Perspektif

Tragedi Kanjuruhan; Islam Melarang Fanatisme Buta

4 Mins read

Tragedi Kanjuruhan yang Tragis

Peristiwa memilukan terjadi di Stadion Kanjuruhan, Kepanjen, Kabupaten Malang Sabtu (1/10) malam. Derby Jatim antara Arema FC dan Persebaya Surabaya menyisakan duka yang mendalam, lebih dari 127 korban meninggal dunia akibat kerusuhan di dalam stadion ‘kandang’ Singo Edan’ -julukan Arema-. Bagi Aremania, kalah dari ‘Bajol Ijo’ di Kanjuruhan merupakan pertaruhan harga diri, mengingat kedua klub dan suporter dari keduanya sangat kental dengan aroma rivalitas yang tinggi.

Mungkin beberapa orang menganggap bahwa fanatisme yang berlebihan terhadap sesuatu adalah sebuah kebodohan. Sebagaimana kata KH. Ahmad Dahlan, “Kita boleh punya prinsip, asal jangan fanatik. Karena fanatik ciri orang bodoh,”. Tetapi, dalam sepakbola, kecintaan berlebih terhadap klub kesayangan adalah harga diri. Bahkan ada yang menyebutkan klub sepakbola adalah agama kedua bagi mereka yang sangat membela dan mendukung timnya. Sehingga wajar apabila tim tercintanya dihina, diremehkan, atau bahkan sampai kalah dengan rivalnya dikandang sendiri menimbulkan kekecewaan yang berlebih.

Tragedi Kanjuruhan di hari pertama bulan Oktober 2022 ini menjadi peristiwa tragis kedua dalam dunia sepakbola setelah tragedi di Lima, Peru saat Argentina bertamu ke Stadion Nasional Lima 24 Mei 1964 pada kualifikasi Olimpiade Tokyo. 328 nyawa melayang akibat sesak nafas karena gas airmata, hampir sama dengan yang terjadi di Malang semalam. Namun, terlepas dari kejadian yang memilukan tersebut. Fanatisme terhadap sesuatu merupakan sikap yang berlebihan. Karena dalam agama Islam sendiri, sangat tidak diperkenankan berlebih-lebihan.

Dalam surat Al-A’raf ayat 31 Allah swt berfirman yang artinya:

” Wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaianmu yang bagus di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, tetapi jangan berlebih-lebihan. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.”

Belajar Bersikap Dewasa

Suporter suatu klub sepakbola pun beragam jenis dan culture-nya. Ada yang beraliran Hooligan, Ultras, Casual, Tifosi, sampai Mania yang kebanyakan dianut oleh suporter yang ada di Indonesia. Dari kesemuanya memiliki berbagai ciri khas tersendiri, namun semuanya sama, memiliki rasa cinta yang teramat dalam terhadap klub favorit mereka. Sesungguhnya agama Islam tidak melarang kita menyukai sesuatu, namun melarang berlebihan hingga diistilahkan dengan fanatisme buta.

Baca Juga  Membumikan Konsep Pancasila Sebagai Dar al-‘Ahdi Wa al-Shahadah

Kejadian demi kejadian yang ada di persepakbolaan tanah air yang mengorbankan nyawa sudah banyak sekali, salah satunya tragedi kanjuruhan. Memang hal itu kebanyakan didasari karena rasa benci terhadap suporter tim lawan atau rivalnya. Hal tersebut tidak dibenarkan dari segi apapun, termasuk agama dan negara. Bayangkan, ketika yang kita sakiti atau bahkan sampai meninggal dunia adalah kerabat dan keluarga kita. Tentunya kita perlu membangun rasa empati dan toleransi yang kuat dalam menerima perbedaan, dengan kata lain mereka yang bukan saudara kita sesama suporter satu klub, sesungguhnya mereka adalah saudara kita sesama manusia.

Di antara ayat yang secara tegas menyatakan bahwa sesama orang mukmin adalah bersaudara seperti dalam surat al-Hujurat ayat 10, yang artinya:

“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat.”

Kita juga tidak boleh menyalahkan mereka yang sangat mencintai klub sepakbola kesayangannya, karena bagi sebagian dari mereka klub tersebut adalah harga diri dari suatu kota atau wilayah mereka. Mereka mungkin rela berkorban apapun demi tim yang mereka bela, apalagi Indonesia terkenal memiliki suporter yang sangat fanatik dalam memberi dukungan. Namun, tidak ada sepakbola yang seharga nyawa manusia.

***

Perlu adanya sikap dewasa dari semua pihak, terutama suporter serta elemen yang ada. Indonesia pernah ‘dibekukan’ oleh FIFA. FIFA menjatuhkan sanksi untuk Indonesia pada 30 Mei 2015. Sanksi yang diberikan FIFA untuk Indonesia mencakup tiga poin. Pertama, FIFA mencabut keanggotaan PSSI.

Kedua, FIFA melarang Timnas Indonesia ataupun klub tanah air untuk mengikuti kompetisi internasional di bawah naungan FIFA dan AFC. Ketiga, anggota dan ofisial PSSI tidak bisa mengikuti program pengembangan, latihan, maupun kursus dari FIFA dan AFC selama sanksi tersebut masih berlaku. Adanya tragedi Kanjuruhan 1 Oktober 2022 tersebut, membuat masyarakat Indonesia pecinta sepakbola ketar-ketir akan kembalinya FIFA menghukum Indonesia atau PSSI (Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia).

Baca Juga  Menjadi True Islamic Man di Era New Normal

Sepakbola adalah olahraga sekaligus hiburan yang merakyat bagi masyarakat, khususnya di Indonesia. Carut-marut kepengurusan, Liga dan Kompetisi, dan pengaturan skor hingga perjudian sampai-sampai rivalitas yang mengakibatkan nyawa melayang sudah sering kita dengar di kancah sepakbola tanah air. Tetapi, selalu ada harapan dan senyum ceria yang diberikan oleh Timnas Indonesia.

Buktiknya baru saja kita euforia atas kemenangan Timnas dan Shin Tae-yong yang ‘banjir’ pujian, kini kita mendengar kabar duka yang sangat menyedihkan dari Malang. Semoga para korban yang meninggal husnul khotimah, yang dalam perawatan segera diberi kesembuhan, serta kejadian-kejadian yang serupa tak lagi terulang.

Boleh Mencintai, Tapi Jangan Berlebihan

Kita sangat dan diperbolehkan mencintai suatu hal, termasuk klub sepakbola. Namun, ketika hal itu sudah berlebihan maka akan menjadi hal yang kurang baik. Ghuluw dalam agama itu sendiri adalah sikap dan perbuatan berlebih-lebihan melampaui apa yang di kehendaki oleh syariat baik berupa keyakinan dan perbuatan. Menjauhkan diri dari sikap ghuluw atau ekstrem berlaku untuk segala peri kehidupan, termasuk dalam mendukung sebuah klub sepakbola. Islam mengajarkan konsep keseimbangan dalam memenuhi berbagai kecenderungan yang ada pada diri manusia.

Jangankan mendukung klub bola atau lainnya. Dalam beribadah pun kita diingatkan untuk tidak berlebihan. Rasulullah bersabda:

 أَنَّ عَائِشَةَ زَوْجَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخْبَرَتْهُ أَنَّ الْحَوْلَاءَ بِنْتَ تُوَيْتِ بْنِ حَبِيبِ بْنِ أَسَدِ بْنِ عَبْدِ الْعُزَّى مَرَّتْ بِهَا وَعِنْدَهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ هَذِهِ الْحَوْلَاءُ بِنْتُ تُوَيْتٍ وَزَعَمُوا أَنَّهَا لَا تَنَامُ اللَّيْلَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَنَامُ اللَّيْلَ خُذُوا مِنْ الْعَمَلِ مَا تُطِيقُونَ فَوَاللَّهِ لَا يَسْأَمُ اللَّهُ حَتَّى تَسْأَمُوا

Sesungguhnya Aisyah istri Nabi Saw mengabarkan tentang Al Haula`a binti Tuwait bin Habib bin Asad bin Abdul ‘Uzza ketika ia melewatinya, sementara di sisinya ada Rasulullah. Aisyah pun berkata, “Perempuan ini adalah Al Haula` binti Tuwait, orang-orang menganggap bahwa ia tidak pernah tidur malam.” Maka Rasulullah bersabda, “Benarkan ia tidak tidur malam? Hendaklah kalian beramal sesuai dengan kemampuan kalian, karena demi Allah, Allah tidak akan bosan hingga kalian sendiri yang bosan.” (HR. Bukhari & Muslim)

Baca Juga  Impact Pandemik Covid-19 dalam Perspektif PAUD

Mari kita mencintai apapun termasuk klub sepakbola dengan sewajarnya, serta tidak melakukan hal-hal yang nantinya dapat menimbulkan ketidakbaikan pada diri kita sendiri. Sepakbola bukan sekadar hidup dan mati, bahkan lebih dari itu, kata Bill Shankly, legenda Liverpool FC. Namun, tak seharusnya kita mempertaruhkan hidup kita dan tak ada pertandingan atau klub sepakbola yang sebanding dengan nyawa. Jika ada, lebih baik sepakbola tidak ada sama sekali daripada mempertaruhkan kehidupan manusia.

Editor: Soleh

Hendra Hari Wahyudi
97 posts

About author
Anggota Majelis Pustaka, Informasi dan Digitalisasi Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur periode 2022-2027
Articles
Related posts
Perspektif

Etika di Persimpangan Jalan Kemanusiaan

1 Mins read
Manusia dalam menjalankan kehidupannya mengharuskan dirinya untuk berfikir dan memutuskan sesuatu. Lalu Keputusan itulah yang nanti akan mengantarkan diri manusia ke dalam…
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…

3 Comments

  • Avatar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds