IBTimes.ID – Najib Burhani (12/03/2022) mengatakan bahwasannya yang dimaksud Islam Berkemajuan untuk hari ini bukanlah “Islam Pamflet” yaitu Islam yang hanya berfokus pada slogan-slogan seperti orang-orang yang selalu menggembor-gemborkan jargon “Islam adalah agama paling baik”, “Islam Toleran”, “Islam Moderat”, tapi yaitu Islam yang memiliki semangat untuk melakukan riset.
“Per hari ini, makna Islam Berkemajuan yang paling utama adalah pada segi risetnya. Islam yang selalu menghadirkan berbagai inovasi dan menghadirkan sesuatu yang meaningful untuk kehidupan, sebagaimana dahulu yang ada di Baghdad saat masa kejayaan Islam. Islam Berkemajuan bukanlah ‘Islam Pamflet’”, ujar Najib Burhani, Peneliti di bidang ilmu sosial, budaya, dan kajian agama di Badan Riset dan Inovasi Nasional dalam acara Workshop Creator Muda Muhammadiyah yang diadakan oleh IBTimes.ID dan didukung oleh Bank Mandiri.
Apalagi jika dikontekskan di Indonesia yang sangat kaya akan sumber daya alamnya, maka, menurut Najib, Islam Berkemajuan dengan makna seperti yang disebut di atas sangatlah dibutuhkan.
Najib menyayangkan bahwa pusat riset per hari ini, khususnya di Indonesia, hanya dimaknai dan berfokus pada kampus semata. Sangat sedikit lembaga-lembaga riset non-kampus yang ada di Indonesia.
“Negara-negara yang maju itu, banyak sekali lembaga-lembaga swasta yang berfokus pada riset. Bahkan 80 persen risetnya dilakukan oleh swasta. Maka, membuat pusat-pusat riset hukumnya wajib untuk memajukan bangsa” kata Najib.
Peran Muhammadiyah Menjaga Demokrasi Bangsa
Najib mengatakan bahwa peran penting Muhammadiyah adalah menjaga demokrasi dan pluralisme yang ada di Indonesia.
“Jika tak ada muhammadiyah, maka pemerintah akan kebablasan karena tak ada kritik yang kuat. Salah satu kritik terbaru Muhammadiyah untuk menjaga demokrasi di Inonesia yaitu terkait wacana untuk menambah masa jabatan. Ini adalah salah satu bentuk untuk menjaga reformasi” jelas Najib.
Menurut Najib, ada lima peran kebangsaan yang diemban oleh Muhammadiyah.
Pertama, Jihad Konstitusi (institutional check on state power). Menurut Najib, Jika Muhammadiyah sebagai lembaga besar tak bersuara, maka pemerintah akan kebablasan. Amerika sekarang menjadi negara yang sangat demokratis karena civil society-nya sangat kuat.
Kedua, vihicle for social cohesion among the citizenry yaitu wahana atau media untuk kohesi sosial di antara warga negara.
Ketiga, Muhammadiyah menolak adanya monolitic islamic state. YakniMuhammadiyah sangat menolak terbentuknya Negara Islam. Ini dibuktikan dengan Muhammadiyah menyusun konsep Darul ‘Ahdi wa Syahadah sebagai afirmasinya terhadap sistem demokrasi yang diterapkan di Indonesia.
Keempat, Backed Democratic Reform atau mendukung sistem demokrasi. Muhammadiyah sangat mendukung merit sistem dan diterapkan di beberapa keputusan dan struktur lembaganya.
Kelima, mencita-citakan idealisme civil society. Dalam hal ini, Najib memberikan contoh kasus di beberapa negara. Misal, kenapa Mesir sering sekali jatuh oleh kekuatan militer? Karena di Mesir itu tak ada civil society. Akhirnya, lanjut Najib, kekuatan yang mendukung demokrasi akan kalah dengan kekuatan yang ada di pemerintah.
“Civil Society yang kuat akan berani bersuara tanpa takut tak mendapat akses dari negara karena sudah punya kemandirian sendiri. Amerika itu demokratis karwna ada civil society kuat yang hidupnya tak bergantung pada negara” jelas Najib.
Tantangan yang Dihadapi oleh Muhammadiyah
Pertama, Isu Kesehatan. Menurut Najib, tantangan Muhammadiyah dalam isu kesehatan yakni bagaimana, misal, responnya terhadap wacana bayi tabung, cloning, dan stem cell yang berkembang di dunia kedokteran dan beberapa hal tersebut bukanlah mustahil dilakukan.
“Termasuk tentang wacana GNOM Editing. Seperti Hitler, mengumpulkan orang cantik, ganteng, pintar, dan kuat supaya punya keturunan-keturunan hebat. Darinya, akan timbul kultur baru yang mana anak akan dipandang wajar jika tak punya orang tua dan bagaimana terkait hukum warisnya. Lalu bagaimana mana Muhammadiyah bisa merespon tantangan ini?” terang Najib.
Kedua, wacana Cyborc, yakni manusia setengah robot. Menurut Najib, ini bisa menjadi etnik baru dan memungkinkan manusia untuk hidup seribu tahun. Lalu, bagaimana Muhammadiyah bisa merespon ini?
Ketiga, Sense of Ugency dalam Climet Change. Karena ada di garis katulistiwa, maka Indonesia akan sektor pertaniannya akan terdampak, lantas bagaiman Muhammadiyah merespon fenomena ini?.
“China, contohnya, sebagai negara kontinental, tak begitu merasakan begitu besar dampak dari climate change” ujar Najib.
Apakah Muhammadiyah Islam Fundamentalis?
Najib Burhani menyebutkan lima ciri-ciri Islam Fundamentalis
Pertama, kecenderungan menentang tanpa argumen (oposisionalisme).
Menurut Najib, Muhammadiyah bisa menerima konsep dan tidak anti kepada konsep pendidikan Barat, maka Muhammadiyah tak bisa digolongkan ke kategori ormas Islam Fundamentalis.
“Kalau ada sekolah sistem bagus, maka bikin yang bagus juga. Bukan memblokir. Harus ditanamkan spirit kompetitif, bukan mentalitas jalanan” ujar Najib.
Kedua, keyakinan tentang kebenaran dan keaslinan Al-Qur,an dari Allah.
Menurut Najib, kelompok fundamentalis yakin penafsiran kelompoknya adalah satu-satunya yang paling benar dan yang lain salah kaprah, tentu Muhammadiyah tak seperti itu.
Ketiga, Authoritarianism.
Ciri dari authoritarianism, menurut Najib, yakni intoleran dan eksklusif.
“Kalau orang Muhammadiyah seperti itu, berarti dia fundamentalis” tegas Najib.
Keempat, anti-Individualisme
Ciri dari anti-individualisme menurut Najib adalah anti-ijtihad dan taqlid pada pandangan tertentu dari kelomponya atau pimpinanya. Mereka tak bisa menerima variasi dan keragaman pemikiran yang ada. Muhammadiyah tentunya sangat menghargai dan menerima keragaman pemikiran yang ada di dalamnya.
Kelima, reactive, defensive, dan selective.
Kelompok Islam Fundamentalis selektif terhadap ayat-ayat Al-Qur’an terutama yang bisa menguntungkan kelompoknya dan sesuai dengan ambisinya. Mereka selektif terhdap budaya yang diambil.
“Baju Arab dan pembatasan perempuan ditekankan, tapi ayat-ayat tentang kemajuan umat tidak terlalu diperhatikan. Terhadap kebudayaan Barat, mereka mengambil tekonologinya dan menolak filosofi yang melandasinya, yaitu modernisasi dan rasionalisasi. Tentunya Muhammadiyah tidak seperti itu” tegas Najib.
Reporter: Yahya FR
Editor: Yusuf RN