Tafsir

Islam Memandang “Kaum Lemah”

2 Mins read

Padangan Islam terhadap kaum lemah (mustadh’afîn) sangatlah jelas, yaitu pertama, Islam secara tegas memandang kedudukan penting kaum lemah sebagai pemimpin dan pewaris bumi. Dalam QS. al-Qashash [28]: 5, Allah berkalam:

وَنُرِيدُ أَنْ نَمُنَّ عَلَى الَّذِينَ اسْتُضْعِفُوا فِي الْأَرْضِ وَنَجْعَلَهُمْ أَئِمَّةً وَنَجْعَلَهُمُ الْوَارِثِينَ

“Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi (bumi) (QS. al-Qashash [28]: 5)”.

Ayat ini merupakan penggalan dari rangkaian panjang yang menceritakan kisah Fir’aun sebagai representasi penguasa otoriter, diktator, eksploitatif, dan menindas serta Nabi Musa dan kaumnya, Bani Israil sebagai representasi masyarakat yang lemah dan tertindas.

Dalam ayat sebelumnya dijelaskan mengenai kekuasaan Fir’aun yang hegemonik, melakukan kesewenang-wenangan, represif dan menindas rakyatnya. Di antara kebijakannya yang dipandang represif, menindas dan eksploitatif adalah membuat peta konflik (memecah belah) masyarakatnya, membunuh setiap anak laki-laki dan membiarkan hidup anak-anak perempuan.. QS. al-Qashash [28]: 4).

إِنَّ فِرْعَوْنَ عَلَا فِي الْأَرْضِ وَجَعَلَ أَهْلَهَا شِيَعًا يَسْتَضْعِفُ طَائِفَةً مِنْهُمْ يُذَبِّحُ أَبْنَاءَهُمْ وَيَسْتَحْيِي نِسَاءَهُمْ إِنَّهُ كَانَ مِنَ الْمُفْسِدِينَ

Artinya: “Sesungguhnya Fir`aun telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi dan menjadikan penduduknya berpecah belah, dengan menindas segolongan dari mereka, menyembelih anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak-anak perempuan mereka. Sesungguhnya Fir`aun termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan” (QS. al-Qashash [28]: 4).

Dalam bahasa politik, kebijakan ini dapat dipandang sebagai upaya memperlemah posisi civil society dan membatasi ruang kebebasannya, sehingga tidak lagi kritis dan dapat mengontrol (check and balance) sertamengganggu supremasi kekuasaannya.

Rangkaian ayat berikutnya menjelaskan upaya pembelaan dan pembebasan Nabi Musa terhadap kaum Bani Israil yang tertindas dari hegemoni kekuasaan Fir’aun.

Dalam kisah tersebut diceritakan bahwa Nabi Musa dan kaum Bani Israil yang tertindas berhasil menjatuhkan kekuasaan Fir’aun, dan kemudian mereka sebagaimana dijanjikan oleh Tuhan menjadi pemimpin dan pewaris bumi (menguasai kerajaan) pasca kejatuahan Fir’aun. Pengalaman historis mengenai janji Tuhan untuk menjadikan kaum tertindas sebagai pemimpin dan pewaris bumi tersebut, digambarkan oleh Al-Quran sebagai berikut:  

Baca Juga  Macam-Macam Nafsu dalam Al-Qur’an

وَأَوْرَثْنَا الْقَوْمَ الَّذِينَ كَانُوا يُسْتَضْعَفُونَ مَشَارِقَ الْأَرْضِ وَمَغَارِبَهَا الَّتِي بَارَكْنَا فِيهَا وَتَمَّتْ كَلِمَةُ رَبِّكَ الْحُسْنَى عَلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ بِمَا صَبَرُوا وَدَمَّرْنَا مَا كَانَ يَصْنَعُ فِرْعَوْنُ وَقَوْمُهُ وَمَا كَانُوا يَعْرِشُونَ

Dan Kami pusakakan kepada kaum yang telah ditindas itu, negeri-negeri bahagian timur bumi dan bahagian baratnya yang telah Kami beri berkah padanya. Dan telah sempurnalah perkataan Tuhanmu yang baik (sebagai janji) untuk Bani Israil disebabkan kesabaran mereka. Dan Kami hancurkan apa yang telah dibuat Fir`aun dan kaumnya dan apa yang telah dibangun mereka (QS. al-A’raf [7]: 137).

Kedua, Islam memandang suatu kepentingan dan keharusan untuk berpihak, melakukan pembelaan, dan memperjuangkan kaum lemah yang tertindas. Pandangan ini digambarkan oleh Al-Quran dalam surat al-Nisa’ [4]: 75, yang berbunyi:

وَمَا لَكُمْ لَا تُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَالْمُسْتَضْعَفِينَ مِنَ الرِّجَالِ وَالنِّسَاءِ وَالْوِلْدَانِ الَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا أَخْرِجْنَا مِنْ هَذِهِ الْقَرْيَةِ الظَّالِمِ أَهْلُهَا وَاجْعَل لَنَا مِنْ لَدُنْكَ وَلِيًّا وَاجْعَل لَنَا مِنْ لَدُنْكَ نَصِيرًا

“Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak yang semuanya berdo`a: “Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini yang zalim penduduknya dan berilah kami pelindung dan penolong dari sisi Engkau” (QS. al-Nisa’ [4]: 75).

Dengan demikian, Islam selain memandang kedudukan yang penting terhadap kaum lemah yang tertindas sebagai pemimpin dan pewaris dunia, juga mengharuskan untuk berpihak, melakukan pembelaan dan memperjuangkan kepentingan mereka.

Ketiga, Islam sejak awal melontarkan kritik sosial terhadap berbagai bentuk eksploitasi kaum miskin serta ketiadaan rasa tanggung jawab sosial (sense of social responsbility). Surat-surat awal Al-Quran seperti al-Ma’un, al-Kautsar, al-Humazah, al-Fajr, al-Layl dan al-Balad, menunjukkan kecamannya terhadap praktek akumulasi kekayaan yang diperoleh melalui etika keserakahan, serta sikap eksploitasi sosial-ekonomi dalam bentuk ketidakpedulian terhadap penderitaan anak-anak yatim dan orang-orang miskin..

Baca Juga  Tiga Syarat Menggagas Kitab Tafsir Masa Depan

Dalam Surat al-Ma’un misalnya, sesungguhnya menyimpulkan ide monoteisme yang selalu berkaitan erat dengan suatu semangat humanisme serta rasa keadilan ekonomi dan sosial, sekaligus sebagai kritik terhadap tradisi keagamaan masyarakat beragama yang melepaskan tanggung jawab sosialnya.

1005 posts

About author
IBTimes.ID - Cerdas Berislam. Media Islam Wasathiyah yang mencerahkan
Articles
Related posts
Tafsir

Kontroversi Tafsir Ayat Pernikahan Anak dalam Qur’an

4 Mins read
Pernikahan, yang seharusnya menjadi lambang cinta dan komitmen, kerap kali terjebak dalam kontroversi. Salah satu kasus terbaru yang menarik perhatian publik adalah…
Tafsir

Sepintas Sejarah Gagasan Tafsir Modern di Indonesia

4 Mins read
Pada subbab yang ditulis oleh Abdullah Saeed berjudul “The Qur’an, Interpretation, and the Indonesian Context” merupakan bagian dari bukunya Saeed sendiri, yaitu…
Tafsir

Dekonstruksi Tafsir Jihad

3 Mins read
Hampir sebagian besar kesarjanaan modern menyoroti makna jihad sebatas pada dimensi legal-formal dari konsep ini dan karenanya menekankan pengertian militernya. Uraiannya mayoritas…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds