Perspektif

Makna Religius: Tak Sekadar Percaya kepada Tuhan

3 Mins read

Dalam pembukaan ASEAN Intercultural and Interreligious Dialogue Conference (IIDC). Presiden Joko Widodo melalui sambutannya mengatakan bahwa “di sisi yang lain, di bidang keagamaan masyarakat dunia mulai semakin tidak religius”. Menurut survei IPSOS, 29 persen responden dari 26 negara menyatakan bahwa mereka agnostik dan ateis. Selain itu, jumlah kekerasan atas nama agama semakin meningkat (Erwanti, 2023).

Sambutan Presiden Joko Widodo di atas, nyaris tidak ada yang salah. Memang benar dalam kenyataannya, seringkali agama dijadikan legitimasi bagi sumber-sumber kekerasan. Namun, yang menarik adalah ketika pernyataan itu diposting di media sosial dan dikomentari oleh para netizen. Netizen yang mengomentari rata-rata menganggap bahwa religius itu hanya menyangkut ibadah wajib. Sehingga tak jarang ada yang berkomentar, “perlunya setiap sore diadakan pengajian”.

Namun jika memang kata “religius” ini hanya diperuntukan hanya untuk ibadah-ibadah wajib, mengapa Tuhan menciptakan manusia? Bukankah dengan adanya malaikat saja sudah cukup.

Religius Memiliki Makna yang Luas

Di dalam pernyataan Presiden Joko Widodo religius diartikan sebagai konsep keyakinan tentang adanya Tuhan. Bahwa masyarakat dunia semakin tidak religius, artinya masyarakat sudah tidak percaya lagi adanya Tuhan. Untuk kasus di Indonesia, tentu itu tidak akan terjadi. Sebab bagaimanapun, masyarakat Indonesia masih mempercayai Tuhan dengan konsepsinya masing-masing. Namun, apakah hidup di dunia ini hanya cukup dengan percaya adanya Tuhan tanpa melaksanakan perintahnya.

Perintah untuk melaksanakan ajaran Tuhan atau religius di dalam komentar para netizen selalu dimaknai dengan sempit sebagai ibadah yang wajib saja. Kalau memang hanya ibadah yang wajib saja. Bukankah malaikat sudah melaksanakannya dengan baik tanpa kehadiran manusia. Oleh karena itu, makna atau arti religius sebenarnya tidak sesempit yang kita bayangkan.

Baca Juga  Masa Depan Lapangan Pekerjaan di Era Otomatisasi

Dalam kamus An English Reader’s Dictionary. A.S Homby dan Parnwell mengartikan religi sebagai berikut:

  • Belief in God as creator and control of the universe, yang artinya kepercayaan kepada Tuhan sebagai pencipta dan pengatur alam semesta.
  • System of faith and worship based on such belief, yang artinya sistem iman dan penyembahan didasarkan atas kepercayaan tertentu.

Menurut Harun Nasution, religi berasal dari kata relegere yang mengandung arti mengumpulkan dan membaca (Munawaroh, 2019). Pengertian tersebut sejalan surah Al-’Alaq “bacalah dengan (menyebut) nama Rabbmu yang menciptakan”. Menurut KH. Husein Muhammad, kata “iqra” merupakan kata bernuansa metaforis (majaz) yang padat makna. Ia bisa bermakna: lihatlah dan pandanglah semesta, pikirkan dan renungkan inti manusia dan realitas kebudayaan.

***

Lihatlah dirimu sendiri dan renungkan dalam-dalam. Lihatlah tingkah laku manusia di sekelilingmu. Lihatlah mereka yang suka menindas, memperbudak, dan melakukan kekerasan (Pratama, 2022). Oleh karena itu, membaca disini maknanya sangat luas, berkaitan dengan ibadah yang sifatnya personal dan sosial. Menurut Nurcholis Madjid, agama adalah petunjuk hidup bagi manusia. Pemberian ini merupakan kehormatan dari Allah kepada manusia.

Manusia harus bertanggung jawab atas fungsinya sebagai ciptaan. Manifestasi tanggung jawab tersebut merupakan realisasi diri sesuai dimensi kemanusiaan. Realisasi ini menyangkut etos perilaku kemanusiaan. Mulai dari diri sendiri seperti bersikap sabar dan bersyukur. Serta etos sosial seperti saling menghargai, saling mengasihi, dan mencintai (Sihotang, 2019). Disadari atau tidak bahwa keberagamaan di Indonesia lebih mengedepankan kesalehan ritual daripada kesalehan sosial. Sehingga di dalam menghadiri persoalan-persoalan yang menyangkut hajat dasar kehidupan manusia, kita sebagai yang beragama seringkali gugup dalam menghadapinya.

Kita kerap terjebak pada ibadah-ibadah formal tanpa mau melihat kenyataan sosial. Seringkali kita gagal untuk melihat realitas yang dihadapi. Menurut Abdurrahman Mas’ud, masyarakat pada umumnya kurang memiliki sifat humanis bahkan untuk dirinya sendiri. Sebagaimana contoh paling nyata adalah kita sulit menghadapi kerasnya kehidupan.

Baca Juga  Ulul Albab, Karakter yang Harus Dimiliki!

Padahal di dalam teks suci agama sudah dikatakan bahwa hiduplah di dunia dengan sabar dan penuh rasa Syukur. Begitupun dengan sesama manusia. Sebagaimana hadits Nabi Saw, “tidaklah beriman seseorang diantara kalian sehingga dia mencintai saudaranya sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri” (HR. Bukhari). Oleh karena itu, sikap religius adalah sikap ibadah yang diorientasikan bukan hanya untuk diri sendiri, melainkan untuk kehidupan sosial.

Daftar Pustaka

Erwanti, M. O. (2023, Agustus 7). Jokowi: Masyarakat Dunia Semakin Tidak Religius. Retrieved from detik.news.com.

Munawaroh, O. (2019). Budaya Religius (Basis Pembentukan Kepribadian Religius). Indonesia: Universitas KH. A. Wahab Hasbullah.

Pratama, W. C. (2022, April 19). Makna Iqra dalam Surat Al’-Alaq menurut KH. Husein Muhammad. Retrieved from katalogika.com.

Sihotang, K. (2019). Kerja Bermartabat Kunci Meraih Kesuksesan. Jakarta: Universitas Atma Jaya.

Editor: Soleh

Related posts
Perspektif

Menata Ulang Perangai Ilmiah Masyarakat Indonesia

4 Mins read
Kendati telah menginjak usia tua, Indonesia tampak masih mengalami hambatan serius dalam proses memajukan ilmu pengetahuan. Merandeknya budaya ilmu pengetahuan itu berjalan…
Perspektif

Membandingkan Ushul Fiqh, Mencari Titik Temu antar Mazhab

6 Mins read
Abad kedua Hijriah adalah era kelahiran mazhab-mazhab hukum. Dua abad kemudian, mazhab-mazhab hukum ini telah melembaga dalam masyarakat Islam dengan pola dan…
Perspektif

Mendorong Kembali Keterwakilan Perempuan dalam Institusi-Institusi Publik

3 Mins read
“Perempuan harus kerja lebih keras 2 kali, lebih baik 2 kali untuk mencapai level yang dianggap setara dengan laki-laki di dunia kerja….

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *