Report

Konsolidasi Kebangsaan Angkatan Muda Muhammadiyah

2 Mins read

IBTimes.ID – Senin siang, 5/9/22, di Universitas Muhammadiyah Malang, dihelat “Konsolidasi Kebangsaan Angkatan Muda Muhammadiyah”. Perhelatan akbar ini, dihadiri oleh berbagai tokoh bangsa Indonesia, juga warga Muhammadiyah, khususnya para pimpinan ortom di tingkat pusat.

Ucaptama pada agenda konsolidasi kebangsaan ini dibentangkan oleh Prof. Dr. Haedar Nashir, M.Si. Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Ia menyatakan bahwa, konsolidasi kali ini adalah bagian dari misi tajdid Muhammadiyah untuk mewujudkan Islam rahmatan lil ‘alamin.

Sebelumnya disinggung oleh Diah Puspitarini, Ketua Umum Nasyiatul Aisyiyah, bahwa penting kiranya menghidupkan “spirit hadir” bagi umat, bangsa dan negara, serta kemanusiaan semesta. Hal ini diamini dan direstui oleh Haedar sebagai hal yang baik, visioner dan berkemajuan.

Lebih jauh menurut Haedar, merujuk kepada sejarah di awal abad ke 20, ketika itu berbagai elemen gerakan kemerdekaan hadir melalui agenda kebangkitan nasional. Mereka memiliki kesadaran baru, yakni bergerak bersama melalui gerakan organisasi modern yang hebat. Sebagai contoh dalam gerakan ini adalah Sarekat Islam, Budi Utomo, Al-Irsyad, Muhammadiyah dan Aisyiyah sebagai pergerakan perempuan progresif saat itu.

Kemudian, berbagai elemen gerakan kemerdekaan itu bersepakat melalui “Sumpah Pemuda”. Dari momen khusus ini, menghasilkan kesatuan nasional, yakni satu bahasa dan satu bangsa: Indonesia. Tujuan akhir dari itu semua adalah terbitnya Indonesia merdeka.

Kendati demikian, terdapat tantangan yang tidak mudah. Khususnya berkaitan dengan manuver politik pecah belah atau dikenal dengan istilah devide et impera. Semua itu bisa diselesaikan dengan spirit persatuan dan kesatuan yang kuat.

Lalu pada proses maraton penyusunan dasar negara Indonesia melalui BPUPKI (dua bulan), representasi gerakan nasionalis, sosialis kiri, Islam dan lainnya bersepakat dengan berpijak pada spirit persatuan dan kesatuan yang kuat, serta pada akhirnya menghasilkan Pancasila.

Baca Juga  Dubes RI untuk Lebanon: Masyarakat Harus Banyak Baca Soal Palestina

Ki Bagus Hadikusumo, wakil Muhammadiyah, rela dan ikhlas mencoret tujuh kata Piagam Jakarta pada Sila Pertama Pancasila. Saat itu, “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi para pemeluk-pemeluknya” diubah menjadi “Ketuhanan yang Maha Esa.” Sila Pertama ini, bagi Muhammadiyah adalah tauhid.

Tepat pada Muktamarnya yang ke 47 di Makassar pada 2015 lalu, Indonesia sebagai Negara Pancasila dimaknai oleh Muhammadiyah sebagai Dar al-Ahdi wa al-Shahadah. Hal ini bermakna bahwa masalah persatuan dan kesatuan sudah selesai bagi Muhammadiyah. Menurut Haedar, kita adalah Bhinneka Tunggal Ika. Inilah yang dimaksud dar al-ahd.

Tapi lebih dari itu, Muhammadiyah masih harus berkontribusi bagi bangsa dan negara demi mewujudkan misi dar al-syahadah. Indonesia adalah wadah pembuktian kesungguhan warga Muhammadiyah dalam beragama sekaligus memihak kemanusiaan semesta di bumi Indonesia tercinta kita.

Berbagai era di tanah air ini telah berlalu. Setelah kemerdekaan, terbitlah Orde Lama, kemudian digantikan oleh Orde Baru. Tidak lama kemudian, muncul Reformasi dan saat ini kita hidup di tengah situasi Pasca Reformasi. Itu semua bisa membuat kita berhadapan dengan berbagai masalah, tapi sekaligus kesempatan untuk mendewasakan diri.

Masalah krusial yang harus kita hadapi saat ini adalah polarisasi politik yang tak berkesudahan. Di samping itu, diperberat oleh kebangkitan primordialisme agama, ras, kesukuan dan seterusnya. Lalu ada pula kelompok kecil yang menjunjung ideologi-ideologi ekstrem, yang bertentangan dengan ideologi bangsa. Sementara itu, dalam konteks politik praktis lahir pula oligarkisme politik-ekonomi yang mengabaikan Pancasila. Semua masalah besar ini sangat berpotensi menjerumuskan kita ke dalam jurang konflik dan disintegrasi.

Untuk menjawab itu semua, konsolidasi kebangsaan harus diwujudkan dalam rangka menjaga persatuan dan kesatuan kita. Kita punya modal yang cukup untuk menyukseskan konsolidasi ini: kita punya buku Ideologi Gerakan Muhammadiyah, Muhammadiyah dan Karakter Bangsa, Islam Berkemajuan untuk Indonesia Berkemajuan, dan Negara Pancasila sebagai Dar al-Ahd wa al-Syahadah.

Sebagai ikhtitam, Haedar menyebutkan bahwa ada tiga nilai penting yang harus dijaga: pertama, Pancasila; kedua, agama yang mencerahkan (Islam Berkemajuan); ketiga, budaya bangsa yang moderat dan menyatukan seluruh anak bangsa.

Baca Juga  Berdakwah Melalui Film, Muhammadiyah Tidak Anti Seni

[hb]

Avatar
1346 posts

About author
IBTimes.ID - Rujukan Muslim Modern. Media Islam yang membawa risalah pencerahan untuk masyarakat modern.
Articles
Related posts
Report

UAH: Musik Tidak Selalu Haram

1 Mins read
IBTimes.ID – Ustadz Adi Hidayat (UAH), Wakil Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah menyebutkan bahwa musik tidak selalu haram. Islam itu tidak…
Report

Savic Ali: Muhammadiyah Lebih Menderita karena Salafi Ketimbang NU

2 Mins read
IBTimes.ID – Memasuki era reformasi, Indonesia mengalami perubahan yang signifikan. Lahirnya ruang keterbukaan yang melebar dan lapangan yang terbuka luas, nampaknya menjadi…
Report

Haedar Nashir: dari Sosiolog Menjadi Begawan Moderasi

2 Mins read
IBTimes.ID – Perjalanannya sebagai seorang mahasiswa S2 dan S3 Sosiologi Universitas Gadjah Mada hingga beliau menulis pidato Guru Besar Sosiologi di Universitas…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *