Report

Haedar Nashir: Sikap Optimis Sebagai Bekal Menghadapi Pandemi

3 Mins read

IBTimes.ID – Per tanggal 3 September 2021, ada 4,5 juta orang meninggal dunia. Di Indonesia ada 134 ribu jiwa lebih meninggal dunia. Menurut para ahli epidemiologi di UI, UGM, dan MCCC PP Muhammadiyah, tidak mudah memastikan kapan pandemi akan berakhir. Berbagai faktor objektif ikut mementukan bagaimana akhir dari pandemi global tersebut.

Menurut Haedar Nashir, sejumlah negara telah memilih jalan damai dengan covid-19. Namun, WHO belum akan berakhir setidaknya hingga pertengahan atau bahkan akhir tahun 2022. Kondisi tersebut dipicu oleh rendahnya angka vaksinasi di seluruh dunia. Selain itu, masih terjadi kesenjangan antara negara maju dan negara berkembang.

Menurut Haedar Nashir dalam Pidato Iftitah Tanwir Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah, rendahnya angka vaksinasi adalah kegagalan moral, mengalahkan diri sendiri. Ia, mengutip WHO, menyebut bahwa pandemi akan berakhir ketika dunia memilih untuk mengakhirinya melalui vaksinasi.

“Vaksinasi yang luas dan mencapai populasi tertinggi merupakan tonggak penting yang harus dicapai bersama. Kita harus mencapai kekebalan kelompok secara merata agar dapat segera mengakhiri pandemi di seluruh negara. Bila tidak mencapai target, maka usaha mengakhiri pandemi akan sangat berat,” ujar Haedar, Sabtu (4/9).

Selain vaksin, imbuhnya, pandemi juga bergantung pada faktor lain seperti sistem dan kondisi kesehatan negara, kebijakan dan langkah, infrastruktur dan fasilitas, disiplin dan sikap hidup masyarakat, termasuk kuasa Allah yang melimpah.

Usaha mengatasi pandemi covid-19 tidak mudah. Karena itu, PP Muhammadiyah dalam menggelar Muktamar Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah akan mempertimbangkan berbagai faktor dan dampak dari pandemi.

Memupuk Sikap Optimis

Menurut Haedar, orang yang memiliki pikiran tentang masa depan yang baik dan sudut pandang yang positif berarti memiliki sikap optimis dalam melihat suatu perkara dan menghadapi berbagai persoalan. Ia berharap masyarakat memiliki alam pikiran dan sikap yang baik dalam menghadapi musibah pandemi, maupun dalam menghadapi masalah kehidupan lainnya.

Baca Juga  Setelah Ijtimak Jamaah Tabligh Kasus Corona di Malaysia Meningkat Drastis

“Kita sebagai umat yang beriman telah menerima pandemi sebagai tha’un. Seberat apapun musibah itu tentu dapat diatasi dengan sikap optimis, sabar, dan ikhtiar yang sungguh-sungguh. Kualitas kesabaran dan kesungguhan benar-benar diuji dalam menghadapi musibah ini,” imbuhnya.

Pria kelahiran Bandung, 25 Februari 1958 tersebut menyebut bahwa Allah telah mengajarkan umat Islam untuk selalu bersikap arif dalam menghadapi masalah apapun. Menurutnya, yang diperlukan untuk menghadapi pandemi adalah pondasi iman yang kokoh sehingga mampu menyinari akal budinya.

Maka, ia berpesan kepada masyarakat agar menjauhi sikap meratapi, mengeluh, saling menyalahkan, dan merasa jatuh diri. Masyarakat juga harus menjauhi sikap egois, menyepelekan, mengabaikan wabah, dan merasa tidak terpapar. Hal tersebut dapat menghilangkan rasa kebersamaan dalam mematuhi protokol kesehatan.

Menurutnya, usaha mengatasi pandemi merupakan tanggung jawab dan komitmen bersama. Konsistensi pelaksanaan PPKM, disiplin menjalankan protokol kesehatan, dan melakukan vaksinasi merupakan keniscayaan dalam menghadapi pandemi.

“Segala ikhtiar maksimal yang bersifat rasional ilmiah dan spiritual ruhaniah harus terus dilakukan sebagai jalan jihad untuk mengakhiri pandemi dengan sikap bijaksana, rendah hati, dan selalu bermunajat. Allah akan memberikan jalan lapang bagi siapapun yang bersungguh-sungguh,” tegas Haedar.

Sikap optimis disertai ikhtiar yang sungguh-sungguh harus menjadi jiwa, pikiran, dan orientasi tindakan masyarakat. Rasa optimis juga menjadi keniscayaan dalam memecahkan berbagai persoalan umat dan bangsa. Seberat apapun masalah yang dihadapi dalam kehidupan, jika semua komponen berkomitmen kuat, bersatu, dan melangkah bersama, maka akan terdapat jalan keluar dari kesulitan.

“Kuncinya adalah ketulusan, kejujuran, rasa saling percaya, rendah hati, kebersamaan, dan kecerdasan. Perbedaan setajam apapun, bila semua pihak mau berdialog dengan jiwa besar dan hati yang lapang, serta berusaha mencapai titik temu, maka pasti akan ada jalan pemecahan atas segala persoalan,” ujarnya.

Baca Juga  Refleksi dan Reformulasi Gerakan Muhammadiyah

Sebaliknya, imbuh Haedar, jika saling bersikap arogan, tidak percaya, keras kepala, khianat, dan dusta bertumbuh di tubuh elit bangsa, maka akan sulit menemukan jalan bersama menuju jalan terang solusi dan kemajuan. Maka, berbekal tekad, persatuan, dan rasa optimisme, Allah akan meringankan beban hidup, dan membuka jalan dari kesulitan menuju kemudahan.

Muhammadiyah, imbuh Haedar, memandang kehidupan dan kematian adalah sesuatu yang luhur, berharga, dan bermakna. Memahami kehidupan harus dilihat dengan bayani, burhani, dan ‘irfani. Muhammadiyah meletakkan persoalan pandemi dalam dimensi tauhid dan hablun minallah sekaligus hablun minannas.

Hidup, sakit, dan mati bukan persoalan praktis dan instrumental laksana barang murah yang mudah dibuang. Hidup dan mati adalah sesuatu yang sangat berharga yang Allah sendiri memuliakannya. Tuhan Yang Maha Kuasa menghargai kehidupan manusia, bahkan satu nyawa sekalipun.

Muhammadiyah memandang hablun minallah dan hablun minannas saling terhubung dan harus melahirkan sikap inklusif sehingga mampu mencerahkan seluruh relung kehidupan.

Reporter: Yusuf

Avatar
1447 posts

About author
IBTimes.ID - Rujukan Muslim Modern. Media Islam yang membawa risalah pencerahan untuk masyarakat modern.
Articles
Related posts
Report

Anak Ideologis itu Amal Jariyah

1 Mins read
IBTimes.ID, Yogyakarta – Pendakwah muda Habib Husein Ja’far Al Hadar menyebut anak ideologis lebih baik daripada anak biologis. Alasannya, karena perjuangan dengan…
Report

Alissa Wahid: Gus Dur Teladan Kesetaraan dan Keadilan

2 Mins read
IBTimes.ID, Yogyakarta – Direktur Jaringan GUSDURian Alissa Wahid memberikan tausiyah pada peringatan Haul Gus Dur ke-15 yang bertempat di Laboratorium Agama UIN…
Report

Alissa Wahid: Empat Faktor Penyebab Meningkatnya Kasus Intoleransi di Indonesia

2 Mins read
IBTimes.ID, Yogyakarta – Direktur Jaringan GUSDURian Alissa Qotrunnada Wahid atau Alissa Wahid menyampaikan bahwa ada empat faktor utama yang menyebabkan tren peningkatan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds