Perspektif

Mengkritik Fenomena Self Reward di Kalangan Gen Z

2 Mins read

Di zaman sekarang ini, terutama dari kalangan Generasi Z, banyak ditemukan fenomena “self reward”. Dimana fenomena tersebut adalah upaya sebagian orang untuk memanjakan dirinya sendiri atau memberikan apresiasi dan memberi hadiah kepada diri sendiri setelah melakukan pekerjaan yang begitu banyak menguras tenaga. Self reward bisa dengan cara belanja makanan dan minuman yang enak dan sedikit lebih mahal, bisa dengan melakukan “travel” ke suatu tempat tertentu, bisa dengan cara jalan-jalan ke Mall dan yang lain sebagainya.

Menurut sebagian orang, melakukan “self reward” memanglah perlu dan penting, karena hidup di dunia juga perlu mencari kesenangan terhadap diri sendiri, tak melulu harus bekerja keras secara terus menerus. Dan ini penting untuk “mental health”. Memang ada dampak positif dalam hal tersebut seperti, mencintai hidup kita sendiri, memotivasi untuk terus upgrade diri menjadi lebih baik, meluapkan rasa jenuh akibat pekerjaan, memacu diri untuk selalu mengembangkan pikiran yang positif, dan berfungsi untuk melepaskan diri dari kebiasaan yang negatif.

Sisi Negatif dari Self Reward

Namun apa yang terjadi pada kenyatannya, fenomena ini malah menyebabkan terjadinya pemborosan. Sebab dalam praktiknya kadang terlalu berlebihan dalam memberi hadiah pada diri sendiri menjadi problem yang perlu untuk dikritik dan dievaluasi model self reward yang kita terapkan.

Secara tidak sadar kebanyakan dari mereka yang melakukan “self reward” telah terjerumus ke dalam lubang boros, menghamburkan uang, berfoya-foya dan huru-hura. Mereka yang suka memberi hadiah pada diri sendiri dengan membeli makanan telah melampaui batas dalam belanja makanan. Entah itu jumlahnya yang terlampau banyak ataupun harganya yang terlampau mahal.

Bagi mereka yang suka melakukan “travel”, liburan mereka terlampau jauh atau terlalu lama yang membuat pengeluaran menjadi membengkak. Bagi yang suka jalan-jalan ke Mall tentunya juga mengeluarkan biaya yang tidak sedikit.

Baca Juga  Gus Iqdam, Gus Milenial yang Berdakwah Secara Inklusif

Parahnya, fenomena ini sudah menjadi budaya di kalangan Generasi Z saat ini. Namun jika terus menerus terjadi dan para kalangan remaja tak disadarkan akan hal seperti ini, bisa-bisa mereka tak akan memiliki tabungan untuk masa depan mereka. Karena segala sesuatu yang telah mereka kerjakan mereka akan melakukan “self reward”. Itulah yang membuat Generasi Z sulit untuk menabung uang mereka atau paling tidak mengurangi atau menahan pengeluaran mereka.

Dalam kacamata filsafat, hal ini jatuhnya masuk ke Hedonisme. Aliran hedonism mengajarkan untuk mencari kesenangan sebanyak dan sedapat mungkin, dan ini menjadi tujuan utama dalam hidup di dunia ini. Sebab dengan mencari kesenangan sebanyak-banyaknya kita akan lupa dengan yang namanya rasa sedih, kecewa, galau, stress, sumpek dan lain sebagainya.

Bagaimana Pandangan Islam?

Lantas bagaimana Islam memandang fenomena self reward yang banyak terjadi di kalangan Generasi Z saat ini?

Dalam surat Al-Maidah ayat 77 diterangkan di bawah ini:

قُلْ يَٰٓأَهْلَ ٱلْكِتَٰبِ لَا تَغْلُوا۟ فِى دِينِكُمْ غَيْرَ ٱلْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعُوٓا۟ أَهْوَآءَ قَوْمٍ قَدْ ضَلُّوا۟ مِن قَبْلُ وَأَضَلُّوا۟ كَثِيرًا وَضَلُّوا۟ عَن سَوَآءِ ٱلسَّبِيلِl  

Katakanlah: “Hai Ahli Kitab, janganlah kamu berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara tidak benar dalam agamamu. Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya (sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus“. (QS. Al-Maidah :77).

Dari ayat tersebut dijelaskan, boleh saja kita melakukan sesuatu asalkan tidak berlebih-lebihan dan tidak mengikuti hawa nafsu. Bisa kita ambil kesimpulan, melakukan “self reward” boleh-boleh saja asalkan tidak berlebihan dan tidak mengikuti hawa nafsu. Akan lebih baik jika “self reward” yang kita lakukan justru membuat kita semakin dekat dengan Allah Swt.  Contohnya bisa dengan cara bersedekah kepada orang lain yang membutuhkan, jika dari kalangan orang yang berada bisa menjalankan ibadah umroh.

Baca Juga  Konversi Hagia Sophia dan Simbolisasi yang Menjenuhkan

Jadi, dalam Islam boleh saja kita melakukan “self reward” asalkan tidak melampaui batas dan tidak dengan mengikuti hawa nafsu sehingga tidak berlebihan dalam memberi apresiasi ataupun memberi hadiah pada diri sendiri serta tidak menjerumuskan ke suatu hal yang telah dilarang oleh agama Islam. Dan perlu diingat, melakukan “self reward” itu hanya pada saat saat tertentu saja, bukan dilakukan secara sering-sering.

Editor: Soleh

Afghan Fadzillah
2 posts

About author
Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya
Articles
Related posts
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…
Perspektif

Mengapa Masih Ada Praktik Beragama yang Intoleran?

3 Mins read
Dalam masyarakat yang religius, kesalihan ritual sering dianggap sebagai indikator utama dari keimanan seseorang. Aktivitas ibadah seperti salat, puasa, dan zikir menjadi…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds