk mengembangkan sebuah institusi tidak bisa dilakukan tanpa membangun relasi dengan orang lain,” jelasnya.
Contoh konkrit yang sudah dilakukan Sukdiono adalah membangun relasi dengan Persebaya dengan menjadi sponsor utama klub sepak bola tersebut. Hal ini dipercaya dan sudah terbukti bisa menciptakan harmoni dengan saling menghubungkan orang satu dengan orang yang lain.
Gaya kepemimpinan selanjutnya adalah demokratis. Yakni pemimpin harus tetap berkomunikasi dengan pimpinan cabang, melibatkan wakil kepala sekolah dan majelis dikdasmen dalam setiap pengambilan keputusan.
“Ojo diurusi dewe, nek ono opo-opo iku malah dadi molo,” jelasnya. (jangan diurus sendiri, kalau ada apa-apa malah susah)
Menurut Sukadiono, jangan karena merasa punya kemampuan maka kita kerjakan sendiri, komunikasi itu harus tetap ada. Disela-sela materinya, Sukadiono mengingatkan lagi tentang teori yang dulu pernah ia sampaikan, bahwa Inti dari sebuah organisasi adalah manajemen, inti dari sebuah manajen adalah leadership, inti dari sebuah leadership adalah komunikasi, dan inti dari komunikasi adalah kelapangan hati.
“Pemimpin itu harus lapang hatinya, harus siap menerima masukan,” tutur Sukadiono.
Dua gaya kepemimpinan yang terakhir sering menimbulkan disonansi, tapi sesekali perlu dilakukan. Gaya kepemimpinan penentu kecepatan ini dilakukan ketika pemimpin mendapatkan tantangan dan tujuan yang menarik.
Langkah konkret yang sudah dilakukan Sukadiono adalah ketika pendirian Fakultas Kedokteran (FK), syarat akreditasi Universitas minimal B. Saat itu, kenang Sukadiono, nilai akreditasi UM Surabaya 296, sementara untuk mendapat akreditasi B nilainya minimal harus 301.
“Untuk mendapatkan B, saya banding ke BAN-PT,” kenangnya.
Gaya seperti ini diperlukan ketika seorang pemimpin dituntut dalam batas waktu yang pendek. Namun ketika sering disalahgunakan, gaya kepemimpinan ini akan berdampak negatif.
Untuk gaya yang terakhir adalah otoriter. Gaya ini menggunakan hak sepenuhnya sebagai pemimpin dan tidak ada seorangpun di bawahnya yang boleh menentang keputusannya. Dalam beberapa kasus gaya ini diperlukan untuk menangani pegawai yang bermasalah.
Diakhir penjelasannya, Sukadiono menekankan tidak ada gaya kepemimpinan yang terbaik dari gaya kepemimpinan yang lain, mesti harus mengkombinasikan berbagai macam gaya untuk memimpin, tapi yang harus diwaspadai adalah penentu kecepatan dan otoriter.
Reporter: Ahmad Nasafi/Yusuf