Perspektif

Spirit Jihad Pro-Ekologis Muhammadiyah

4 Mins read

Kita semua kaget dengan dikeluarkanya PP Nomor 25 Tahun 2024 yang yang merupakan perubahan atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, yang mengatur pemberian Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) tambang pada wilayah eks PKP2B (Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara) kepada Ormas Keagamaan.

Kita sepakat bahwa lembaga keagamaan tidak boleh hanya berada pada urusan sembayang dan doa saja. Namun peristiwa adanya ormas mengurus pertambangan yang merupakan bagian dari industry ekstraktif tersebut perlu kita kaji lebih lanjut. Ada apa sebenarnya? di samping ada beberapa alasan yang sudah diungkapkan.

Sebab kerugian tambang ini menurut Hairus Salim dalam tulisan lepasnya berjudul Bahaya Ormas Agama Ikut Main Tambang yakni memiliki kerusakan yang berlebih disisi keuntungan yang mengiurkan, terutama dalam aspek kerugian ekologis seperti penghancuran habitat manusia, flora dan fauna, polusi udara, penipisan sumberdaya dan bencana alam lainnya.

Berbeda dengan ormas yang menerima, Muhammadiyah seperti memberikan sinyal penolakan walaupun hal itu masih kita curigai karena elite Muhammadiyah dalam peryataannya masih menggunakan kata “tidak tergesa gesa dan hendak mengkaji ulang”. Walaupun belum ada keputusan yang pasti, di sini penulis ingin mengulas bagaimana dakwah ekologi yang selama ini dijalankan oleh Muhammadiyah.

Penegasan Jihad Ekologis Muhammadiyah

Muhammadiyah dalam dakwah abad kedua memperluas cakrawala dakwahnya dengan mengedepankan sub-sub kemanusiaan yang luas. Tidak hanya pada dakwah dakwah tentang hubungan manusia dengan manusia tapi juga dengan manusia lingkungan atau dikenal dengan ekologi. Menurut Ernst Haeckel (1866), ekologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang hubungan organisme terhadap lingkungan hidup.

Hal ini dibuktikan dengan Putusan Muktamar 45 di Makassar pada tahun 2015 silam yaitu Muhammadiyah menyatakan kedaruratan ekologi, dalam putusan muktamarnya yang berbunyi: Dunia mengalami krisis air dan energi. Diperkirakan lebih dari dua milyar penduduk dunia kekurangan air. Di Indonesia, krisis air menjadi masalah serius setiap memasuki musim kemarau. Masyarakat mengalami kesulitan air bersih untuk konsumsi air minum dan kebutuhan primer sehari-hari.

Baca Juga  Untuk Para Mufassir, Jadilah Penafsir Al-Qur'an yang Inklusif

Krisis air terjadi karena sistem dan pengelolaan teknologi yang buruk, kerusakan alam, rendahnya kesadaran akan krisis air, dan penguasaan akses dan sumberdaya air oleh swasta. Krisis energi terjadi karena menipisnya persediaan minyak bumi, konsumsi transportasi dan industri yang tinggi, serta masalah sistem tata kelola dan tataniaga (Tanfidz, 2015). Dari pernyataan tersebut, kita melihat adanya spirit Islam progresif yang selalu menjadi watak Muhammadiyah, yakni bagaimana spirit Islamnya memiliki spirit shalih li kulli zaman wa makan.

Peran Muhammadiyah pada Krisis Ekologi

Kita tidak bisa mempungikiri bahwa krisis ekologi dalam konteks global maupun keindonesiaan adalah hal yang genting dan benar adanya, barangkali itu bisa ditemukan dalam lingkungan sekitar kita seperti pencemaran lingkungan, penenbangan pohon illegal, limbah industry berlebihan dan pemananasan global yang menyebabkan kebakaran hutan. Itu semua adalah ulah keserakahan manusia atau istilah lainya adalah manusia menjadi kaum antroposentris, yaitu sebuah pandangan atau anggapan bahwa manusia sebagai pusat dari semuanya. Maka lahirlah sifat kerakusan, keserakahan dan ketamakan umat manusia.

Dalam Buku Muslim Tanpa Masjid karya Kuntowijoyo telah disebutkan bahwa tugas cendekiawan muslim dalam tataran global adalah terkait dengan masalah lingkungan, hal ini juga masuk dalam tataran Amar Ma’ruf Nahi Mungkar. Hal serupa juga dipertegas oleh Buya Syafii Maarif dalam pengantar buku Syarifuddin Zuhri, Dinamika Poltik Muhammadiyah, bahwa Islam yang tidak mampu terlibat dalam penyelesaian urusan-kemanusiaan dan lingkungan bukan Islam yang sebenar benarnya. Disinilah Muhammadiyah menempatkan wajah baru abad keduanya, yaitu dengan terlibat pada isu isu krisis ekologi di level daerah, nasional maupun global.

Krisis ekologi adalah juga krisis kebangsaan bersebelahan dengan krisis politik, ekonomi dan sosial karena semuanya adalah satu kesinambungan, maka sangat dibenarkan apa yang pernah dilontarkan Din Syamsudin, Ketua Umum PP Muhammadiyah Periode 2005-2015, bahwa jika abad pertama saat kepemipinan KH Ahmad Dahlan Muhammadiyah telah meluruskan kiblat shalat umat Islam maka untuk abad kedua ini Muhammadiyah harus meluruskan kiblat bangsa.

Baca Juga  Ketika Muhammadiyah Berbicara Ekologi

***

Kepedulian Muhammadiyah pada isu ekologis adalah juga bentuk dari fresh ijtihad dengan bersumber pada teologi Al-Maun. Menurut David Evendi, bahwa meluasnya aktuliasasi teologi Al-Maun pada kaum buruh, petani dan nelayan adalah babak baru Gerakan Al-Maun, pada ekosistem dakwah Muhammadiyah, dan hari ini kesadaran ekologi juga menjadi penanda meluasnya aktualisasi gerakan teologi Al-Maun. Maka hal itu menjadi nafas pembaharuan yang berkelanjutan dalam tataran dakwah amar’maruf nahi mungkar sebagai identitas gerakan dakwah Muhammadiyah.

Respon atau kepedulian Muhammadiyah dalam isu ekologi bukanlah narasi kosong tanpa aksi, melalui respon teologis kontomperernya yaitu fikih air, fikih kebencanaan dan fiqih agraria, menunjukkan bahwa Muhammadiyah benar-benar peduli terhadap isu ekologi.

Jihad Ekologis ala Muhammadiyah

Adanya teologi kontemporer tentang lingkungan atau ekologi adalah bukti perlawanan masyarakat dalam hal ini adalah kalangan agamawan, dimana pengerusakan lingkungan harus didekati dengan pemaknaan ulang teologi beragama yang berbasis lingkungan. Dalam pengimplementasian Teologi Lingkungan tersebut, bisa dilihat dari narasi besar yang digaungkan oleh Ketua Umum PP Muhammadiyah 20015-2015 Prof. Din Syamsudin yaitu “Jihad Konstitusi” mengembalikan dan memenuhi hak rakyat sebagaimana amanah konstitusi dan hukum nurani melalui judicial review atau uji material terhadap Undang-Undang.

Teologi Jihad Konstitusi ala Muhammadiyah memberikan banyak pelajaran berharga bagi rakyat terutama perihal kesadaran terhadap adanya faktor penindasan yang dilakukan oleh struktur, yaitu negara yang sewenang-wenang mengeksploitasi kekayaan alam atas dalih pembangunan dan kemajuan dengan tidak memedulikan keseimbangan lingkungan hidup yang memberikan dampak negatif bagi ekosistem alam.

Dalam perjalanannya pada jihad konstitusi Muhammadiyah telah memenangkan judicial review dalam gugatan uji materil yaitu dua di antaranya sangat dekat dengan kepentingan Muhamamdiyah, yakni menyangkut ke-ormas-an (UU No.17 tahun 2013) dan Rumah sakit (UU No.4 tahun 2009), dan dua UU lainnya yaitu UU No.22 Tahun 2001 tentang UU Minyak dan gas Bumi dan UU No.6 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (David Efendi : 2015). Dalam UU Minyak dan gas Bumi dan UU No.6 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Hal ini menegaskan bahwa Muhammadiyah tidak hanya memperjuangkan kepentingan internal organisasi, melainkan juga berjuang dengan berpihak kepada rakyat sebagai bagian dari jihad konstitusi pro ekologis.

Baca Juga  Menjadi Perempuan Haruslah Cerdas dan Berkarakter

Upaya ini juga bisa disebut sebagai politik malokatif atau politik nilai yang selama ini didengungkan oleh Muhammadiyah, bahwa tindakan untuk mengkontrol kebijakan pemerintah tidak harus menjadi partai politik. Menurut Haedar Nashir, fokus Muhammadiyah dalam mendukung pembangunan adalah menyelamatkan lingkungan hidup, pembangunan tanpa merusak sesuai dengan spirit Islam. Manusia diutus menjadi khalifah agar memakmurkan alam, namun yang terjadi justru penistaan terhadap alam.

***

Sebagai tambahan langkah Muhammadiyah dalam Jihad Ekologi sebenarnya tidak hanya pada Jihad Konstitusi, tapi juga gerakan akar rumput seperti adanya Komunitas Kader Hijau Muhammadiyah atau Komunitas-komunitas prakararsa individu warga Muhammadiyah, di sungai, di kota-kota, dan banyak lagi ragamnya.

Adanya gerakan-gerakan jihad ekologis berbasis komunitas tersebut juga menjadi pewarna peradaban dalam menunjukan wajah Islam sebagai rahmatan lil alamin. Dan nilai besar ini akan tetap menjadi ijtihad dengan spirit pro-ekologis ketika Muhammadiyah tetap teguh pada pendiriannya.

Daftar Referensi

1.     David Effendi : Kader Hijau Muhammadiyah: Mencari Ekologi Pembebasan di Muhammadiyah:  http://kaderhijaumu.id/mencari-ekologi-pembebasan-di-muhammadiyah/

2.     Kuntowijoyo: Buku Muslim Tanpa Masjid

3.     David Effendi : Gerakan Sosial-Ekologi Muhammadiyah. http://davidefendi.staff.umy.ac.id/2017/05/17/gerakan-sosial-ekologi-muhammadiyah/

4. David Effendi : Jihad Ekologis ala Muhammadiyah : http://davidefendi.staff.umy.ac.id/2015/05/25/jihad-ekologis-ala-muhammadiyah/

5. Jurnal Studi Al-Qur’an; Vol. 10, No. 1, Tahun. 2014 Membangun Tradisi Berfikir Qur’ani Jurnal Studi Al-Qur’an, P-ISSN: 0126-1648, E-ISSN: 2239-2614 83 Konsep Gerakan Ekoteologi Islam Studi Atas Ormas NU Dan Muhammadiyah Izzatul Mardhiah, Rihlah Nur Aulia, dan Sari Narulita Universitas Negeri Jakarta

Avatar
1 posts

About author
Ketua Umum PC IMM Djazman Al Kindi Yogyakarta
Articles
Related posts
Perspektif

Aktivisme dalam Al-Qur'an

3 Mins read
Hari Ahad, 22 September kemarin, saya kembali mendapat Kehormatan menjadi pembicara di acara Konvensi Tahunan NABIC (North American-Bangladeshi Islamic Community) di New…
Perspektif

Darul Ahdi wa Syahadah: Pancasila Sebagai Traktat Kaum Beragama di Indonesia

3 Mins read
Pancasila, sebagai dasar negara Indonesia, tidak hanya menjadi pedoman bagi penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara, tetapi juga berfungsi sebagai traktat atau kesepakatan…
Perspektif

Da'i Rasa Provokator

5 Mins read
Momen-momen acara keagamaan mestinya menjadi ajang mengajarkan dan menyebarkan nilai-nilai agama yang luhur. Namun akhir-akhir ini, kegiatan keagamaan menjadi ajang provokasi dan…

1 Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *