Jati Diri Perempuan
Perempuan memperoleh kedudukan yang sangat terhormat dalam agama Islam. Kodrat seorang perempuan sebagai seorang ibu, yaitu mendidik anak-anaknya, ketika masih balita.
Naluri keibuan hanya dimiliki perempuan, karenanya perempuan selalu mendambakan momongan yaitu seorang anak untuk menyalurkan rasa keibuannya tersebut. Dikarenakan, apabila mengabaikan naluri keibuan tersebut, sama halnya mengabaikan jati diri perempuan.
Baginda Rasulullah SAW bahkan pernah menegur seorang ibu yang sontak merenggut anaknya secara kasar dari pangkuan baginda, karena sang anak pipis sehingga membasahi pakaianya.
Sebagai ibu yang mendidik anak, perempuan sangatlah sentral posisinya. Allah SWT berfirman, “Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak” (QS. Al-Isra ayat 23).
Dari ayat tersebut, Hamka mengatakan bahwa ibu dan bapak adalah orang yang paling banyak berjasa kepada anaknya, tapi ibu punya porsi yang lebih banyak. Ibu telah mengandung selama 9 bulan lebih, dalam keadaan lemah apalagi dalam keadaan melahirkan. Saat ibu melahirkan ibarat mempertaruhkan jiwa. Tidak sedikit orang yang meninggal karena melahirkan.
Setelah itu, dengan penuh kasih saying, ibu menyusui anaknya selama kurang lebih dua tahun. Ia juga harus merawat, memandikan, membersihkan kotoran, menyuapi, dan lain-lain. Semua itu dilakukan dengan ikhlas tanpa mengharapkan balasan dari anaknya.
Tugas Perempuan di Ranah Publik
Sebagaimana laki-laki, perempuan juga memiliki tugas-tugas menegakkan agama, seperti amar ma’ruf dan nahi munkar (menyuruh pada kebaikan dan mencegah dari kemunkaran) dalam Islam dikenal dengan hisbah.
Perempuan wajib menegakkan kebenaran dan keadilan, mengukuhkan akhlak yang tinggi dalam masyarakat. Perempuan berkewajiban menjaga rumah tangga, masyarakat, dan negara.
Seperti laki-laki, perempuan pula wajib melaksanakan sholat, mengeluarkan zakat, berpuasa, dan melaksanakan ibadah haji. Karenanya, perempuan berhak memiliki hartanya sendiri, mengelola dan mengaturnya, Islam tidak merendahkan martabat perempuan, bahkan mengangkatnya setinggi-tingginya.
Perempuan-Perempuan Mulia dalam Al-Qur’an
Telah kita ketahui bahwasanya perempuan-perempuan yang terhormat dan mulia banyak yang disebut di dalam Al-Qur’an. Disebutkan juga bahwa di antara perempuan-perempuan tersebut, ada yang mendapat wahyu istimewa dari Allah SWT, yaitu ibunda Nabi Musa. Ia diperintahkan oleh Allah SWT untuk membuang putranya yang dimasukkan ke dalam peti lalu dihanyutkan di arus sungai Nil.
Maryam, ibunda Nabi Isa, yang sejak lahir ke dunia telah diserahkan ibunya ke dalam asuhan Nabi Zakaria untuk memenuhi nazarnya agar anaknya menjadi salah seorang penyelenggara Masjidil Aqsa, kemudian dengan kehendak Allah SWT, dia melahirkan Isa al-Masih AS.
Di samping itu, tersebut pula istri pertama Nabi Ibrahim, yaitu Sarah, yang didatangi oleh malaikat-malaikat utusan Allah dan disampaikan kepadanya pesan Allah. Bahwasannya, meskipun dia telah sangat tua, dia akan melahirkan anak laki, itulah Ishaq.
Disebut juga dalam Al-Qur’an tentang kakak Nabi Musa yang perempuan, yang disuruh oleh ibunya mengintip-intip ke mana hanyut adiknya.
Di sebut juga dalam Al-Qur’an kedua putri Nabi Syu’aib yang menggembala kambing di negeri Madyan. Seorang di antaranya menjadi istri Nabi Musa.
Disebut juga dalam Al-Qur’an tentang istri Fir’aun yang bernama Asiah, yang mengangkat Musa menjadi anak dan membela Musa sampai dewasa.
Perempuan inilah yang disebut dalam QS. At-Tahrim, yang memohon kepada Allah SWT agar dibuatkan sebuah rumah di surga pada kehidupan di akhirat kelak. Sebab istana Fir’aun yang demikian megah di dunia ini, dipandangnya bagai neraka saja.
Kisah Ratu dari Negeri Saba’
Di dalam QS. An-Naml, dikisahkan tentang seorang ratu di negeri Saba’, yaitu Ratu Bilqis. Diterangkan mengenai percaturan politiknya dengan Nabi Sulaiman.
Dalam beberapa ayat yang singkat, dijelaskan bagaimana wibawa perempuan yang agung itu memerintah, dan para pembesar kerajaanya yang tunduk setia menunggu perintah.
Salah satu kata bersayap yang dia tinggalkan dan tetap terlukis di dalam Al-Qur’an ialah, “Sesungguhnya raja-raja apabila menaklukkan suatu negeri, mereka tentu membinasakanya, dan menjadikan penduduknya yang hina menjadi mulia. Di dalam QS. Yusuf diterangkan kehidupan mewah dalam istana, kemegahan istri para pembesar, yang pada zaman sekarang biasa kita namai ‘’nyonya nyonya pejabat’’.
Kegigihan Nabi Yusuf
Bagaimana mereka hendak merayu seorang pemuda dan bagaimana teguh hati seorang pemuda tersebut menghadapi perjuangan. Itulah Nabi Yusuf. Kemudian, diterangkan juga kejujuran perempuan-perempuan tersebut dan belas kasihan mereka setelah insyaf. Bahwasannya fitnah yang mereka telah perbuat telah menyebabkan seorang yang jujur mendekam di penjara.
QS. Al-Mujadilah menceritakan seorang perempuan yang datang mengajukan gugatan kepada Rasulullah disebabkan suaminya berlaku aniaya terhadap dirinya.
QS. Al-Mumtahanah mengisahkan ujian keteguhan iman perempuan-perempuan yang datang kepada Rasulullah setelah hijrah meninggalkan negeri mereka Makkah.
Qs. An-Nur menerangkan adab perempuan dalam rumah tangga. QS. Al-Ahzab menguraikan juga dari hal kesopanan dan sikap hidup. QS. Ath-Thalaq melengkapi yang telah tersebut dalam Qs. An-Nisa dan Al-Baqarah mengenai hal rumah tangga.
Kesan Mendalam Pesan Al-Qur’an tentang Perempuan
Pendeknya, surah-surah yang membicarakan perempuan, rumah tangga, dan peraturan hidup, semuanya meninggalkan kesan yang dalam sekali pada jiwa kaum perempuan bahwa mereka tidak disia-siakan.
Mereka dipandang sebagai bagian yang sama pentingnya dengan laki-laki dalam memikul tanggung jawab beragama, mengokohkan akidah, dan ibadah.
Sehingga timbullah harga diri yang setinggi-tingginya pada mereka, yaitu timbulnya ilham perjuangan.
Dalam sejarah perjuangan Islam, syahidah yang pertama dalam Islam atau korban jiwa yang pertama karena iman ialah seorang perempuan yaitu Ummu Yasir, ibu, dari Ammar bin Yasir.
Ia mati dengan penyiksaan di luar perikemanusiaan. Inna lillahi wa inna ilaihi raaji’uun.
Dan dalam sejarah pula, dikisahkan bahwa pada tahun 9 H, di Persia ada seorang wanita yang diangkat menjadi pemimpin yang bernama Buwaran binti Syairawaih bin Kisra bin Barwaiz.
Dia diangkat menjadi Ratu Kisra di Persia setelah terjadi pembunuhan-pembunuhan dalam rangka suksesi kepala daerah, yang mana, seorang wanita tersebut merupakan seorang putri raja tersebut.
Dikarenakan ayahnya meninggal dunia dan saudara laki-laki Buwaran juga meninggal mati terbunuh tatkala melakukan perebutan kekuasaan. Karenanya, diangkatlah Buwaran menjadi pemimpin. Wallahu’alam.
Editor: Yahya FR