Perspektif

Nasehat Terbuka untuk Yahya Waloni

4 Mins read

Esensi Dakwah

Yahya Waloni adalah pendakwah Islam yang berlatar belakang mualaf. Hal ini menjadi nilai tambah sehingga beliau sering diundang ceramah oleh masyarakat. Adakah yang salah dengan hal tersebut? Tentu saja tidak. Baik yang berlatar belakang muslim sejak lahir atau mualaf dipersilahkan untuk menjadi pendakwah. Hanya saja ada beberapa gimmick dalam ceramah beliau yang membuat saya perlu menyampaikan nasehat terbuka ini.

Sebelum sampai ke poin utama tulisan ini, saya ingin menegaskan bahwa dakwah merupakan sebaik-baik perkataan. Hal ini difirmankan oleh Allah SWT dalam QS. Fushilat: 33. Artinya seorang pendakwah mempunyai derajat yang tinggi di sisi Allah SWT. Selanjutnya dalam QS. An-Nahl: 125 Allah SWT berfirman: Serulah ke jalan Tuhanmu dengan hikmah, nasehat yang baik dan berdiskusilah dengan mereka dengan cara yang lebih baik.

Ibnu Jarir Ath Thabari dalam kitab tafsirnya mengatakan bahwa yang dimaksud hikmah adalah apa yang diturunkan Allah SWT dalam Al Quran dan Sunnah, nasehat yang baik adalah apa-apa yang telah terjadi dan dapat menjadi pelajaran, misalnya peristiwa di masa lalu. Berdebat dengan cara yang baik artinya dilakukan dengan cara yang baik, yaitu dengan lemah lembut, tutur kata yang baik, serta cara yang bijak. 

Gimmick Yahya Waloni

Saya melihat beberapa gimmick yang dibuat Yahya Waloni tidak sesuai dengan anjuran ayat tersebut. Mari kita bahas satu per satu.

Pertama, Meminta Kursi Islam Sebagai Pengganti Kursi Kafir

Sepengetahuan saya, baru dari Yahya Waloni ini ada pengkategorian kursi berdasarkan agama. Yahya menganggap bahwa kursi yang didudukinya saat ceramah sama dengan kursi yang ada di gereja. Karena itu dia menganggap itu tasyabbuh, maka dia minta diganti.

Padahal, baik agama Islam maupun Kristen, tidak mengatur secara spesifik syariat bentuk kursi. Karena itu, protes dia soal kursi Islam dan kursi non-Islam itu mengada-ada. Yang dikhawatirkan adalah, umat Islam yang awam membenarkan perkataannya.

Baca Juga  Moedji Raharto dan Penyatuan Kalender Islam

Yang disepakati sebagai tasyabbuh adalah, meniru atau menggunakan simbol yang memang masih sakral dalam sebuah agama. Misalnya seorang muslim memakai kalung salib. Tasyabbuh jangan diperluas ke hal-hal yang sebenarnya tidak sakral. Yahya Waloni malah melakukannya.

Kedua, Menghina Air Putih dan Susu yang Disuguhkan

Sebagai seorang pendakwah, wajar jika panitia menyajikan minuman dan makanan sebagai bentuk penghormatan. Seorang pendakwah juga sah untuk mempunyai permintaan khusus kepada panitia. Misalnya karena dia suka kopi, boleh saja dia minta disediakan kopi.

Persoalannya, Yahya Waloni menggunakan gimmick yang tidak perlu dalam memintanya. Saat disediakan air putih dan susu, dia minta disediakan kopi oleh panitia. Hal ini sah saja. Namun, beliau malah bilang bahwa air putih itu minuman penyakitan, susu minuman untuk bayi.

Kopi adalah minuman untuk mujahid. Kalaupun memang niatnya bercanda untuk menyegarkan suasana, seharusnya jangan mencela makanan dan minuman. Karena Rasulullah SAW melarang mencela makanan kalaupun kita tidak menyukainya.

Ketiga, Bangga Bercerita Pernah Menabrak Anjing

Jumhur ulama menganggap bahwa anjing adalah binatang yang najis. Karena itu pandangan umat Islam terhadap anjing di Indonesia kurang positif. Banyak keluarga muslim di Indonesia yang tidak mau memelihara anjing. Hal ini juga karena ada hadis bahwa malaikat tidak mau masuk ke rumah yang ada anjingnya.

Pertanyaannya, kalaupun pandangan terhadap anjing negatif, apakah berarti boleh menyiksa atau membunuhnya? Dalam web bincangsyariah.com dijelaskan bahwa anjing yang boleh dibunuh adalah anjing gila dan galak. Misalnya selalu menggigit orang. Adapun jika anjingnya tidak galak dan tidak gila, maka ulama mengatakan tidak boleh dibunuh baik ada pemiliknya maupun tidak ada.

Yahya Waloni mengatakan saat dia di perbatasan Jambi dan Riau, dia sengaja menabrak anjing sampai kakinya pincang. Alasan Yahya adalah karena anjing binatang najis. Hal ini jelas tidak dibenarkan jika kita mengacu pendapat para ulama di atas. Bahkan dalam kitab Arba’in Imam Nawawi, disebutkan sebuah hadis seorang pelacur yang masuk surga karena memberi minum seekor anjing.

Baca Juga  Fenomena Over Branding Institusi Pendidikan, Muhammadiyah Perlu Hati-hati!

Menjauhi anjing karena najis boleh saja, namun bukan berarti bisa seenaknya menyiksa atau membunuhnya, kecuali kalau anjing tersebut mengandung penyakit rabies atau suka menggigit orang.

Keempat, Mendoakan Quraish Shihab Cepat Mati

Perbedaan pendapat di antara para ulama adalah lumrah. Setuju atau tidak setuju dengan pendapat seseorang juga biasa. Sesuai dengan kandungan An Nahl: 125 di atas, jika ada perbedaan pendapat maka hendaknya berdebat dengan cara yang baik.

Saat Yahya Waloni tidak setuju dengan pendapat Quraish Shihab, hendaknya dia bisa menyampaikan pendapatnya dengan baik. Sampaikan bahwa pendapat Quraish Shihab salah menurutnya, lalu paparkan hujjah-nya. Saya yakin para mustami’ atau jamaah pun akan mengerti.

Sayangnya Yahya malah menambahkan gimmick dengan mendoakan Quraish Shihab cepat mati. Apa perlunya menambahkan hal tersebut dalam dakwah? Apakah dengan tidak adanya gimmick itu maka ceramah Yahya Waloni menjadi garing dan tidak menarik? Apakah tidak ada gimmick lain yang lebih beretika?

Semoga empat hal yang saya sampaikan di atas bisa dijadikan bahan evaluasi dan introspeksi bagi Yahya Waloni. Apa yang saya sampaikan tak lebih dari upaya tawashaw bil haqq wa tawashaw bish shabr.

Mengapa Harus Nasehat Terbuka?

Mungkin di antara sebagian pembaca ada yang mengatakan mengapa saya menulis di media? Bukankah itu termasuk gibah? Kenapa tidak disampaikan secara langsung dan sembunyi-sembunyi?

Pertama, saya tidak punya kanal untuk bisa menyampaikan langsung ke beliau. Kedua, berita dan video Yahya Waloni mengenai 4 hal di atas sudah menyebar di media massa. Karena itu, ketika saya menyampaikan nasehat via media massa juga bertujuan untuk meluruskan kalau-kalau ada yang menganggap 4 hal di atas adalah sebuah kebenaran. Kewajiban saya untuk meluruskannya.

Baca Juga  Bolehkah Kita Meragukan Kekhalifahan Muawiyah bin Abi Sufyan?

Dalam Kitab Riyadhus Shalihin, Imam Nawawi mengatakan ada 6 jenis gibah yang diperbolehkan, salah satunya adalah seorang yang bermaksiat secara terang-terangan. Saat seorang pendakwah menyampaikan kesalahan secara terang-terangan, maka semoga gibah untuk hal tersebut termasuk yang diperbolehkan.

Sebagian pembaca yang lain mungkin akan protes ke saya, Yahya Waloni banyak sisi baiknya, kenapa saya hanya menyoroti kesalahannya? Ada peribahasa karena nila setitik rusak susu sebelanga. Kesalahan-kesalahan tadi merupakan nila yang merusak belanga dakwah Yahya Waloni. Tentu saja saya mengakui jika memang Yahya Waloni punya banyak sisi baik, namun hal ini jangan dijadikan alasan untuk tidak menasehati beliau. Karena agama adalah nasehat.

Saya dan Yahya Waloni sama-sama pendakwah, karena itu saya saya tidak ingin dunia dakwah tercoreng karena kekhilafan salah seorang dari kita. Walaupun intensitas dakwah saya sangat jauh di bawah Yahya Waloni, namun saya punya jam terbang untuk ceramah pengajian, khutbah Jum’at, Khutbah Idul Fitri dan Khutbah Idul Adha. Semuanya saya pernah lakukan. Sekali lagi sebagai sesama pendakwah saya ingin dunia dakwah dihargai oleh umat, maka jika ada kesalahan kewajiban saya untuk meluruskan.  

Editor: Yahya FR

Robby Karman
26 posts

About author
Dewan Redaksi IBTimes.ID
Articles
Related posts
Perspektif

Serangan Iran ke Israel Bisa Menghapus Sentimen Sunni-Syiah

4 Mins read
Jelang penghujung tahun 2022 lalu, media dihebohkan dengan kasus kematian Mahsa Amini, gadis belia 22 tahun di Iran. Pro-Kontra muncul terkait aturan…
Perspektif

Fenomena Over Branding Institusi Pendidikan, Muhammadiyah Perlu Hati-hati!

4 Mins read
Seiring dengan perkembangan zaman, institusi pendidikan di Indonesia terus bertransformasi. Arus globalisasi tentu memainkan peran penting dalam menentukan kebutuhan pendidikan di era…
Perspektif

Hakim, Undang-Undang, dan Hukum Progresif

3 Mins read
Putusan hakim idealnya mengandung aspek kepastian, keadilan, dan kemanfaatan. Dalam implementasinya tidak mudah untuk mensinergikan ketiga aspek tersebut, terutama antara aspek kepastian…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *