Perspektif

Kang Jalal dan Logical Fallacies

1 Mins read

Sebelum saya tahu Kang Jalal “declare” menganut syiah, saya sudah membaca buku-bukunya seperti Islam Aktual, Islam Alternatif, Psikologi Komunikasi, dan lain-lain. Kemudian, pasca “declare” seperti al-Musthafa, Dahulukan Akhlak di Atas Fiqih, dan lain-lain.

Tulisan Kang Jalal selalu runtut dan enak dicerna. Ia pintar membuat persoalan rumit menjadi enak dipahami, terlepas beberapa sentuhan pandangan ala syiah yang yang khas dan berbeda dengan saya yang sunni.

Satu buku yang sangat saya ingat adalah Rekayasa Sosial. Bukan dari buku filsafat, saya pertama kenal konsep Logical Fallacies ya dari buku Rekayasa Sosial ini. Setelah kenal dari buku itu, baru saya belajar lagi bentuk-bentul Logical Fallacies dari buku-buku logika.

Dengan mengenal Logical Fallacies justru sedikit banyak bisa memahami logika yang sahih dan bagaimana menerapkannya dalam hidup sehari-hari. Juga jadi bahan saya menulis mengenai ini dalam beberapa seri postingan. Belajar logika yang sahih tentu bagus, tapi saya kok lebih enak mulai dari kesalahan-kesalahan logika dulu, baru baca yang benarnya bagaimana.

Contoh kemarin terkait ventolator dan kematian, ada yang bilang setelah diventilator jadi mati. Itu kesalahan logika “Post hoc ergo propter hoc. (Yang mendahului pasti menjadi penyebab yang setelahnya). Pakai ventilator lalu mati, berarti ventilatorlah penyebabnya.

Karena saya kenal ilmu logical fallacies, maka saya bisa memetakan kesalahan statemen itu dari sistem logikanya, dan bagaimana menjawabnya.

Di media sosial banyak dipamerkan kesalahan-kesalahan logika. Masif. Setiap ruang debat di facebook pasti ada kesalahan logika yang bisa kita temukan dilakukan oleh netizen. Paling mudah misalnya argumentum ad hominem alias menyerang pribadi untuk meruntuhkan argumen.

Strawman fallacy juga sering. Padahal, timbunan informasi yang ada di medsos baik yang benar maupun yang hoaks tidak mungkin dipahami dengan benar tanpa pisau logika yang sahih pula. Akibatnya ya kekacauan demi kekacauan terus terjadi. Informasi benar saja bisa jadi salah paham, apalagi yang hoaks.

Baca Juga  Kemal Ataturk Tak Sebanding dengan Bung Karno

Selamat jalan, Kang Jalal. Saya mendoakanmu. Biarlah orang pro kontra. Ada yang mendoakanmu, ada yang mengharamkan mendoakanmu, bahkan ada yang mensyukuri meninggalmu (entah siapa gurunya), tetap Allah adalah Yang Paling Adil dalam menilaimu.

Editor: Yusuf

17 posts

About author
Santri Nogotirto. Dokter Spesialis Anestesi
Articles
Related posts
Perspektif

Etika di Persimpangan Jalan Kemanusiaan

1 Mins read
Manusia dalam menjalankan kehidupannya mengharuskan dirinya untuk berfikir dan memutuskan sesuatu. Lalu Keputusan itulah yang nanti akan mengantarkan diri manusia ke dalam…
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds