Yerusalem adalah kota suci bagi tiga agama (Yahudi, Kristen, Islam), sekaligus kota apokaliptik. Kota di mana peristiwa akhir zaman akan banyak terjadi di sana. Sehingga, tidak heran apabila Yerusalem bergejolak, warga dunia –terutama umat beragama– akan menaruh perhatian kepadanya.
Ya’juj dan Ma’juj, Penyebab Konflik di Palestina?
Pada tahun 1917, Kekaisaran Britania di bawah pimpinan Jenderal Allenby berhasil merebut Yerusalem setelah melakukan pertempuran melawan Kekaisaran Ottoman. Penaklukan tersebut ditanggapi oleh seorang pemikir Islam asal Pakistan Muhammad Iqbal dengan sebuah syair berbahasa Urdu, “khul ga’ay Ya’juj aur Ma’juj kay lashkar tamam, chashmay Muslim dekh lay tafsiray harfay yansilun!”. Terjemah bebasnya, “terlepaslah segerombolan Ya’juj dan Ma’juj, jelaslah di mata umat Muslim arti kata yansilun!”.
Kata yansilun dalam syair Iqbal merujuk pada QS. al-Anbiya’ [21]: 95-96. Allah Swt berfirman,
وحرام على قرية أهلكنها انهم لا يرجعون (95) حتى إذا فتحت يأجوج ومأجوج وهم من كل حدب ينسلون (96)
Artinya, “dan haram bagi (penduduk) suatu ‘qaryah’ yang telah Kami binasakan, bahwa mereka tidak akan kembali. Hingga apabila (tembok) Ya’juj dan Ma’juj dibukakan dan mereka turun dengan cepat dari seluruh tempat yang tinggi”.
Dalam QS. al-Kahfi [18]: 94, Ya’juj dan Ma’juj disebut sebagai kaum yang suka berbuat kerusakan di muka bumi (mufsiduna fi al-ardh). Perilaku merusak yang dimaksud dapat berupa peperangan, permusuhan, atau segala bentuk perilaku yang merugikan dan mencerca nilai-nilai kemanusiaan. Dalam sebuah hadis disebutkan bahwa Allah Swt telah menciptakan suatu kaum yang tidak ada satupun orang yang mampu mengalahkannya (HR. Muslim).
Kembalinya Kaum Yahudi ke Yerusalem
Tanggapan serius Iqbal atas penaklukan Yerusalem oleh Kekaisaran Britania secara implisit menunjukkan bahwa ia melihat peristiwa tersebut sebagai bagian dari kerusakan universal yang sedang dilakukan oleh Ya’juj dan Ma’juj. Dan pada saat yang sama, ia juga menafsirkan kata qaryah dalam ayat tersebut sebagai Yerusalem.
Pandangan Iqbal diteruskan oleh seorang mufasir-sufi Pakistan, Imran Hosein. Secara tegas, ia menafsirkan QS. al-Anbiya’ [21]: 95-96 dengan, “there is a ban on a town (i.e Jerussalem) which We destroyed (and whose people were expelled) that they (the people) can never return (to reclaim that town as their own). Until Gog and Magog are released and they spread out in all directions (thus taking control of the world while establishing the Gog and Magog world-order)”.
Identifikasi ‘qaryah’ sebagai Yerusalem didapat setelah dilakukan analisis yang menunjukkan bahwa tidak ada satupun kota yang berhubungan dengan Ya’juj dan Ma’juj selain Yerusalem. Mereka akan membantu penduduk kota yang telah dihancurkan sebelumnya untuk kembali ke sana dan mengklaim ‘hak’nya atas kota tersebut (QS. Al-Anbiya‘ [21]: 95).
Dengan begitu, maka menyebarnya Ya’juj dan Ma’juj ke berbagai penjuru bumi (QS. Al-Anbiya‘ [21]: 96) adalah awal dari proses pengembalian kaum Yahudi ke Yerusalem setelah lama terusir.
Lebih dari itu, sebagaimana diisyaratkan dalam QS. Al-Anbiya‘ [21]: 97, peristiwa tersebut menjelaskan bahwa hari kiamat semakin dekat. Meskipun, tentu saja, tidak ada satupun yang tahu kapan peristiwa dahsyat itu akan terjadi kecuali Allah Swt.
Apa yang akan kaum Yahudi lakukan setelah berhasil menguasai Yerusalem? Mereka akan melakukan penipuan terhadap Allah dan orang-orang beriman dan mengumbar janji palsu dengan menyatakan bahwa apa yang mereka lakukan adalah bentuk perbaikan padahal sejatinya mereka sedang melakukan pengrusakan.
Mereka akan terus melakukan pengrusakan di muka bumi dan tidak ada satupun pihak yang mampu menghentikan dan mengalahkannya, kecuali Zat Yang Maha Kuasa. Dalam kitab Al-Fitan, al-Mawardi mencantumkan sebuah hadis apokaliptik yang menceritakan akhir masa kekuasaan Ya’juj dan Ma’juj. Pada saat itu, Nabi Isa as. bersama orang-orang Mukmin berdoa agar Ya’juj dan Ma’juj dibinasakan, dan Allah mengabulkan doa tersebut.
Palestina Akan Menang
Pertanyaannya kemudian, benarkah dalang di balik kembalinya kaum Yahudi ke Yerusalem dan kerusakan-kerusakan yang terjadi di kota suci tersebut adalah Ya’juj dan Ma’juj? Kalaupun iya, lalu siapa identitas Ya’juj dan Ma’juj sebenarnya? Dan apakah itu berarti bahwa Yerusalem akan tetap berada dalam kekuasaan Ya’juj dan Ma’juj sampai Allah Swt membinasakan mereka?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut –beserta pertanyaan turunannya—menurut saya, hanya bisa terjawab seiring berjalannya waktu. Masing-masing orang berhak mengajukan jawab selama disertai dalil yang dapat dipertanggungjawabkan.
Lebih dari itu, yang lebih penting bagi kita sekarang adalah untuk menentukan posisi keberpihakan. Ke mana arah keberpihakan kita? Apakah ke pihak yang salah atau ke pihak yang benar? Apakah ke pihak yang berbuat kerusakan atau ke pihak yang menebar benih kebaikan?
Wallahu A’lam