“Jika ingin mencari kedamaian dan berbakti pada Muhammadiyah, di Yogyalah tempatmu!”
Abdul Hamid BKN (Bin Kartowirono) tercatat dengan tinta emas karena namanya selalu mengiringi sejarah Muhammadiyah. Namanya telah tercatat bersama R.H. Hadjid, Haji Sjudja’, Haji Mochtar, Haji Wasool Dja’far, dan lain-lain ketika bergabung dalam Fathul Asrar wa Miftahus Sa’adah (FAMS), sebuah jamaah pengajian yang dibina oleh KH. Ahmad Dahlan sebelum Muhammadiyah berdiri.
Ia aktif di Kepanduan (Padvinder) Muhammadiyah yang dikenal dengan nama Hizbul Wathan (HW). Aktif juga di Muhammadiyah Bagian Tabligh dan Taman Pustaka. Setiap kali Muhammadiyah menggelar congres (muktamar), maka namanya selalu tercatat dalam struktur kepanitiaan. Nama Abdul Hamid BKN pula yang mengingatkan warga Muhammadiyah saat ini dengan sosok Ir. M. Dasron Hamid, M.Sc, putranya yang ke-10 dari 11 bersaudara.
Mohammad Dasron Hamid lahir di Yogyakarta pada 29 Agustus 1940 dari pasangan Abdul Hamid BKN dan Siti Mariyah. Terlahir dari kalangan keluarga santri, Dasron kecil tumbuh dan berkembang di kampung Suronatan.
Ia menempuh pendidikan dasar di Sekolah Rakyat (SR) Muhammadiyah Purwodiningratan. Sejak duduk di bangku SR, Dasron dikenal anak bandel. Dia sulit diajak mengaji. Putra ke-10 Abdul Hamid BKN ini memang susah untuk konsentrasi belajar membaca Al-Qur’an.
Saking bandelnya, konon sang ibu sampai menyerahkan Dasron kepada Siti Hadifah, istri Zuhron Hamid (kakak kandung), untuk dibimbing membaca Al-Qur’an. Entah karena sungkan atau barangkali malu, di tangan Siti Hadifah, Dasron kecil akhirnya mau belajar Al-Qur’an dengan baik.
Tidak beberapa lama, setelah Dasron kecil bisa membaca Al-Qur’an, ibunya meninggal dunia. Ia baru duduk di bangku SR kelas lima sewaktu ibunya berpulang ke rahmatullah. Anak kecil ini belum tahu arti sebuah kepergian panjang.
***
”Saya hanya bengong, tidak tahu apa-apa kecuali merasa sangat takut ditinggal. Karena pada waktu itu, kepada ibulah semua bermuara. Apapun keperluan, semua meminta kepada ibu”, kenang Dasron ketika sang ibu meninggal dunia.
Setelah tamat SR Muhammadiyah Purwodiningratan (1954), Dasron melanjutkan studi di SMP Negeri 2 Yogyakarta. Naluri sebagai putra seorang aktivis membuat Dasron berkecimpung di organisasi pelajar.
Pada tahun 1956, ketika masih duduk di bangku SMP kelas dua, ia bersama kawan-kawan pelajar dipimpin oleh Warsito melakukan aksi demo mogok belajar. Dasron dan kawan-kawan menuntut pergantian kepala sekolah, Bapak Soeitoe, yang dinilai tidak baik. Aksi mogok belajar sampai harus ditangani Dewan Pemerintah Daerah (DPD) pada waktu itu.
Lulus SMP (1957), Dasron melanjutkan studi di SMA Muhammadiyah 1, tapi setelah mengetahui ia diterima di SMAN 3 Padmanaba, pikirannya berubah. Ia pun lebih memilih melanjutkan studi di SMAN 3 Padmanaba, sebab sekolahan ini tergolong favorit pada waktu itu. Di sekolahan inilah Dasron menamatkan pendidikan menengah atas pada tahun 1960.
Kehidupan Dasron sejak kecil hingga menginjak masa remaja tergolong lurus dan mulus. Sejak masuk SR hingga SMA, ia tidak memiliki cita-cita di masa depannya. Hendak jadi apa dia di kemudian hari tidak pernah terbersit dalam pikirannya. Namun, menjelang akhir SMA, Dasron mengaku sempat bercita-cita ingin menjadi pilot. Tapi sang ayah justru menghendaki dirinya menjadi dokter.
Menuruti kehendak sang ayah, Dasron muda memutuskan untuk mengikuti ujian masuk di Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada (UGM). Pada waktu itu, kakak perempuan Dasron berhasil diterima di Fakultas Kedokteran Gigi UGM, tapi dirinya malah tidak lulus. Tak patah arang, Dasron mendaftar di Fakultas Pertanian dan Kehutanan UGM. Di fakultas inilah, putra Abdul Hamid BKN ini diterima.
***
Pada tahun 1963, Dasron pindah dari Fakultas Pertanian dan Kehutanan karena telah dibuka Fakultas Teknologi Pertanian UGM. Ia termasuk salah satu pioner fakultas baru ini. Bahkan, sebelum lulus dari fakultas ini, Dasron sudah ditawari menjadi asisten dosen. Di fakultas baru ini pulalah putra Abdul Hamid BKN ini merampungkan pendidikan S1 pada tahun 1970. Pada tahun 1980, ia merampungkan studi S2 di Development Studies Centre The Australian National University.
Berbekal pengalaman sebagai salah satu pioner Fakultas Teknologi Pertanian UGM, Dasron Hamid kembali ke habitatnya, yaitu Muhammadiyah. Di luar Muhammadiyah, ia aktif memajukan sepak bola di kepengurusan PSSI.
Pada tahun 1981, sebagai perintis, Dasron Hamid dipercaya menjabat sebagai Pembantu Rektor II mendampingi Bakri Syahid, Rektor UMY pertama. Pada periode 1986-1977, Dasron Hamid pertama kali mendapat amanat sebagai Rektor UMY.
Seperti halnya sepak terjang sang ayah, Dasron Hamid telah menapaki karir organisasi di Muhammadiyah, mulai dari keanggotaannya di Pemuda Muhammadiyah hingga menduduki jabatan sebagai Ketua IV di pucuk pimpinan organisasi otonom Muhammadiyah ini.
Ia juga masuk dalam jajaran teras Muhammadiyah, sebagai Bendahara (1995-1997), dan pernah juga sebagai Ketua Badan Pendidikan Kader PP Muhammadiyah (1990-1995). Pernah juga menjabat sebagai ketua LPSDM PP Muhammadiyah (1997-2000) dan Koordinator Bidang Ortom/AMM PP Muhammadiyah (2000-2001).
Pada periode 2001-2005, Dasron Hamid kembali dipercaya sebagai Bendahara PP Muhammadiyah. Pasca Muktamar di Malang (2005), ia dipercaya sebagai Ketua Lembaga Lingkungan Hidup PP Muhammadiyah untuk periode 2005-2010. Sepak terjang Dasron Hamid yang membuat decak kagum banyak kalangan adalah keterlibatannya dalam kepanitiaan Muktamar Muhammadiyah sejak tahun 1968 (Muktamar ke-37) hingga pelaksanaan Muktamar Seabad Muhammadiyah (2010) di UMY.
Dasron Hamid Angkat Lagi Citra UMY
Rabu, 25 Juli 2008, Dasron Hamid ditetapkan sebagai Rektor UMY. Ini bukan untuk pertama kalinya Dasron menjabat sebagai Rektor UMY. Pertama kali UMY didirikan, ia sudah menjabat sebagai Pembantu Rektor II (1981-1984), lalu ia ditetapkan sebagai PJ Rektor (1984-1985), dan akhirnya menjabat sebagai Rektor (1986-1997). Namun, pengangkatan Dasron Hamid sebagai Rektor UMY pada tahun 2008 sungguh terasa berat.
Citra dan nama baik UMY pada tahun 2008 sedang anjlok. Semasa kepemimpinan Dr. Khoiruddin Bashori, kasus Banyugeni sempat ramai diberitakan media massa nasional. Kasus ini telah mencoreng citra dan nama baik UMY karena proyek Banyugeni merupakan kebohongan besar. Sebagai bentuk pertanggung jawaban, maka Khoiruddin Bashori harus meletakkan jabatan sebagai Rektor UMY.
Sosok Dasron Hamid, yang pada waktu itu menjabat sebagai Wakil Ketua BPH UMY, ditetapkan sebagai pengganti Khoiruddin Bashori. Sidang Pleno PP Muhammadiyah telah menyepakati pengangkatan Dasron Hamid sebagai Rektor UMY. Sebuah amanat yang sangat berat bagi Dasron, karena ia harus memulihkan citra dan nama baik UMY. “Karena itu, saya harus ikhlas menerima amanat yang tidak ringan ini!” tegasnya.
Sudah pasti, langkah pertama yang ditempuh Dasron Hamid adalah memulihkan ‘cidera akademik’ UMY. Ia memastikan pemberhentian proyek Banyugeni yang bermasalah tersebut.
Sebagai salah satu pendiri UMY, Dasron jelas tahu banyak tentang seluk-beluk kampus tersebut. Tanpa harus menunggu lama, ia mulai melakukan pembenahan, bekerja keras tanpa publikasi media massa. Termasuk amanat terbesar yang diemban UMY adalah persiapan penyelenggaran Muktamar Seabad Muhammadiyah di Yogyakarta (2010). Kebetulan, UMY dipercaya sebagai tuan rumah.
Dasron Hamid menerapkan manajemen kepemimpinan modern di UMY. Ia bertindak profesional tanpa melibatkan urusan pribadi dan keluarga ketika memagang amanat sebagai Rektor UMY.
Model kepemimpinan Dasron Hamid yang menggunakan gaya manajemen modern mendapat apresiasi dari Prof. Malik Fadjar, mantan Menteri Pendidikan Nasional. “Sesungguhnya, kuatnya ruh Muhammadiyah mendasari sikap dan kiprah Dasron Hamid inilah yang membuat semua menjadi lancar jalannya”, kesan Malik Fadjar.
***
Dalam rangka mengembangkan UMY, Dasron Hamid mengambil langkah-langkah strategis. Di antaranya adalah pengembangan internal untuk pengembangan akademik, memperluas jenjang pendidikan, dan meraih akreditasi.
Upaya pengembangan akademik tidak lepas dari kebijakan perekrutan dosen-dosen berkualitas di UMY. Pada tahun 2007-2008, UMY memiliki dosen 328 orang, terdiri dari 35 orang lulusan S1, 226 orang sedang/lulus S2, dan 67 orang sedang/lulus S3.
Pada tahun 2009-2010, jumlah dosen UMY 335 orang, terdiri dari 27 orang lulus S1, 247 orang sedang/lulus S2, dan 81 orang sedang/lulus S3. Berbagai sarana pendidikan, mulai dari pembangunan gedung, laboratorium, dan perpustakaan telah menopang proses belajar mengajar di UMY selama ini. Selain itu, berbagai pusat kajian dan penelitian juga mendapat perhatian dari Dasron Hamid.
Unggul dalam Pengembangan Ilmu dan Teknologi
Untuk dapat mencapai cita-cita menjadi kampus yang “unggul dalam pengembangan ilmu dan teknologi”, UMY jelas tidak bisa merasa cukup dengan kondisi seperti saat ini.
Kampus ini harus bersaing dengan perguruan tinggi lain di Indonesia. Bahkan, UMY harus mampu menunjukkan diri kepada dunia sebagai kampus yang unggul dalam pengembangan teknologi. Oleh karena itu, kebijakan strategis menjalin kerjasama, baik dengan perguruan tinggi di dalam negeri maupun di luar negeri, harus terus dilakukan.
Selama ini, UMY terbukti sukses dalam menjalin kerjasama dengan universitas-universitas lain, baik di dalam maupun di luar negeri. Kerjasama UMY dengan universitas-universitas di luar negeri terus dilanjutkan pada masa kepemimpinan Dasron Hamid. Tidak hanya melanjutkan program-program kerjasama yang sudah ada, tetapi Dasron Hamid juga membuka kerjasama baru dengan beberapa universitas di luar negeri.
Pada tahun 2007, Korps Mahasiswa Hubungan Internasional UMY telah mendapat penghargaan dalam ajang ASEAN TAYO 2007 (Ten Accomplished Youth Organization) atau sepuluh organisasi berprestasi yang digelar di Cebu City, Philipina, pada 28-30 November 2007.
Pada tahun 2008, dua mahasiswa UMY, Risa Qoni’ah dan Miftahul Ulum, dari Jurusan Hubungan Internasional, Fisipol, berhasil lolos seleksi beasiswa The Indonesian English Language Study (IELSP) sehingga memperoleh kesempatan belajar bahasa Inggris dan budaya ke Universitas Arkansas dan Arizona (Amerika Serikat), dan masih banyak lagi prestasi lainnya.
BIODATA | |
Nama Lengkap | Ir. M. Dasron Hamid, M.Sc. |
Tempat/Tanggal Lahir | Yogyakarta, 29 Agustus 1940 |
Editor: Yahya FR