Falsafah

Ibnu Miskawaih dan Mazhab Annales: Punya Filosofi Sejarah yang Sama

3 Mins read

Mazhab Annales – Sejarah mempunyai nilai keilmiahan tersendiri dalam ilmu pengetahuan semenjak diketahui kemunculan pertama kali masa Yunani Klasik hingga masuk ke dalam dunia Islam, bahkan hingga ke ranah Eropa.

Ilmu dan pengetahuan dalam sejarah tidak pernah mengalami pasang surut perbedaan pendapat (kontradiksi) bahkan ada yang cendrung pendapat sama (analogi) dalam setiap materi atau topik yang dibahas dalam kajian sejarahnya.

Terlebih lagi, apabila kita memasuki wilayah berpikir sedalam-dalamnya dalam sejarah atau filosofi historis, maka akan ada banyak perbedaan perspektif dalam landasan berpikir pada nilai kesejarahan.

Ibnu Miskawaih

Sebut saja tokoh cendekiawan muslim yang terkenal dalam dunia kajian jiwa dan etika dalam Islam, bernama Ibnu Miskawaih yang ternyata punya pandangan tersendiri terhadap prinsip kesejarahan serta memiliki persamaan prinsip kesejarahan dengan Mazhab Annales yang baru muncul pada awal abad ke-20.

Sehingga, merubah kajian sejarah yang tidak terlalu kaku pada kajian politik istana atau politik birokrasi. Akan tetapi, lebih mengacu kepada hal yang lebih signifikan yaitu interpretasi atau penafsiran dalam setiap kajain topik sejarah yang diteliti oleh sang penulis dalam karyanya.

Kita bahas dahulu mengenai biografi Ibnu Miskawaih. Dia dikenal masyhur sebagai filsuf muslim yang hidup antara tahun 330-421 H/ 940-1030 M. Ia menyandang nama lengkap Abu Ali Ahmad bin Muhammad Ibnu Miskawaih.

Miskawaih lahir di Rayy, dan menuntut ilmu di Baghdad serta wafat di Isfahan. Setelah menjelajahi berbagai macam kota dan ilmu pengetahuan, ia akhirnya memusatkan diri pada kajian sejarah dan etika.

Gurunya dalam kajian sejarah bernama Abu Bakr Ahmad ibnu Kamil al-Qadhi. Sedangkan dalam ilmu filsafat, Ibnu al-Khammar. Total karyanya berjumlah 18 buah yang didominasi dalam kajian masalah jiwa dan etika.

Baca Juga  Jürgen Habermas: Tidak Ada Identitas yang Tak Tergoyahkan

Salah satu karyanya yang populer adalah al-Ajwibah wa al-Asilah fi al-Nafs wa al-‘Aql artinya Tanya Jawab Tentang Jiwa dan Akal (Drajat, 2006, pp. 42–43).

Filsosofi Historis Ibnu Miskawaih

Mengenai filosofi historis Ibnu Miskawaih, menurutnya sejarah harus ditulis dengan sikap kritis dan filosofis. Baginya, sejarah bukanlah cerita hiburan tentang pribadi raja, melainkan harus mencerminkan struktur politik, ekonomi dan sosial pada masa-masa tertentu, juga harus merekam naik-turunnya peradaban, bangsa dan negara.

Menurutnya, sejarawan harus menjauhi kecendrungan mencampuradukkan fakta dan fiksi. Sejarawan tidak saja tekun mencari fakta, tapi juga harus kritis dalam pengumpulan data.

Selain itu, sejarah juga tidak cukup disajikan melalui data-data, tetapi disertai pula tinjauan filosofis, yaitu menafsirkannya dalam bingkai relasi kuasa yang sarat kepentingan.

Prinsip penulisan sejarah yang dikemukakan Ibnu Miskawaih tersebut sangat mendekati dengan prinsip yang dianut ahli-ahli sejarah modern. H. (Drajat, 2006, pp. 43–44).

Persamaan Filosofi Ibnu Miskawaih dan Mazhab Annales

Demikian pula, kecenderungan adanya persamaan perspektif filosofi historis Ibnu Miskawaih dengan Mazhab Annales yang muncul di Perancis, tahun 1920-an adalah era gerakan “sejarah jenis baru”, yang dipimpin oleh dua guru besar Universitas Strasbourg, Marc Bloch dan Lucien Febvre.

Jurnal terbitan mereka berjudul Annales d’histo ire economique et sociale, isinya mengkritik tajam sejarawan tradisional. Seperti halnya Lamprecht, Turner, dan Robinson, Febvre dan Bloch juga menentang dominasi sejarah politik.

Ambisi dari orang-orang yang bernaung dalam Mazhab Annales sangat jelas yakni ingin mengganti sejarah politik dengan sejarah yang lebih luas dan lebih manusiawi. Suatu sejarah yang berbicara tentang semua kegiatan manusia dan kurang berminat kepada penceritaan kejadian dibanding kepada analisis “struktur”. Sebuah istilah yang kala itu menjadi favorit para sejarawan Perancis, dengan julukan “Mazhab Annales” (Burke, 2003, p. 22).

Baca Juga  Antropologi Islam: Pendekatan Talal Asad (Bagian 1)

Era Mazhab Annales, ide-ide tentang sejarah berupaya dalam mengungkapkan korelasi konkrit antara ilmu pengetahuan sejarah dan kebudayaan. Terkait dengan ini, ada empat argumen tentang karakteristik korelasi antara sejarah dengan kebudayaan pada abad kedua puluh di Perancis, yakni sebagai berikut:  

Pertama, penggunaan pendekatan-pendekatan sejarah memberikan identitas keilmuwan tersendiri pada awal abad ke-20 termasuk tentang nilai historis dari sejarah sosial.

Selanjutnya yang kedua, pada abad ke dua puluh para sejarawan bekerja dengan kompleks tetapi kebanyakan tidak mengikuti para pendahulu mereka terkait tentang pembawaan, adaptasi, dan kritisisme dalam sejarah.

Ketiga, adanya kepentingan kolonialisasi sehingga dibentuk kesarjanaan sejarawan abad ke-20, agar lebih mudah untuk menguasai suatu wilayah jajahannya berdasarkan atas latar historis dan kulturalnya.

Terakhir, para sejarawannya lebih tertarik dalam mengkaji hal yang lebih spesifik dan konkrit. Dalam artian sederhana, mereka menemukan diri mereka dikuatkan untuk mendefenisikan spesifik-spesifik ilmu pengetuan mereka sendiri (Dewald, 2006, p. 98).

Kesinambungan Kajian Sejarah Mazhab Annales

Begitu juga dalam perkembangannya dari sejarawan Mazhab Annales melakukan kajian sejarah dan sosial terus saling berkesinambungan, seperti terlihat pada beberapa tokoh dan kajian pada tahun 1919.

Sejarawan Belanda yang terkenal bernama Johan Huizinga menerbitkan buku Waning of the Middle Ages, tentang kajian kebudayaan pada abad ke-14 hingga abad ke-15 dengan memanfaatkan gagasan-gagasan dari pakar antropologi sosial (Bulhof 1975).

Selanjutnya tepat pada 1929, jumal terbaru mereka berjudul Annales d’histoire economique et sociale mengangkat ahli geografi politik bernama Andre Siegfried dan sosiolog Maurice Halbwachs untuk menjad bagian dewan redaksi bersama para sejarawan lainnya

Yang terakhir, pada tahun 1939, pakar ekonomi bernama Joseph Schumpeter menerbitkan karyanya mengenai daur bisnis yang sumber-sumbernya berasal dari sejarah, dan sosiolog Norbert Elias dengan karyanya The Process of Civilization yang kemudian dikenal sebagai buku klasik.

Baca Juga  Islam Post Konvensional: Agama Kasih Tanpa Pilih

Pada tahun 1949, antropolog Edward Evans-Pritchard, yang sepanjang hayatnya menyokong hubungan erat antara antropologi dan sejarah, menulis sejarah tentang Sanusi dari Cyrenaica (Dewald, 2006, pp. 24–25).

Persamaan Prinsip Kesejarah

Dengan demikian sangat jelas, adanya persamaan prinsip kesejarahan antara Ibnu Miskawaih dan Mazhab Annales. Ibnu Miskawaih yang menuntut adanya sejarah kritis dengan bantuan penafsiran dalam filsafat dan tidak terpaku dalam satu topik kajian saja.

Dan Mazhab Annales, secara terang-terangan, mendeklarasikan historikal sosial dalam berbagai bidang seperti kebudayaan atau kultural, ekonomi dan antropologi, dan sosiologi dan lain sebagainya yang kesemuanya tidak terlepas dari nilai sejarah kritis sesuai dengan prinsip filsafat.

Editor: Yahya FR

Johan Septian Putra
38 posts

About author
Mahasiswa Pascasarjana Prodi Sejarah Peradaban Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Articles
Related posts
Falsafah

Deep Ecology: Gagasan Filsafat Ekologi Arne Naess

4 Mins read
Arne Naess adalah seorang filsuf Norwegia yang dikenal luas sebagai pencetus konsep “ekologi dalam” (deep ecology), sebuah pendekatan yang menggali akar permasalahan…
Falsafah

Sokrates: Guru Sejati adalah Diri Sendiri

3 Mins read
Dalam lanskap pendidikan filsafat, gagasan bahwa guru sejati adalah diri sendiri sangat sesuai dengan metode penyelidikan Sokrates, filsuf paling berpengaruh di zaman…
Falsafah

Homi K. Bhabha: Hibriditas, Mimikri, dan Ruang Ketiga

4 Mins read
Homi K. Bhabha, salah satu tokoh terkemuka dalam teori pascakolonial, berkontribusi membangun wacana seputar warisan kolonialisme secara mendalam, khususnya melalui konsepnya tentang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds