Falsafah

Ketika Ibnu Sina Bicara Metafisika

3 Mins read

Sejatinya, filsafat pertama atau metafisika sudah dipelajari banyak tokoh jauh sebelum Ibnu Sina. Meski demikian, ternyata Subject Matter (SM) dari ilmu tersebut belum jelas. Padahal, SM itu menaungi atau melingkupi subjek-subjek atau masalah-masalah di dalam filsafat pertama.

Menurut Ibnu Sina, al mawjud bi ma huwa mawjud (MBHM) secara ontologis bersifat badihi, tidak memerlukan argumentasi untuk menyatakan dirinya. Meski demikian, ketika dia menjadi Subject Matter (SM) dari sebuah ilmu, maka ia perlu dibuktikan.

Dalam tulisan ini, akan diuraikan dua metode atau argumen yang digunakan Ibnu Sina untuk menyatakan bahwa MBHM atau entitas eksis sebagaimana dirinya adalah Subject Matter dari metafisika.

Metode Induksi: Argumen Penelusuran dan Eliminasi

Metode pertama yang Ibnu Sina gunakan adalah istiqro’ atau induksi (penelusuran dan eliminasi). Yaitu melihat ilmu-ilmu yang ada berupa berbagai ilmu-ilmu partikular dan filsafat pertama. Pada masing-masing ilmu itu diteliti apakah SMnya.

Rupanya setelah ditelusuri satu-persatu, ilmu-ilmu partikular itu memiliki SM tersendiri dan MBHM tidak tepat jika dijadikan sebagai SM bagi mereka. MBHM terlalu umum untuk dijadikan SM dari ilmu-ilmu partikular itu, jika mempertimbangkan masalah-masalah maupun predikat-predikat yang datang pada ilmu itu.

Sementara juga berbagai ilmu partikular telah jelas SMnya, misal ilmu alam SMnya adalah jism dari aspek dia bergerak atau diam, lalu matematika SMnya adalah kuantitas, sedang hikmah amaliyah SMnya adalah jiwa dan perbuatan jiwa. Meski demikian, ada aspek atau bagian dari ilmu itu yang tidak dibahas di dalam ilmu itu karena keumumannya.

Misal dalam ilmu alam, dia tidak mengkaji sebab-sebab dari jism, apakah jism itu substansi atau aksiden, dan atau apakah jism itu aksiden. Pula dalam ilmu matematika ada kuantitas yang bersifat kontinyu dan tetap, tapi disitu tidak diuji apakah angka memiliki eksistensi atau tidak, maupun apakah angka substansi atau aksiden.

Baca Juga  Melampaui Batas-batas Konvensional: Kisah Cinta Sartre dan Beauvoir

Pun ketika dikaji masalah-masalah di dalam ilmu partikular tadi, rupanya mereka tidak membahas masalah di dalam ilmu pertama/metafisika seperti kesatuan, banyak, sebab, akibat. Nah jika tidak ada yang membahas tentang mereka, maka harus ada suatu ilmu lain yang membahas masalah-masalah tersebut.

Kesimpulan Pertama

Setelah mengeliminasi semua ilmu-ilmu partikular itulah, maka didapatkan hanya tersisa metafisika. Bahwa metafisika dapat menanggung MBHM selaku SM bagi dirinya.

Metode Negasi: Argumen Predikasi Aksiden Khusus

Metode lain yang digunakan adalah pembuktian bahwa untuk dipredikasi dengan aksiden-aksiden khusus (satu, banyak, sebab, akibat) maka MBHM tidak perlu turun menjadi jism atau entitas lain yang menjadi SM ilmu-ilmu partikular. Artinya, semakin tersingkir kemungkinan MBHM untuk menjadi SM bagi ilmu-ilmu partikular dan semakin kokoh posisi MBHM selaku SM bagi metafisika.

Kritik utama yang berpotensi hadir adalah berikut: jika al mawjud jadi SM dari ilahiyat, maka tidak boleh pembuktian menyangkut sumber-sumber entitas (empat sebab/fondasi bagi entitas realitas eksternal) pada ilmu ini. Sebab al mawjud ini anggota/bagiannya adalah seluruh entitas ini.

Adapun jika sebab-sebab keberadaan dibuktikan di ilahiyat, maka kita sedang membuktikan sebab dari SM. Dalam kata lain, mustahil suatu ilmu membahas eksistensi dan sebab atau fondasi yang membentuk SM ilmu itu. Melainkan ilmu itu membahas apa-apa yang hadir sesudah SMnya.

Respon dari Ibnu Sina bahwa yang dibahas adalah al mawjud yang memiliki sebab. Tapi tidak semua al mawjud memiliki sebab, misalkan saja Allah SWT.

Lanjut Ibnu Sina bahwa sebab-sebab yang dikaji dalam metafisika adalah mereka yang hadir sesudah al mawjud (sebab-sebab dari Subject Matter dalam ilmu-ilmu partikular, terkhusus fisika) dan bukan sebelum atau mendahului al mawjud. Ia menerima bahwa benar entitas-entitas itu adalah suatu al mawjud pula.

Baca Juga  Empat Ajaran Filsafat Wujud Mulla Sadra

Namun sebab-sebab yang dibahas bukan sebab bagi al mawjud pada dirinya sebagai dirinya, melainkan sebab-sebab selaku konsep yang timbul dari relasi antar substansi yang menjadikan sebagian dari mereka sebab maupun akibat bagi satu sama lain. Artinya, sebab atau fondasi dari al mawjud (Subject Matter dari metafisika) itu sendiri tidak dibahas.

Memikirkan sebab-sebab juga merupakan pembahasan menyangkut aksiden-aksiden dari SM dari metafisika. Demikian karena al mawjud (SM) posisinya sebagai fondasi (atau sumber) tidak ditegakkan oleh pondasi-pondasi atau sebab entitas tadi. Sebab, al mawjud tidak memiliki ilat (sebab).

Tapi tidak mustahil pada entitas-entitas atau anggota al mawjud itu ada yang sebagai mabda (fondasi) dan ada yang sebagai ma’lul (akibat). Justru sebab dalam relasi dengan hakikat al mawjud adalah perkara yang datang pada al mawjud. Maksudnya sebab itu perkara setelah al mawjud. Dan karenanya sebab adalah salah satu dari aksiden-aksiden khusus al mawjud.

Al mawjud sebagiannya adalah Tuhan (wajibul wujud) dan juga entitas-entitas yang disebabkan. Akan tetapi, al mawjud pada dirinya sendiri bukan entitas. Sebab tidak semua bagian dari al mawjud adalah entitas yang merupakan akibat.

Kesimpulan Kedua

Dengan uraian itu, maka jelas bahwa MBHM selaku SM bagi metafisika tidak melanggar prinsip bahwa mustahil suatu ilmu membahas eksistensi dan sebab atau fondasi yang membentuk SM ilmu itu.

Editor: Ahmad

Avatar
32 posts

About author
Alumni Flinders University, Australia yang sehari-hari berprofesi sebagai Dosen Psikologi di Universitas Muhammadiyah Malang. Bidang Kajian Ahmad meliputi Kognisi dan Pengembangan Manusia, Epistemologi Islam dan Anti-Neoliberalisme. Ia juga seorang Aktivis Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah (JIMM), Co-Founder Center of Research in Education for Social Transformation (CREASION) dan Sekretaris Umum Asosiasi Psikologi Islam (API) Wilayah Jawa Timur.
Articles
Related posts
Falsafah

Deep Ecology: Gagasan Filsafat Ekologi Arne Naess

4 Mins read
Arne Naess adalah seorang filsuf Norwegia yang dikenal luas sebagai pencetus konsep “ekologi dalam” (deep ecology), sebuah pendekatan yang menggali akar permasalahan…
Falsafah

Sokrates: Guru Sejati adalah Diri Sendiri

3 Mins read
Dalam lanskap pendidikan filsafat, gagasan bahwa guru sejati adalah diri sendiri sangat sesuai dengan metode penyelidikan Sokrates, filsuf paling berpengaruh di zaman…
Falsafah

Homi K. Bhabha: Hibriditas, Mimikri, dan Ruang Ketiga

4 Mins read
Homi K. Bhabha, salah satu tokoh terkemuka dalam teori pascakolonial, berkontribusi membangun wacana seputar warisan kolonialisme secara mendalam, khususnya melalui konsepnya tentang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds