Akhlak

Belajar Hijrah dari Rasulullah

4 Mins read

Allah berfirman:

يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ أَرْضِي وَاسِعَةٌ فَإِيَّايَ فَاعْبُدُونِ (56)

Hai hamba-hamba-Ku yang beriman, Sesungguhnya bumi-Ku luas, Maka sembahlah aku saja. (Qs. Al-Ankabut: 56)

Dengan ayat-ayat ini, Allah memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya agar berhijrah dari suatu negeri yang mereka tidak dapat menegakkan agama padanya. Yaitu menuju ke negeri lain. Karena bumi Allah luas, di mana mereka dapat menegakkan agama dengan mengesakan-Nya dan menyembah-Nya, sebagaimana yang diperintahkan-Nya.

Maka jadilah kalian orang-orang yang selalu berada dalam ketaatan kepada Allah di mana pun kalian berada. Sama-sama meninggal, kenapa kita mencari hidup yang lapang? Daripada hidup dalam kesempitan, mengapa tidak mencoba mencari hidup yang lapang dengan berhijrah.

Makna Hijrah Rasulullah

Secara etimologi, hijrah berasal dari bahasa Arab Hajaro-Yuhajiru-Muhajaroh-wa Hijratan yang berarti meninggalkan. Namun secara bahasa, hijrah berarti seseorang yang berpindah dan meninggalkan suatu tempat untuk menuju tempat lainnya.

Hijrah (bahasa Arab: هِجْرَة) adalah perpindahan/migrasi dari Nabi Muhammad dan pengikutnya dari Mekkah ke Madinah pada bulan Juni tahun 622.

Hijrah mempunyai dua makna, yaitu: Pertama, hijrah hissiyyah (hijrah fisik dengan berpindah tempat), dari darul khauf (negeri yang tidak aman dan tidak kondusif) menuju darul amn (negeri yang relatif aman dan kondusif), seperti hijrah dari Kota Makkah ke Habasyah (Ethiopia) dan dari Makkah ke Madinah.

Kedua, hijrah ma’nawiyyah (hijrah nilai). Yakni, dengan meninggalkan nilai-nilai atau kondisi-kondisi jahiliah untuk berubah menuju nilai-nilai atau kondisi-kondisi Islami. Seperti dalam aspek akidah, ibadah, akhlak, pemikiran dan pola pikir, muamalah, pergaulan, dll.  Sesuai dengan tuntutan keimanan dan konsekuensi keislaman.

الَّذِينَ آمَنُوا وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ أَعْظَمُ دَرَجَةً عِنْدَ اللَّهِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْفَائِزُونَ

Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan diri mereka adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah, dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan (Qs. At-Tubah: 20)

Tiga aktivitas berat bagi manusia adalah beriman, berhijrah, dan berjihad karena ketiga hal membutuhkan modal yang besar yaitu harta kekayaan, tenaga dan pemikiran, bahkan nyawa juga siap dikorbankan. Itulah orang yang mendapat kemenangan di sisi Allah. Allah menyiapkan tiga pahala besar di sisinya, yaitu rahmat, keridlaan, dan surga.

Baca Juga  Etika dan Profesionalisme Polisi di Australia

Peristiwa Hijrah Rasulullah

وَإِذْ يَمْكُرُ بِكَ الَّذِينَ كَفَرُوا لِيُثْبِتُوكَ أَوْ يَقْتُلُوكَ أَوْ يُخْرِجُوكَ وَيَمْكُرُونَ وَيَمْكُرُ اللَّهُ وَاللَّهُ خَيْرُ الْمَاكِرِينَ

Dan (ingatlah) ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baik Pembalas tipu daya  (Qs.Al-Anfal: 30).

Pada tahun ke 10 kenabian, Rasulullah menhalami cobaan dan penderitaan yang bertumpuk-tumpuk, Nabi sendiri menyebutnya sebagai ’Amul Huzni (Tahun Kesedihan).

Amul huzni adalah tahun duka cita bagi Rasulullah ini terjadi di tahun ke sepuluh kenabiannya, di mana istrinya yang bernama Khadijah binti Khuwailid wafat, kemudian disusul wafatnya paman Rasulullah yang bernama Abu Thalib.

Sejak saat itu perilaku kasar kafir Quraisy terhadap diri Rasulullah dan para Shahabatnya makin terasa berat. Alasan mereka hanya satu,karena Rasulullah membawakan agama Islam yang dianggap bertentangan dengan agama dan tradisi peribadatan mereka yang kufur.

Dalam buku Ali bin Abi Thalib karya Ali Audah disebutkan, para tokoh Quraisy telah mengadakan pertemuan di Daar an-Nadwa untuk mengatur strategi mencegah Rasulullah keluar dari Makkah. Mereka mencari jalan untuk menangkap dan memenjarakannya, membunuhnya, atau mengusir/ mengasingkannya ke luar dari tanah kelahirannya.

Ibnu Katsier dalam tafsirnya mengutipkan: Yunus ibnu Bukair telah meriwayatkan dari Ibnu Ishaq, bahwa lalu Rasulullah tinggal dalam keadaan menunggu perintah Allah (untuk hijrah).

Maka Jibril a.s. datang kepada Nabi Saw dan memerintahkan beliau agar malam itu tidak tidur di tempat biasanya. Lalu Rasulullah Saw memanggil Ali ibnu Abu Talib dan memerin­tahkannya untuk tidur di tempat tidurnya serta menyelimuti dirinya dengan kain selimut hijau yang biasa dipakainya. Maka, Ali mengerjakan apa yang diperintahkan kepadanya.

Baca Juga  Anomali Perilaku Hijrah

Selanjutnya Rasulullah Saw sendiri keluar dengan melewati kaum musyrik yang telah berada di depan pintu rumahnya. Nabi Saw keluar dengan membawa segenggam pasir, kemudian beliau taburkan pasir itu ke atas kepala mereka.

Mereka tidak dapat melihatnya karena Allah telah menutupi mata mereka dari Nabi-Nya hingga mereka tidak dapat melihatnya. Nabi Saw keluar seraya membacakan firman-Nya: YaSin, Demi Al-Qur’an yang penuh hikmah. (Yasin: 1-2) sampai dengan firman-Nya: dan Kami tutup mata mereka sehingga mereka tidak dapat melihat. (Yasin: 9)

Hikmah Yang Bisa Diambil dari Hijrah Rasulullah

  1. Jangan terlalu bersedih jika nasib kurang beruntung.Allah menolong dalam setiap kesulitan (Qs, At-Taubah: 40). Jangan bersedih, Allah bersama kita.
  2. Kenapa Anda takut berhijrah? Sekiranya mengalami kesulitan di suatu tempat kenapa tidak berhijrah saja. Bukankah bumi Allah itu luas? Rasulullah berhijrah karena diusir masyarakat kanan kirinya yang kafir terhadap Allah
  3. Hijrah sekarang adalah hijrah maknawi yaitu hijrah dari kekafiran menuju iman, hijrah dari perbuatan dosa menuju amal yang berpahala, dari gelap menuju terang. Hijrah maknawi artinya berpindah dari nilai yang kurang baik, menuju nilai yang lebih baik, dari kebathilan menuju kebenaran, dari kekufuran menuju keislaman.
  4. Selama berhijrah, bersih hati karena Allah, bukan niatan yang lain. Perhatikan kisah Hijrah Ummul Qaish berikut ini, dalam Kitab Riyadush Shalihin diriwayatkan:

Dari Amirul mu’minin Abu Hafs iaitu Umar bin Al-khaththab r.a. berkata: Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda : “Bahwasanya semua amal perbuatan itu dengan disertai niat-niatnya dan bahwasanya bagi setiap orang itu apa yang telah menjadi niatnya. Maka barangsiapa yang hijrahnya itu kepada Allah dan RasulNya, maka hijrahnya itupun kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa yang hijrahnya itu untuk harta dunia yang hendak diperolehinya, ataupun untuk seorang wanita yang hendak dikawininya, maka hijrahnyapun kepada sesuatu yang dimaksud dalam hijrahnya itu.” (HR Bukhari)

***

Hadis itu berhubung erat dengan persoalan niat. Rasulullah s.a.w. menyabdakannya itu ialah karena di antara para sahabat Nabi Saw sewaktu mengikuti untuk berhijrah dari Makkah ke Madinah, semata-mata sebab terpikat oleh seorang wanita yakni Ummu Qais.

Baca Juga  Idulfitri untuk Mengembalikan Autentisitas Diri

Orang itu memperlihatkan sesuatu yang bertentangan dengan maksud yang terkandung dalam hatinya, meskipun sedemikian itu boleh saja. Tetapi sebenarnya,  tidak patut sebab saat itu sedang dalam suasana amat genting dan rumit, maka ditegurlah secara terang-terangan oleh Rasulullah Saw.

Editor: Yahya FR

Avatar
77 posts

About author
Majelis Pustaka PCM Semin
Articles
Related posts
Akhlak

Mentalitas Orang yang Beriman

3 Mins read
Hampir semua orang ingin menjadi pribadi yang merdeka dan berdaulat. Mereka ingin memegang kendali penuh atas diri, tanpa intervensi dan ketakutan atas…
Akhlak

Solusi Islam untuk Atasi FOPO

2 Mins read
Pernahkan kalian merasa khawatir atau muncul perasaan takut karena kehilangan atau ketinggalan sesuatu yang penting dan menyenangkan yang sedang tren? Jika iya,…
Akhlak

Akhlak dan Adab Kepada Tetangga dalam Islam

3 Mins read
Rasulullah Saw bersabda dalam sebuah hadis berikut ini: مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds