Perspektif

Kritik Terhadap Islam Radikal dalam Film Tuhan Izinkan Aku Berdosa

3 Mins read

MVP Picture kembali merilis sebuah film yang turut meramaikan dunia perfilman Indonesia dengan judul Tuhan Izinkan Aku Berdosa. Film yang disutradarai oleh Hanung Bramantyo ini merupakan adopsi dari sebuah novel Tuhan Izinkan Aku Menjadi Pelacur karya Muhidin M Dahlan.

Film dengan tema religi yang diperankan oleh aktor dan aktris tanah air seperti Aghniny Haque, Djenar Maesa Ayu, Andri Mashadi, Donny Damara, dan Samo Rafael ini berhasil menarik perhatian masyarakat. Secara umum film ini mengisahkan Kiran (Aghniny Haque) seorang perempuan religius yang berubah menjadi pelacur karena fitnah yang diterimanya.

Islam Radikal dalam Film Tuhan Izinkan Aku Berdosa

Penulis tidak akan membahas terkait bagaimana pada akhirnya Kiran bisa memilih jalan tersebut. Poin yang ingin penulis bahas di sini adalah terdapat beberapa since dalam film ini yang menampilkan beberapa adegan terkait kelompok Islam radikal. Sebagaimana penulis sebutkan sebelumnya bahwa sosok Kiran adalah seorang perempuan yang agamis. Iya Kiran adalah salah satu anggota dalam kelompok Islam radikal ini.

Di awal film diperlihatkan bahwa Kiran mengikuti sebuah kajian yang mana pembahasan dalam kajian tersebut adalah tentang sistem negara yang rusak, banyaknya kezaliman yang merugikan umat muslim. Oleh sebab itu, sang Ustaz kemudian bertanya kepada para jamaah terkait solusi yang ditawarkan. Dengan lantang kemudian Kiran menjawab caranya adalah dengan kembali kepada ajaran Al-Qur’an dan Hadist. Jawaban Kiran tersebut kemudian diverifikasi oleh sang Ustaz dengan mengatakan, seharusnya memang sebuah negara tidak menggunakan sistem negara sekuler karena masuk dalam kategori thaghut, melainkan harus menjalankan syariat Islam.

Terdapat pula since dimana anggota organisasi ini berkelahi dengan para mahasiswa di kampus karena memperebutkan sebuah tempat untuk melakukan kajian. Selain itu, anggota organisasi ini juga melakukan penggerebekan ke rumah Mbak Ami (ibu kos Kiran) karena diduga menjadi sarang maksiat. Di akhir film, diperlihatkan pula kelompok organisasi Islam yang pernah diikuti oleh Kiran ditangkap oleh Densus 88 karena diduga aliran sesat dan menjadi sarang terosis. Diperlihatkan pula dalam penangkapan tersebut terdapat beberapa racikan senjata.

Baca Juga  Pembakaran Bendera PKI, Tanda Kecintaan pada Negeri?

Islam Radikal di Indonesia

Adegan perkelahian dan penggerebekan yang ada dalam film tersebut merupakan suatu fenomena yang sudah tidak asing lagi kita lihat di dunia nyata, yang tersebar di televisi ataupun di platform media digital lainnya. Tentu saja fenomena tersebut sangat meresahkan untuk masyarakat sekitar. Penangkapan kelompok radikal oleh Densus 88 merupakan sebuah gambaran sekaligus kritik bahwa Indonesia menolak kelompok-kelompok Islam radikal karena dapat merusak perdamaian.

Kelompok yang mengatasnamakan agama tetapi malah sebaliknya menodai agama dengan tindakan anarkis mereka. Hal ini justru tidak mencerminkan Islam sama sekali. Karena pada hakikatnya Islam merupakan ajaran yang identik dengan kasih sayang dan kelembutan. Selain ayat-ayat perang yang mereka pahami untuk seruan berjihad, Al-Qur’an juga dipenuhi ayat-ayat perdamaian. Salah satunya adalah QS. Ali Imran ayat 103 yang artinya:

“Berpengangteguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, janganlah bercerai berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu ebrmusuhan lalu Allah mempersatukan hatimu sehingga dengan karunian-Nya kamu menjadi bersaudara. (ingatlah pula ketika itu) kamu berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari sana. Demikianlah Allah menerangkat ayat-ayatnya kepadamu agar kamu mendapat petunjuk”.

Ayat di atas tentu saja sangat kontekstual dengan keadaan Indonesia hari ini. Sebagaimana kita ketahui, keragaman yang ada negeri ini menuntut masyarakat agar mengedepankan sikap saling menghargai, menghormati dalam perbedaan. Sikap tersebut merupakan kunci untuk mencegah terjadinya konflik yang dapat merusak perdamaian. Terlebih lagi, dalam hal ini Islam dengan pemeluk yang mayoritas di Indonesia memilIki sebuah konsep perdamaian yaitu rahmatan lil alamin yang mana harus menempatkan perdamaian sebagai nilai sentral dalam ajarannya.

Baca Juga  Tadbir Al-Mutawahhid: Pesimisme Ibn Bajjah Terhadap Negara

Menjaga Keragaman Indonesia

Hadirnya kelompok Islam radikal ini pasti menganggu ketenangan masyarakat. Kelompok ini memunculkan rasa takut bagi siapa saja yang ingin berinteraksi dengan mereka. Dimulai dari penampilan, sikap serta respons terhadap sesuatu yang tidak sejalan dengan pemikirannya. Kelompok-kelompok seperti ini biasanya mereka yang bersuara untuk menjalankan syari’at Islam secara kaffah, tentunya dengan solusi penegakan khilafah. Namun di sisi lain, khilafah merupakan salah satu bentuk radikalisme yang dapat mengancam keutuhan bangsa dan negara.

Oleh sebab itu, sebagai negara yang mulitkultural, keragaman yang ada di Indonesia merupakan sebuah keniscayaan. Justru keragaman tersebut harus disyukuri dan diwujudkan dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Keragaman yang bersatu dalam sebuah ideologi pancasila sebagai landasan dan dasar negara yang mampu menyatukan seluruh keragaman di Indonesia. Dengan penerapan pancasila kehidupan akan semakin kokoh, masyarakat akan hidup tenang, aman dan nyaman tanpa ada sesuatu yang ditakutkan. Wallahua’lam.

Editor: Soleh

Khairun Niam
1 posts

About author
Pegiat kopi dan literasi. Dapat disapa melalui instagram @khn.niam10
Articles
Related posts
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…
Perspektif

Mengapa Masih Ada Praktik Beragama yang Intoleran?

3 Mins read
Dalam masyarakat yang religius, kesalihan ritual sering dianggap sebagai indikator utama dari keimanan seseorang. Aktivitas ibadah seperti salat, puasa, dan zikir menjadi…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds