Pandangan Orang Muhammadiyah Tentang Ziarah
Berbeda dengan warga Nahdliyin yang sudah akrab dengan ziarah kubur bahkan hingga berkeliling ke berbagai daerah untuk ziarah kubur. Sebagian warga Muhammadiyah masih ada yang sangat berhati-hati hingga terlihat mendekati anti dengan ziarah kubur. Berbagai sebab saya temui dari warga Muhammadiyah yang kurang minat dengan ziarah kubur. Terlepas dari soal waktu dan jarak, ada beberapa hal yang sepertinya menjadi sebab sebagian warga Muhammadiyah tidak atau jarang melakukan ziarah kubur.
Biasanya salah satu alasannya yaitu soal berdoa. Dikatakan bahwa kalau ziarah itukan mendoakan yang sudah berpulang dan berdoa bisa dilakukan dimana-mana, jadi tidak perlu melakukan ziarah kubur. Pernyataan tersebut memang bisa dikatakan benar bahwa berdoa memang bisa dimana-mana. Sebab lainnya yang menjadikan warga Muhammadiyah jarang ziarah kubur adalah soal TBC (Tahayul, Bid’ah, dan Khurafat). Masih banyak warga Muhammadiyah yang menilai kalau ziarah itu pasti menuju kepada perbuatan yang dinilai bid’ah atau bahkan syirik. Hal tersebut karena ditakutkan justru malah menjadikan orang yang sudah berpulang tersebut perantara dalam meminta hajat.
Dua alasan berdasarkan agama di atas itulah yang sering menjadi sebab mengapa warga Muhammadiyah jarang ziarah kubur. Bukan hanya ke kubur leluhur tetapi juga termasuk ziarah ke kubur ulama ataupun tokoh Muhammadiyah sekalipun. Maka tidak heran jika ada yang menyampaikan bahwa dapat dimungkinkan yang paling sering menziarahi kubur Kiai Dahlan dan tokoh Muhammadiyah di Karangkajen itu bukan dari warga Muhammadiyah itu sendiri.
Menjadi Warga Muhammadiyah Hobi Ziarah
Sebagai seorang warga Muhammadiyah yang lahir dari keluarga Nahdliyin, ziarah kubur sudah menjadi hal yang biasa ditemui bahkan dilakukan. Menjelang Ramadan, Idulfitri, atau setiap hampir dua bulan sekali keluarga melakukan ziarah ke kubur saudara ataupun leluhur. Hal tersebut dilakukan bukan hanya untuk berdoa yang bisa dilakukan dimana saja, tetapi juga membersihkan kubur dari rumput ataupun merapikannya.
Bagi pribadi, ziarah bukan hanya tentang mendoakan dan juga membersihkan kubur mereka. Tapi bagi saya, ziarah juga menjadi media langsung untuk belajar sejarah. Seperti ketika saya berziarah ke kubur Raja-raja di Imogiri, Kotagede, Banyusumurup, Kiai Dahlan, Nyai Siti Walidah, KH. Munawwir, KH Ali Maksum, dan beberapa kubur tokoh yang dihormati lainnya. Mungkin tak sedikit yang beranggapan bahwa ziarah ke beberapa tempat tersebut untuk meminta berkah kepada ahli kubur.
Namun bukan itu tujuan saya, dengan ziarah langsung ke tokoh yang memiliki peran dalam sejarah maka dapat sekaligus mengetahui sejarah langsung para tokoh yang dikenal dan dikenang dalam sejarah. Selain itu juga dapat mengetahui sejarah tempat tersebut, karena biasanya para tokoh juga dimakamkan di tempat yang memiliki sejarah semasa hidupnya termasuk berbagai peninggalan bersejarah lainnya. Tetapi memang, ketika berziarah ke beberapa kubur orang yang dihormati terkadang masih terdapat cerita yang dibuat serta dikaitkan dengan hal mistis dimana pastinya bukan berdasar dari sumber sejarah yang jelas. Terlepas dari hal itu, mengunjungi, mengetahui, dan mengambil pelajaran dari sejarah adalah sebuah hal yang penting.
Ziarah Kubur Menurut Muhammadiyah
Sebelum membahas bagaimana ziarah kubur menurut pandangan Muhammadiyah melalui Majelis Tarjih, ada salah satu ceramah Prof. Haedar Nashir (Ketua Umum PP Muhammadiyah 2022-2027) yang diunggah melalui channel Youtube Muhammadiyah membahas mengenai ziarah kubur.
Prof. Haedar menyampaikan, Berdoa di kuburan gapapa, berdoa dimana saja kan boleh. Nah menjadikan proses ziarah itu menjadi identik seluruhnya dengan agama itu masalah. Tapi sama masalahnya orang Muhammadiyah alergi ziarah kubur, nah itu sama masalahnya. Setiap mau datang ke kuburan saja, wah itu sudah TBC (Tahayul, Bidah, dan Khurafat). Saya dan Pak Kiai Tafsir misalkan datang ke kuburan Kiai Dahlan, langsung dihakimi. Padahal itukan sunnah Nabi mendoakan disana dan lain sebagainya. Jadi jangan anti ziarah.
Kurang lebih seperti itu ungkapan Prof. Haedar mengenai ziarah kubur yang mungkin bagi sebagian warga Muhammadiyah dinilai sebagai suatu hal yang dihindari. Setelah menyimak video tersebut, jika boleh meminjam kalimat Gus Iqdam, saya sebagai warga Muhammadiyah yang suka ziarah langsung merasa dekengane pusat (dukungan orang pusat).
Kemudian menurut Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah, ziarah kubur merupakan anjuran atau bernilai sunnah dan berlaku bagi seluruh kaum muslim baik laki-laki maupun perempuan. Ziarah kubur dilakukan untuk mendoakan orang yang sudah berpulang begitu juga untuk mengingat kematian. Bukan untuk mengkramatkan kubur ataupun meminta-minta kepada orang yang telah meninggal tersebut.
Tata Cara dan Adab dalam Ziarah Kubur
Dalam melakukan ziarah kubur, hal yang dilakukan diantaranya yaitu mengucapkan salam kepada penghuni kubur. Hal tersebut bukan hanya menjadi doa namun juga sebagai bentuk penghormatan. Selain itu ketika ziarah kubur pastinya mendoakan orang yang telah wafat tersebut agar diberikan ampunan, rahmat, ataupun segala doa baik untuk mereka. Jangan sampai justru malah ketika ziarah kubur meminta-minta kepada orang yang telah wafat karena hal tersebut jelas terlarang.
Sekalipun sedang berziarah tetap dianjurkan untuk berdoa menghadap kiblat sebagaimana yang dilakukan Rasulullah Saw saat berziarah. Kemudian dianjurkan ketika berziarah kubur untuk melepas alas kaki, namun hal tersebut dilakukan apabila tidak membahayakan. Dalam ziarah juga dilarang oleh Rasulullah Saw untuk menginjak ataupun menduduki sebuah kuburan.
Editor: Soleh
Kenapa tidak lengkap ya. Maksudnya panduan ziarah kubur menurut Muhammadiyah seperti apa? Yg lebih rinci seperti Apakah ada tuntunan membaca Fatihah,tahlil,dll
Apakah ada perbedaan cara salam dan bacaan do’a apa saja selama berziarah (Dijelaskan dalam bahasa Latin) menurut panduan Muhammadiyah dan Nadhliyin?