Falsafah

Analisis Kritis Epistemologi Keilmuan Integratif-Interkonektif Amin Abdullah

3 Mins read

Menuntut ilmu bagi setiap insan hukumnya wajib tanpa membeda-bedakan apakah itu ilmu agama maupun ilmu umum. Antara ilmu agama dan umum tidaklah bertentangan atau berdikotomi. Namun antara keduanya, saling berhubungan dan tidak bisa dipisahkan. Sebagaimana dalam sejarah Islam klasik, pengembangan keilmuan hukumnya wajib bagi setiap orang Muslim apapun jenis ilmunya.

Khazanah keilmuan ini tidak mengenal adanya pemisahan antara satu ilmu dengan ilmu lain seperti ilmu agama dan ilmu non-agama seperti yang terjadi saat sekarang ini. Semua ilmu adalah satu, berasal dari “Sumber Ilmu” yang satu dan harus digunakan manusia untuk lebih mengenal-Nya. Sekarang ini, banyak ditemukan adanya pemisahan antara satu ilmu dengan ilmu lain. Misalkan pemisahan ilmu agama dan ilmu sains, matematika sebagai contohnya. Itu tidaklah benar.

Ilmu agama dan ilmu umum saling berhubungan dan berkaitan satu sama lain bahkan tidak bisa dipisahkan. Adanya perguruan tinggi ataupun lembaga pendidikan yang memisahkan kedua keilmuan ini. Hanya memakai kurikulum atau pembelajaran yang berbasis agama saja dan sebaliknya. Bahkan, ada juga yang menyebutkan jika mempelajari ilmu-ilmu umum yang berasal dari Barat, akan membawa kepada kekafiran dan haram hukumnya.

***

Akibatnya yaitu, dunia Islam sekarang ini belum mampu bersaing dengan dunia luar yang telah mampu dan canggih baik dari bidang teknologi dan ilmu pengetahuannya. Selain itu, keilmuan umum yang tidak berdasarkan nilai-nilai keagamaan akan bebas nilai dan tidak memperdulikan nilai-nilai moralitas dan kemanusiaan.

Pengetahuan sains dan ilmu pengetahuan pasti memerlukan ilmu agama begitupun sebaliknya. Kemajuan sains dan pengetahuan dalam kehidupan manusia memerlukan arah dan pedoman. Agama adalah pedoman dan arah kehidupan. Manusia tidak akan hidup dengan tenang apabila tidak dihiasi oleh nilai-nilai keagamaan. Agama sesungguhnya merupakan pembentuk akhlak manusia serta manusia juga tidak akan dapat hidup berkembang tanpa adanya sains. Jika hanya memfokuskan kepada keilmuan agama dan menolak untuk mengkaji keilmuan sains, maka akan membawa kepada kemunduran.

Baca Juga  Kritik M. Amin Abdullah terhadap Etika Al-Ghazali

Karena sekarang ini, kita melihat bagaimana kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di dunia luar seperti dunia Barat yang notabene non-Islam. Oleh karena itu, antara ilmu agama dan sains sangatlah berhubungan dan saling melengkapi. Sains akan sempurna kalau manusia memiliki agama dan agama akan mendalam dan terang apabila diikuti oleh sains. Seperti yang telah penulis jabarkan di atas, antara kedua keilmuan itu satu kesatuan yang utuh yang tidak bisa dipisahkan dan saling berhubungan.

Amin Abdullah dan Integrasi Ilmu

Amin Abdullah seorang pemikir Indonesia juga mencurahkan pemikirannya terhadap permasalahan di atas. Sebagaimana diketahui, Amin Abdullah pernah menjabat sebagai rektor di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Baginya, antara ilmu agama dan ilmu sains tidak ada dikotomi antara keduanya.

Kedua keilmuan itu saling melengkapi dan jika dipisahkan, akan membawa kepada kemunduran. Ia menolak pandangan yang mengatakan bahwasannya ilmu agama dan ilmu sains tidak dapat disatukan serta bagi siapa yang mempelajari ilmu sains baik yang datang dari luar akan membawa kepada kekafiran. Terkait permasalahan ini, paradigma integratif-interkonektif dari Amin Abdullah menjadi jawabannya.

Dalam paradigma ini, memberikan pandangan bahwa semua ilmu pengetahuan yang telah berkembang dalam berbagai bidang itu sesungguhnya merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan satu dengan lainnya. Misalkan apabila di sekolah dasar kita mengenai pembelajaran tematik dan pembelajaran integrasi-interkonektif ini hampir sama dengan pembelajaran tematik itu namun yang membedakannya adalah pembelajaran tematik hanya sekedar penjelasan bahwa setiap tema mengandung berbagai macam ilmu namun kalau integrasi-interkonektif lebih mengedepankan bahwa setiap ilmu itu tidak dapat dipisahkan nilai-nilai khususnya nilai agama (Islam).

Gagasan Amin Abdullah terkait dengan keilmuan integrasi-interkonektif ini menegaskan bahwa semua keilmuan apapun baik keilmuan agama, sosial, humaniora maupun kealaman tidak dapat berdiri sendiri to be single entity. Akan tetapi kerja sama, saling tegur sapa, saling membutuhkan, saling koreksi, dan saling keterhubungan antara disiplin keilmuan akan lebih dapat membantu manusia dalam memahami kompleksitas persoalan kehidupan dan sekaligus upaya pemecahannya. Interkonektif ini memecahkan permasalahan tentang adanya dikotomi antara pendidikan umum dengan pendidikan agama.

Baca Juga  Pesan M. Amin Abdullah untuk Generasi Milenial

Salah bentuk aplikasi integrasi-interkonektif dari Amin Abdullah yaitu ketika ia menjabat sebagai rektor di UIN Sunan Kalijaga. Antara keilmuan sains dan ilmu-ilmu agama seperti ilmu ushuluddin tidak terdapat pemisahan. Semua bangunan Gedung di UIN harus terintegrasi dan terinterkoneksi antara satu dengan yang lain.

***

Hal ini dapat dilihat dengan adanya bangunan jembatan-jembatan koneksitas yang menghubungkan antara gedung termasuk jembatan koneksitas yang melintas di atas jalan Timoho yang menghubungkan antara mazhab Timur (religion) dan Mazhab Barat (Science). Hal ini diharapkan mampu menerobos dikotomi yang ada.

Selain itu, banyak lagi ditemukan aplikasi dari keilmuan integrasi-interkonektif dari Amin Abdullah yang dengan ini menunjukkan bahwasannya antara keilmuan sains dan ilmu-ilmu agama tidak terdapat pertentangan dan saling melengkapi. Selain paradigm integrasi-interkoneksi ia juga melahirkan paradigm jaringan laba-laba.

Dalam jaring laba-laba, semua keilmuan bersumber dari nash Al-Qur’an dan sunah. Dari dua sumber inilah, muncul keilmuan-keilmuan yang saling berhubungan dan tidak dapat dipisahkan. Jika terdapat pertentangan antara keilmuan-keilmuan ini maka akan dikembalikan kepada Al-Qur’an dan sunah. dan dalam jaringan ini juga terdapat garis putus-putus yang bermakna antara satu keilmuan dengan ilmu lain terbuka untuk saling menerima dan melengkapi.

Oleh karena itu, keilmuan integratif-interkonektif dari Amin Abdullah ini merupakan jawaban dan sangat relevan dengan keilmuan sekarang ini agar tidak terjadi lagi dikotomi atau pemisahan antara keilmuan agama dan umum. Jika masih ada yang mengatakan tidak wajib menuntut ilmu sains karena akan membawa kepada kekafiran dan hanya mempelakari ilmu umum, maka harus dikembalikan lagi kepada konsep integratif-interkonektif keilmuan.

Yang terpenting adalah keilmuan baik itu agama, umum, sains dan lain sebagainya saling melengkapi dan saling berhubungan. Jadi sangat sampai adanya pemisahan dan penolakan terhadap salah satu keilmuan.

Baca Juga  Eros & Agape: Konsep Cinta yang Ditawarkan Kierkegaard

Editor: Yahya FR

Atika Yulanda
1 posts

About author
Mahasiswi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
Articles
Related posts
Falsafah

Deep Ecology: Gagasan Filsafat Ekologi Arne Naess

4 Mins read
Arne Naess adalah seorang filsuf Norwegia yang dikenal luas sebagai pencetus konsep “ekologi dalam” (deep ecology), sebuah pendekatan yang menggali akar permasalahan…
Falsafah

Sokrates: Guru Sejati adalah Diri Sendiri

3 Mins read
Dalam lanskap pendidikan filsafat, gagasan bahwa guru sejati adalah diri sendiri sangat sesuai dengan metode penyelidikan Sokrates, filsuf paling berpengaruh di zaman…
Falsafah

Homi K. Bhabha: Hibriditas, Mimikri, dan Ruang Ketiga

4 Mins read
Homi K. Bhabha, salah satu tokoh terkemuka dalam teori pascakolonial, berkontribusi membangun wacana seputar warisan kolonialisme secara mendalam, khususnya melalui konsepnya tentang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds