IBTimes.ID – Kepala Pusat Studi Islam dan Filsafat Universitas Muhammadiyah Malang, Pradana Boy menyebut bahwa agama harus senantiasa berdampingan dengan budaya. Ia menyebut bahwa Islam adalah agama yang ramah terhadap budaya.
“Budaya dan agama bisa berdampingan dan bisa membangun sintesis satu sama lain,” ujarnya.
Hal tersebut ia sampaikan dalam kegiatan Online International Seminar “Building International Cooperation to Reinforce Commitments s and Practices of Islam as Rahmatan Lil ‘Alamin”, Rabu (26/1). Kegiatan tersebut digelar oleh INFID, PP Muhammadiyah, dan PBNU.
Menurutnya, Muhammadiyah terus mencoba mengakomodir kedua hal tersebut. Hal tersebut bisa dilihat dari gerakan sukarela Muhammadiyah dalam penanggulangan bencana, Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC).
Dalam gerakan MDMC, ada etika kebudayaan berupa welas asih yang dijunjung tinggi Muhammadiyah dalam melayani semua korban musibah.
“Ini sudah terbukti dari praktik yang sudah dilakukan kurang lebih 100 tahun keberadaan Muhammadiyah,” ungkapnya.
Watak Muhammadiyah yang mendorong modernitas melalui Islam berkemajuan sering dianggap orang sebagai sikap yang anti terhadap budaya. Padahal, sejatinya, Muhammadiyah begitu ramah terhadap budaya, terutama budaya dalam konteks yang luas.
Hal tersebut senada dengan yang disampaikan oleh akademisi Islam asal Tunisia, Syekh Al-Mustawi. Al-Mustawi, dalam kegiatan yang sama menyebut bahwa tafsir Islam bersifat fleksibel dan kontekstual.
Di satu sisi, dua pedoman utama Islam, al-Qur’an dan hadis memiliki redaksi yang stagnan. Namun, di sisi lain, kehidupan manusia sangat dinamis. Oleh karena itu, pemahaman terhadap al-Qur’an dan sunnah harus relevan dengan perkembangan zaman.
Al-Mustawi menceritakan ketika Nabi SAW pernah bertanya kepada Muadz bin Jabal mengenai bagaimana jika Muadz hendak mengadili sesuatu tapi dalilnya tidak ditemukan dalam al-Qur’an dan Hadis. Jawaban Muadz sangat memuaskan Rasulullah. Ia berkata, ”Saya pergunakan pikiranku untuk berijtihad, dan saya takkan berlaku sia-sia.”
“Fleksibilitas dan universalitas dakwah Islam tersebut akan menciptakan maslahat bersama dalam kehidupan umat manusia. Karena di mana ada maslahat, artinya di situlah syariat Allah telah sempurna,” ujar Al-Mustawi.
Indikasi lain dari universalitas dan fleksibilitas dakwah Islam, imbuh Al-Mustawi, adalah keramahan Islam terhadap budaya lokal bahkan menggunakannya untuk menyampaikan nilai-nilai Islam. Menurutnya, umat Islam boleh mengakui dan berkolaborasi dengan lokalitas asal tidak bertentangan dengan ajaran Islam itu sendiri.
Reporter: Yusuf