Feature

Tradisi Iwadh: Wujud Moderasi Beragama di Kampung Arab Ampel Surabaya

3 Mins read

Moderasi beragama merupakan sebuah prinsip untuk memperlakukan perbedaan keyakinan dengan rasa hormat dan kearifan. Di negara yang kaya akan keberagaman seperti Indonesia, moderasi beragama menjadi pondasi yang penting untuk menjaga persatuan dan kerukunan antar umat beragama. Dengan menerapkan moderasi, kita dapat mencegah konflik, mempromosikan toleransi, dan membangun masyarakat yang inklusif.

Praktik moderasi beragama dapat terwujud salah satunya melalui medium kebudayaan, mengingat Indonesia adalah bangsa yang kaya akan keragaman budaya. Keragaman budaya Indonesia tercermin dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari, mulai dari bahasa, adat istiadat, seni, musik, tarian, pakaian tradisional, hingga ritual keagamaan. Dengan memahami kekayaan budaya yang dimiliki Indonesia, praktik moderasi beragama dapat diimplementasikan melalui bermacam medium kebudayaan.

Tradisi Iwadh Kampung Arab Ampel Surabaya

Praktik moderasi beragama dengan medium kebudayaan dapat dilihat salah satunya pada tradisi Iwadh yang ada pada Kampung Arab Ampel Surabaya. Tradisi Iwadh biasanya disebut juga dengan wadt-wadtan atau unjung-unjung (mengunjungi).

Kata Iwadh berasal dari bahasa Arab yang berarti kembali. Dalam kampung Arab, istilah ini merujuk pada praktik penebusan yang memiliki makna filosofis dalam ibadah Ramadan.

Tradisi ini merupakan sebuah cara untuk memastikan bahwa ibadah selama bulan Ramadan diterima oleh Allah melalui menjaga hubungan baik antar penduduk kampung. Tradisi ini biasanya dilakukan saat bulan Ramadhan atau bisa juga pada Hari Raya Idul Fitri. Masyarakat Kampung Arab Ampel meyakini bahwa tradisi ini akan membawa berkah dan memperoleh penerimaan doa yang lebih besar.

Tradisi ini memiliki kesamaan dengan apa yang umumnya disebut sebagai halal bi halal atau silaturahmi pada Hari Raya Idul Fitri. Keduanya sama-sama memiliki bentuk praktik untuk saling mengunjungi antara rumah ke rumah, baik tetangga maupun saudara. Perbedaan yang membuatnya menarik adalah bahwa tradisi ini memiliki satu pola silaturahmi lainnya, yang dapat dipahami sebagai pola berpusat.

Baca Juga  Apakah "New Normal" Benar-benar Baru?

Pola berpusat juga memiliki dua lokasi yang berbeda. Pertama, perayaan sering kali difokuskan di rumah-rumah tokoh-tokoh sesepuh di masyarakat. Tamu berkumpul untuk bermaaf-maafan sambil menikmati hidangan khas Arab, seperti Harissa dan Asada. Rumah-rumah sesepuh menjadi pusat kegiatan yang memperkuat hubungan antarwarga sekaligus bersilaturahmi.

Kedua, perayaan bisa juga dilakukan di SD Al-Irsyad Surabaya, di mana lokasi ini dianggap ideal karena memiliki luas lahan yang memadai untuk menampung banyak tamu. Di lokasi ini, acara dimulai dengan pembukaan resmi, diikuti oleh pembacaan sholawat untuk mempererat ikatan spiritual. Sesi bersalam-salaman dan bermaaf-maafan menjadi momen emosional yang ditunggu-tunggu, diikuti dengan interaksi hangat antarwarga hingga akhir acara.

Partisipasi dalam dua pola tersebut didasarkan pada kesadaran dan keinginan sukarela untuk bermaaf-maafan, tanpa ada tekanan atau paksaan antara kelompok masyarakat. Dalam Islam, pentingnya menjaga hubungan baik dan memaafkan sangat ditekankan, terutama selama bulan Ramadan atau setelahnya.

Tradisi Iwadh memperkuat ikatan sosial dan spiritual di antara anggota masyarakat, serta upaya untuk mengaktualisasikan nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari.

Iwadh Sebagai Medium Solidaritas Sosial dan Moderasi Beragama

Tradisi Iwadh di Kampung Arab Ampel memiliki dampak yang besar bagi kehidupan sosial masyarakat, sekaligus sebuah wujud dari praktik moderasi beragama. Sehalnya pada pola terpusat di SD Al-Irsyad. Pola ini merupakan salah satu faktor penghubung hubungan masyarakat antar kampung, karena melibatkan berbagai kampung yang ada di sekitar Ampel. Maka tidak mengherankan jika seseorang di kampung yang paling ujung bisa mengenali orang-orang di kampung lainnya.

Di samping itu, tradisi Iwadh juga menjadi sarana untuk menjalin hubungan baik dengan masyarakat, termasuk komunitas non-Muslim. Ketika memasuki bulan Ramadan atau Idul Fitri, mereka merasa tergerak untuk bersilaturahmi dengan sesama, tanpa memandang agama orang lain. Mereka melakukan ini dengan keyakinan tulus, menjalankan kewajiban bersama sebagaimana yang diyakini bersama.

Baca Juga  Obituari: Agus Edy Santoso dari Teplok Press hingga LazisMu

Terakhir, tradisi ini juga memiliki peran yang penting dalam mempererat hubungan antar etnis yang ada di wilayah Kampung Arab Ampel. Mengingat kampung ini juga tidak hanya dihuni oleh masyarakat etnis Jawa dan Arab saja, tetapi juga terdapat etnis Bugis, Tionghoa, India, dan beberapa etnis lainnya. Momen silaturahmi ini juga tidak menghangatkan suasana antar agama, tetapi juga antar etnis.

Tradisi ini juga memperkuat hubungan antar etnis di Kampung Arab Ampel. Selain dihuni oleh masyarakat etnis Jawa dan Arab, kampung ini juga didiami oleh etnis Bugis, Tionghoa, India, dan beragam etnis lainnya. Momen silaturahmi ini tidak hanya mempererat hubungan antaragama, tetapi juga antaretinis, menciptakan kedekatan lintas etnis yang lebih kuat.

Penutup

Dengan demikian, tradisi Iwadh di Kampung Arab Ampel Surabaya menjadi contoh nyata dari praktik moderasi beragama yang mampu membawa dampak positif dalam kehidupan sosial masyarakat. Melalui tradisi ini, tercipta hubungan yang erat antarwarga berbagai etnis dan agama, serta meningkatkan toleransi antar komunitas.

Baik melalui pola terpusat di rumah-rumah sesepuh maupun melalui perayaan di lokasi terpusat seperti SD Al-Irsyad Surabaya, tradisi Iwadh menjadi momentum penting bagi menjaga silaturahmi, mempererat ikatan sosial, dan memperdalam pengalaman kebersamaan dalam masyarakat yang heterogen.

Editor: Soleh

Naufal Robbiqis Dwi Asta
13 posts

About author
Mahasiswa S1 Aqidah dan Filsafat Islam UIN Sunan Ampel Surabaya
Articles
Related posts
Feature

Rakernas dan Dinamika Dunia Wakaf

4 Mins read
Jogja, Jumat 1 November 2024. Pukul 05.30 pagi dengan sebuah mobil dari Ringrud Selatan Jogja kami menuju Kartasura. Di perjalanan ikut bergabung…
Feature

Perkuat Toleransi Sejak Dini: Cerita Pesantren Muhammadiyah Terima Kunjungan SMA Kristen

2 Mins read
Kunjungan studi yang dilakukan oleh para siswa Sekolah Kanisius Jakarta ke pesantren Muhammadiyah Al-Furqon, sejak Rabu, 30/10/2024 sampai Jum’at, 1/11/2024 merupakan sebuah…
Feature

Tasawuf di Muhammadiyah (1): Lahirnya Neo-Sufisme

4 Mins read
Ketika mendiskusikan tasawuf di Muhammadiyah, maka yang dibicarakan adalah tasawuf bentuk baru atau Neo-Sufisme. Muhammadiyah sendiri—dalam hal ini tokoh-tokohnya—tidak menolak sepenuhnya tentang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds