Tafsir

QS Al-‘Ankabut Ayat 46: Landasan Dialog Lintas Agama

4 Mins read

Di Indonesia, dialog lintas agama telah menjadi solusi yang cukup efektif di samping upaya-upaya pemerintah dalam menangani isu-isu antarumat beragama. Dialog lintas agama ini begitu diperlukan untuk membentuk kerukunan antarumat beragama. Kerukunan dalam hal ini bukan sekadar tidak adanya konflik di tengah keberagaman, tetapi lebih daripada itu dialog lintas agama juga mengandung makna agar semua orang dapat saling menghormati dan menghargai dalam segala aktivitas sehari-hari (Umi Sumbulah dan Nurjanah, Pluralisme Agama: Makna dan Lokalitas Pola Kerukunan Antarumat Beragama, hal. 195).

Sementara itu, Alquran sendiri tidak hanya sekadar berinteraksi kepada umat Islam saja, tapi lebih daripada itu juga mengandung ajakan untuk berdialog dengan umat-umat lainnya; Nasrani, Yahudi, dan sebagainya. Salah satu contohnya seperti ketika Alquran dalam surah Al-’Ankabut ayat 46 menjelaskan tentang sebuah landasan yang kokoh untuk melakukan dialog lintas agama.

Dalam ayat ini kurang lebih hendak memberikan suatu pemahaman terkait dialog lintas agama dengan memperkenalkan nilai-nilai universal yang dipegang oleh masing-masing keyakinan.

وَلَا تُجَادِلُوْٓا اَهْلَ الْكِتٰبِ اِلَّا بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُۖ اِلَّ الَّذِيْنَ ظَلَمُوْا مِنْهُمْ وَقُوْلُوْٓا اٰمَنَّا بِالَّذِيْٓ اُنْزِلَ اِلَيْنَا وَاُنْزِلَ اِلَيْكُمْ وَاِلٰهُنَا وَاِلٰهُكُمْ وَاحِدٌ وَّنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُوْنَ

“Janganlah kamu mendebat Ahlulkitab melainkan dengan cara yang lebih baik, kecuali terhadap orang-orang yang berbuat zalim di antara mereka. Katakanlah, “Kami beriman pada (kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu. Tuhan kami dan Tuhanmu adalah satu. Hanya kepada-Nya kami berserah diri.”

Secara singkat, ayat di atas tidak hanya bersifat instruksi bagi umat Islam, melainkan juga mengarahkan agar semua pihak juga dapat terlibat dalam dialog lintas agama. Dengan kata lain melakukan dialog dengan cara yang lebih baik, lebih bermartabat, dan penuh dengan rasa hormat antara agama satu dengan agama lainnya.

Baca Juga  Sanggahan Filsafat Islam Terhadap Pengingkar Eksistensi

Tafsir Surah Al-’Ankabut Ayat 46

Dalam Tafsir Jami’ al-Bayan ‘An Ta’wil Ayi-al-Qur’an (Jilid 18, hal. 417-423), Al-Tabari memberikan penafsiran tentang ayat di atas yang berkaitan dengan etika umat Islam ketika berinteraksi dengan kalangan ahlulkitab.

Menurut Al-Tabari, tidaklah seorang yang beriman kepada Allah dan rasul-Nya berbantahan dengan umat Nasrani maupun Yahudi, kecuali menggunakan perkataan yang baik; seruan kepada Allah dengan ayat-ayat beserta setiap hujjah-Nya.

Namun, hal ini memiliki pengecualian bagi orang-orang zalim di luar Islam seperti mereka yang menolak membayarjizyah atau justru malah menyatakan perang. Oleh sebab itu, Al-Tabari menyatakan orang-orang yang demikian perlu dihadapi pula dengan pedang (perang) sampai pihak mereka menyerah atau bersedia membayar jizyah.

Hal serupa juga disampaikan oleh Teungku Muhammad Ash-Shiddieqy yang menganjurkan untuk bersikap lemah lembut dan lapang dada ketika berada dalam suatu debat lintas agama. Selain itu, ayat ini juga memberikan sebuah solusi apabila dalam perdebatan tersebut pihak ahlulkitab menyampaikan sesuatu yang mungkin benar dan mungkin pula dusta, sedangkan dari pihak muslim sendiri tidak memiliki pengetahuan tentangnya. Solusi itu berupa ucapan yang tercantum di pangkal ayat di atas (Tafsir Alquranul Majid An-Nuur, Jilid 4, hal. 3140-3143).

***

Ash-Shiddieqy juga menyertakan sabda Nabi Muhammad Saw yang berkenaan dengan penjelasan di atas. Sabda tersebut diriwayatkan oleh Abu Hurairah yang mengisahkan tentang para ahlulkitab saat membaca Taurat dengan bahasa Ibrani dan menafsirkannya dengan bahasa Arab kepada umat Islam. Oleh karenanya, Nabi Saw pun bersabda:

لاَ تُصَدِّقُوْا اَهْلَ الْكِتَابِ وَلاَتُكَذِّبُوْهُمْ وَقُوْلُوْا اَمَنَّا بِالَّذِيْ اُنْزِلَ اِلَيْنَا وَاُنْزِلَ اِلَيْكُمْ وَاِلَهُنَا وَاِلَهُكُمْ وَاحِدٌ وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُوْنَ (رواه البخاري والنسائى عن ابى هريرة)

“Janganlah kamu membenarkan Ahlulkitab dan jangan pula kamu mendustakan mereka. Katakanlah kepada mereka, ‘Kami beriman dengan apa yang telah diturunkan kepada kami dan yang telah diturunkan kepadamu. Tuhan kami dan Tuhan kamu adalah satu dan kami berserah diri hanya kepada Nya saja.”  (Riwayat al-Bukhari dan an-Nasa’i dari Abu Hurairah).

Baca Juga  Cara Religious Studies Memandang Agama: antara Eliade dan Durkheim

Sementara itu, Buya Hamka memahami ayat ini sebagai bentuk tuntunan untuk mengajak dialog lintas agama dengan berpegang pada akal yang sehat dan bukan pada kemurkaan hati karena adanya perbedaan. Dialog dalam hal ini idealnya dihadiri oleh kalangan ahlulkitab yang memang dapat diajak diskusi dan bersedia menerima kejujuran dalam setiap argumentasi. Bukan tidak mungkin orang-orang zalim yang ingin menghancurkan Islam memberikan argumentasi yang bersumber pada hawa nafsu dan kebencian belaka, serta tidak lebih dari sekadar kebohongan ilmiah (Tafsir Al-Azhar, jilid 7, 5444-5446).

Ujung ayat ini juga diartikan oleh Hamka bahwa orang-orang beriman tidak hanya sekadar percaya akan Tuhan yang satu begitu saja. Namun, orang beriman dalam agama Islam juga turut berserah diri kepada Allah Swt dengan melaksanakan perintah dan menghindari larangan-Nya. Hal ini yang seharusnya dilakukan oleh umat Islam dengan penuh penyerahan dan sebenar-benarnya iman. 

Landasan Dialog Lintas Agama

Seperti yang dijelaskan pada buku “Dialog Antarumat Beragama: Gagasan dan Praktik di Indonesia” bahwa setiap sistem kepercayaan agama memiliki cara unik dalam mengajarkan dan memberikan kesaksian tentang proses mencari, menemukan, dan mengikuti Allah dengan penuh kesetiaan. Setiap agama tentu memiliki potensi untuk saling mendukung dan memperkaya satu sama lain, membantu individu-individu untuk mendalami iman mereka secara lebih mendalam.

Dengan demikian, menjadi beragama sendiri sama halnya dengan memiliki pemahaman yang inklusif terhadap agama-agama lain. Memahami dan menghargai keberagaman keyakinan pun menjadi suatu bagian yang integral dari perjalanan rohani setiap individu beragama. Dalam konteks ini, menjadi beragama berarti juga berpartisipasi dalam dialog lintas agama yang positif dan membangun sebagai upaya bersama untuk menciptakan kedamaian dan keharmonisan yang berkelanjutan.

Baca Juga  Apa Perbedaan Makna Asy-Syukru dan Al-Hamdu?

Pemahaman yang terkandung dalam surah Al-’Ankabut ayat 46 menekankan akan pentingnya menanggapi perbedaan keyakinan dengan bijaksana dan penuh kasih sayang khususnya dalam dialog lintas agama. Selain itu, ayat ini juga menjelaskan bahwa walaupun nama-nama dan konsep tentang Tuhan mungkin berbeda, namun pada hakikatnya, Tuhan yang disembah adalah satu. Ini menekankan kesatuan antara keyakinan terlebih antara agama Islam, Nasrani dan Yahudi, serta menyoroti pentingnya fokus pada kesamaan daripada perbedaan dalam dialog lintas agama.

***

Meskipun ayat ini menekankan dialog yang baik terhadap penganut agama lainnya, tetapi terdapat pengecualian terhadap orang-orang yang melakukan kezaliman. Hal ini menandakan bahwa dalam konteks dialog lintas agama, tindakan zalim atau penindasan tetap tidak dapat diterima tanpa harus memandang agama atau kepercayaan pemeluknya. Maka dari itu, ayat ini juga mengajarkan bahwa semua umat seharusnya tetap berserah diri kepada Tuhan Yang Maha Esa terlepas dari agama apapun yang dipercaya.

Dalam konteks global yang semakin kompleks dan terhubung erat antar budaya, penting untuk memahami dan menghargai nilai-nilai yang dipegang oleh umat agama lain. Surah Al-’Ankabut ayat 46 telah menawarkan landasan yang kuat untuk dialog lintas agama yang bermartabat, penuh dengan rasa hormat, dan berdasarkan pada nilai-nilai universal, kasih sayang dan keadilan.

Dengan menghayati pesan ini, umat Islam sendiri dapat membangun hubungan yang lebih baik dengan umat beragama yang lainnya; saling memahami dan bekerja sama guna mewujudkan perdamaian antar sesama umat manusia. Wallahu a’lam bishawab.

Editor: Soleh

Andi Sewandana E.P.
1 posts

About author
Mahasiswa Sarjana Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir UIN Sunan Ampel Surabaya
Articles
Related posts
Tafsir

Dekonstruksi Tafsir Jihad

3 Mins read
Hampir sebagian besar kesarjanaan modern menyoroti makna jihad sebatas pada dimensi legal-formal dari konsep ini dan karenanya menekankan pengertian militernya. Uraiannya mayoritas…
Tafsir

QS Al-Waqi'ah Ayat 75-77: Allah Bersumpah Atas Ciptaannya

3 Mins read
Keindahan gaya bahasa Al-Qur’an telah menarik perhatian para ulama sepanjang masa. Hampir tidak ada satupun segi kebahasaan Al-Qur’an yang luput dari pembahasan…
Tafsir

Makna Istiwa' dalam Ta'wil Mutawalli asy-Sya'rawi

3 Mins read
Kecenderungan menyimpang dalam ber-aqidah merupakan bencana yang besar. Salah satu penyimpangan tersebut adalah aqidah tasybih (menjadikan sifat Allah SWT sama dengan sifat…

1 Comment

  • Avatar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *