IBTimes.ID – Saad Ibrahim, Ketua PP Muhammadiyah menyebut bahwa Islam Berkemajuan sudah menjadi bagian gerak Muhammadiyah sejak awal. Islam Berkemajuan bukan lagi sesuatu yang mau diraih, namun itu sudah dilaksanakan.
Islam Berkemajuan bermakna Islam yang terbuka terhadap dunia sains, ilmu pengetahuan, dan teknologi modern. Namun tidak hanya sekedar terbuka. Menurutnya, diperlukan konteks yang disebut dengan kemajuan yang Islami.
Hal ini disampaikan oleh Saad Ibrahim dalam “Pengajian Milad ke-62 Universitas Ahmad Dahlan” pada Kamis (15/12/22).
Islam Berkemajuan bukan lagi sesuatu yang diraih, tapi sudah lama dilaksanakan oleh Kiai Dahlan dan Muhamamadiyah dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Saad menyampaikan bahwa, ketika Kiai Dahlan menata arah kiblat, ia menggunakan ilmu falak/ilmu astronomi. Hal ini menjadi bagian dari peletakan dasar dalam Muhammadiyah berislam dengan Islam Berkemajuan.
Elan vital dari The Golden Age of Muslim History, imbunya, adalah dunia sains. Ilmu-ilmu yang kemudian diberikan dasar, digantungkan, dan diukur oleh dimensi-dimensi nash Alquran dan Hadis.
Salah satu tokoh dari kemajuan sains dan ilmu pengetahuan adalah Ibnu sina. Salah seorang filsuf muslim sekaligus bapak kedokteran modern yang tengah dikenal oleh seluruh kalangan manapun dengan berbagai karyanya. Salah satunya adalah Kitab Asy-Syifa, yang sangat bernuansa teologi dan islami.
Sekalipun dunia ilmu pengetahuan dan sains berkembang pesat saat itu, imbuh Saad, tidak pernah terjadi sekularisme. Agama tetap berdiri kokoh di tengah masyarakat dan posisi Allah tetap yang paling tinggi dan utama. Hal inilah kemudian dipresentasikan dalam nash-nash Alquran dan hadis Nabi.
Di tengah perkembangan sains dan teknologi saat ini, manusia mulai disibukkan dengan dirinya sendiri tanpa membangun relasi sosial dengan orang lain. Relasi antar sesama makhluk perlahan lenyap dan hilang. Jepang, misalnya, mencoba menyelesaikan persoalan tersebut adalah dengan menciptakan masyarakat 5.0.
Menurut Saad, usaha dan ikhtiar yang dilakukan oleh Jepang adalah upaya untuk membangun kembali relasi sosial antar manusia. Tapi ada yang lebih penting, yaitu menormalisasi hubungan antara manusia dengan Allah yang secara tidak sadar mulai hilang terenggut dari adanya kemajuan teknologi.
“Oleh karena itu, kita harus tetap menjadikan Allah sebagai yang utama, lalu kita, kemudian karya yang kita hasilkan. Hasil karya itu pun harus kita kuasai, jika dirasa sulit maka gantungkan kepada Allah. Insyah Allah jika kita membuka HP kita dengan basmallah, Allah akan menuntun kita,” tutup Saad.
Reporter: Saleh/Yusuf