Falsafah

Konsep Pendidikan Pranatal Menurut Ibnu Qayyim

3 Mins read

Ibnu Qayyim Al-Jauziyah memiliki nama lengkap Muhammad bin Abi Bakr bin Ayyub bin Sa’ad bin Haris Az-Zar’I Ad-Damasqy. Lahir pada tanggal 7 Shafar 691 H atau 4 Februari 1292 M di desa Hauran dan wafat pad atanggal 13 Rajab tahun 751 H/1350 M. Desa yang terletak di sebelah tenggara kota Damaskus, Suriah. Ia merantau menimba ilmu di Damaskus. Salah satu guru yang berpengaruh bagi Ibnu Qayyim ialah Ibnu Taimiyah.

Pola pemikiran Ibnu Qayyim dipengaruhi oleh pemikiran Ibnu Taimiyyah. Beliau pun menyebarkan ilmu Ibnu Taimiyah. Ibnu Qayyim merupakan salah satu pemikir muslim dikenal yang ahli dalam berbagai imu, diantaranya ilmu Fiqh, ilmu Nahwu, Ilmu Kalam, Ushul, Penghafal AL-Quran. Ayahnya merupakan ulama terkemuka bernama Syaikh As-Shalih al-Abid an-Nasik Abu Bakar ibn Ayyub az-Zur’i. Terlahir dari keluarga yang berilmu, Ibnu Qayyim mewarisi banyak potensi, ia rajin dan semangat dalam menuntut ilmu. Salah satu pemikirannya tentang pendidikan Pranatal. 

Konsep Pendidikan Pranatal Menurut Ibnu Qayyim

Membahas pendidikan memang tidak ada habisnya. Pendidikan selalu berkembang secara dinamis. Namun kita ketahui bahwa pendidikan merupakan usaha mendidik akhlak pribadi supaya menjadi pribadi yang lebih baik sesuai syariat agama masing-masing, termasuk Islam. Salah satu tokoh yang memiliki konsentrasi terhadap pendidikan Islam ialah Ibnu Qayyim. 

Ibnu Qayyim dikenal sebagai pemikir Islam, karya-karyanya bisa ditelusuri di berbagai buku, diantaranya: Tuhfah al-Maudud bi Ahkami al-Maulud, Miftah Daris Sa’adah, A’lam al-Muwaqqi’in ‘An Rabbi al-‘Alamin, Al-Jawab al-Kafi Liman Sa’ala ‘an ad-Dawa’I As-Syafi, Ighatsat al-Lahafan min Mashayidi Asy-Syaithan, ‘Uddatu ash-Shabirin wa Dzakhiratu as-Syakirin, al-Salafiyah, Bada’i al-Fawa’id, dan lainnya (Abu Muhammad Iqbal, 2015).

Dari karya-karyanya di atas, salah satu karya Ibnu Qayyim yang konsen terhadap pendidikan prenatal ialah Tuhfah al-Maudud bi Ahkami al-Maulud. Di dalam kitab tersebut, Ibnu Qayyim menawarkan Konsep fungsi sami’ (indera pendengaran), abshar (indera penglihatan), dan af’idah (hati).

Baca Juga  Soren Kierkegaard, Sang Bapak Eksistensialisme

Pendidikan Anak dimulai jauh sebelum ia lahir. Bahkan bisa dimulai sejak memilih pasangan. Anak merupakan cerminan dari orang tua. Artinya bila anak tumbuh dengan baik, berarti orang tua berhasil mendidiknya menjadi sosok panutan. Anak merupakan permata keluarga, baik itu laki-laki maupun perempuan.

Dasar Pendidikan Pranatal

Setiap tindakan yang hendak dilakukan, baiknya seorang muslim dna muslimah berpegang pada syari’at agama yaitu Al-Quran dan Hadits Nabi. Terdapat salah satu ayat QS. An-Nahl:78, “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati, agar kamu bersyukur.”

Anak dalam kandungan dianugerahi pendengaran, penglihatan dan hati, ia peka terhadap lingkungan internal maupun eksternalnya. Bayi dalam kandungan peka terhadap lingkungan sekitar. Ia dapat mendengar dan merasakan apa saja yang terjadi di luar sana.

Langkah-Langkah dalam Pendidikan Pranatal

Beberapa langkah dapat dilakukan dalam pendidikan pranatal (pendidikan sebelum proses melahirkan) menurut Ibnu Qayyim, diantaranya:

Pertama, menentukan jodoh. Menurut Ibnu Qayyim, mendidik anak itu justru sebelum anak terlahir, yaitu menentukan jodoh, laki-laki atau pun perempuan. Misal perempuan, ia merupakan pnedidik pertama lingkungan pertama anak. Dari perempuanlah anak terlahir.

Oleh karenanya memilih pasangan atau perempuan harus memprioritaskan beberapa hal, misal agamanya, dan rasa kasih sayangnya (memiliki sifat ke-ibuan). Memilih pasangan bukan karena parasnya, anak membutuhkan Ibu yang dengan sifat keibuannya, kasih sayangnya, dan caranya mendidik.

Kedua, menikah. Dalam menikah, hendaknya sesame pasangan harus menyadari betul tujuan menikah. Islam menyebutnya Sunnah Rasul. Menikah akan lebih bermakna jika tujuan menikah untuk mencari keberkahan agama bukan untuk pelampiasan syahwat semata.

 Ketiga, masa kehamilan. Masa kandungan merupakan masa penting dalam mendidik anak. Di masa ini dimulai perekam informasi dan rangsangan apa saja yang diterima dari luar. Oleh karenanya banyak hasil penelitian menganjurkan untuk mendengarkan janin dengan lagu-lagu yang baik. Jika hal-hal positif yang didengarkan, otomatis ia menangkap hal-hal positif juga. Masa kehamilan terdapat banyak pandangan, umumnya 9 bulan. Ada yang 4 tahun, 6 atau 7 tahun, dan yang paling cepat 6 bulan (Muhammad Abdullah, 2017).

Baca Juga  Stoikisme: Kebajikan Tidak Digapai dengan Malas Berpikir dan Rebahan

***

Mendidik anak butuh cara-cara khusus beradasar wawasan syariat agama Islam. Kita sangat ingin memiliki keturunan yang baik, berakhlak terpuji, dan cerdas. Mewujudkan hal demikian tidak dengan hanya berdiam saja. pendidikan utama anak ialah keluarganya baru lingkungan sekolah. Jika anak tidak terdidik dengan cara yang tepat, ia akan tersesat dan nyaris menghalalkan perilaku keji yang dilarang agama.

Ibnu Qayyim menawarkan pemikiran-pemikirannya tentang cara mendidik anak sesuai syariat Islam. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mendidik anak ialah kita harus tahu apa saja factor-faktor yang dapat mempengaruhi pendidikan prenatal, diantaranya factor genetis, makanan, dan lingkungan.

Lingkungan yang baik, bisa berupa penanaman nilai-nilai Islam dengan mengajarkan sopan santun, bertutur yang indah, semangat tidak mudah menyerah, rajin belajar, dan bersosial dengan baik, tidak mencuri atau perilaku yang dilarang agama. Seperti kata John Lock, anak ibarat kertas kosong. Tumbuh kembangnya adalah pengaruh dari didikan orang tua. Oleh karenanya jika menginginkan keturunan yang baik dapat memperhatikan langkah-langkah konsep pendidikan dari Ibnu Qayyim, yang ditulis olehnya dalam kitab Tuhfah al-Maudud bi Ahkami al-Maulud. Waallahu a’lam .

Editor: Rozy

Avatar
3 posts

About author
Pengurus Lembaga Sosial LAZ Al-Azhar Yogyakarta, seorang Alumni UIN Sunan Kalijaga.
Articles
Related posts
Falsafah

Deep Ecology: Gagasan Filsafat Ekologi Arne Naess

4 Mins read
Arne Naess adalah seorang filsuf Norwegia yang dikenal luas sebagai pencetus konsep “ekologi dalam” (deep ecology), sebuah pendekatan yang menggali akar permasalahan…
Falsafah

Sokrates: Guru Sejati adalah Diri Sendiri

3 Mins read
Dalam lanskap pendidikan filsafat, gagasan bahwa guru sejati adalah diri sendiri sangat sesuai dengan metode penyelidikan Sokrates, filsuf paling berpengaruh di zaman…
Falsafah

Homi K. Bhabha: Hibriditas, Mimikri, dan Ruang Ketiga

4 Mins read
Homi K. Bhabha, salah satu tokoh terkemuka dalam teori pascakolonial, berkontribusi membangun wacana seputar warisan kolonialisme secara mendalam, khususnya melalui konsepnya tentang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds