Feature

Malaysia dan Indahnya Kebersamaan

4 Mins read

Kuala Lumpur International Airport-2, Kamis 06 Juni 2024. Pukul 20.00, aku dan Pak Syifa mendarat. Mestinya kami mendarat disini  tiga minggu sebelumnya. Pengurusan visa Schengen-Norwegiaku  yang harus di Bangkok membuat keberangkatan kami ke Kuala Lumpur tertunda. Ketika melalui imigresyen, aku  agak terhambat. Aku tidak lancar mengisi sebuah formulir online. Setelah dua kali gagal, aku langsung menuju konter petugas. Ternyata petugasnya ramah. Apalagi tahu aku pensyarah atau dosen yang akan menuju Universiti Malaya (UM).

Lalu beliau bertanya, “Nak ke Eropa? ” Rupanya beliau membaca Visa Schengen yang tertempel di pasporku.  “Iya. Tapi bulan muka,” jawabku.  Pasporku lalu dicap dan akupun melenggang masuk Malaysia. Langkah kami makin lancar karena di pintu keluar senyum dua anak muda Malaysia yang baik, Asmaa dan Faiz, menyambut kedatangan kami.

Perkenalanku dengan Asmaa dan Faiz terjadi dua tahun yang lalu. Kala itu aku, Pak Syifa, dan Prof Syafri Sairin riset tentang Orang Kerinci di Malaysia. Riset ini dalam skema kolaborasi internasional antara UMY dengan UM. Kolaborator kami Prof Awang Azman Awang Pawi, pensyarah pada Akademi Pengkajian Melayu UM. Beliau menunjuk Asmaa mahasiswa doktoralnya membersamai kami. Maka kami keliling Kuala Lumpur (KL) dihantar Asmaa bersama Faiz calon suaminya dengan mobil Toyota hybridnya.

Beberapa bulan kemudian Pak Awang, istri beliau, Asmaa, dan  Faiz mengunjungi  Kerinci. Mereka menginap di rumah keluargaku di Pulau Sangkar kampung halamanku.  Ternyata mereka sangat tekesan dengan keindahan alam dan kelezatan makanan  Kerinci. Khususnya Faiz yang sangat menyukai dendeng  batokok.

Setahun yang lalu Asmaa dan Faiz menikah. Kami diundang. Maka aku dan istriku bersama Prof Syafri dan Uni Fatimah istri beliau berangkat ke Kuala Trengganu, kampung halaman Asmaa. Kami menjadikan perjalanan ini sekaligus rekreasi keliling Malaysia. Di samping seputar Trengganu, kami menjelajah Kuala Lumpur.

Aku dan istriku bahkan sampai ke Malaka menikmati kota bersejarah ini. Kami naik Grab dari hotel di Petaling Jaya menuju Terminal Besar Selatan (TBS) yang megah, rapi, dan ramai. Dari sini kami naik bis menuju selatan. Kami menikmati Kota Malaka yang sudah menjadi destinasi wisata utama Malaysia. Obyek yang menarik perhatianku adalah replika kapal Portugis. Dengan kapal sejenis ini, mereka mengarungi dunia dan pernah menaklukkan Nusantara. Kami juga naik kapal  kecil  menjelajahi Sungai Malaka yang bersih dan rapi.

Baca Juga  Belajar dari Thailand, Diplomasi Masih Bisa Jadi Jalan Keluar Krisis di Palestina

Untuk kunjungan enam hari kali ini, aku dan Pak Syifa siap mencari hotel atau homestay. Tetapi Asmaa dan Faiz bersikeras kami tinggal di rumah mereka saja. Maka dari bandara KLIA-2, kami langsung meluncur ke kawasan Damansara. Kami sempat makan malam dan bertemu adik bungsu Asmaa yang kuliah di Management and Science University. Si Bungsu ini belajar ilmu forensik.

Asmaa dan Faiz tinggal di Kondomuniun Damansara Perdana. Lokasinya kawasan perbukitan yang tertata rapi dan indah. Hutan dan pepohonan di lereng-lereng bukit dipertahankan. Sehingga lingkungan terasa hijau dan sejuk.  Apartemen Asmaa-Faiz berada di lantai 17. Dari apartemen ini, terlihat Kuala Lumpur dari ketinggian. Termasuk indahnya matahari terbenam di langit Kuala Lumpur.

Hari kedua di Malaysia kami meluncur ke Perlis. Pak Syifa sedang riset tentang Pengaruh Pemikiran Abduh di Indonesia dan Malaysia. Untuk ini kami berempat (aku, Pak Syifa, Asmaa, dan Faiz) menaiki mobil Faiz. Mobil yang baik, jalan tol yang tidak ramai, dan sopir yang masih muda berbuah laju mobil berkecepatan tinggi. Rata-rata 130 km/jam. Sering 150 km/jam.

Jarak tempuh KL-Kuala Perlis 487 km dilahap Faiz hanya dalam beberapa jam. Sebagai sopir baru saja sudah menaklukkan 4.000 km  jarak Jogja-Kerinci-Padang-Jogja. Aku menawarkan jasa sebagai co-driver, tetapi ditolak Faiz. Dia ternyata terbiasa menyopir jarak jauh tanpa henti dalam waktu lama. Diselingi singgah sebentar di Ipuh, ibukota Kedah menjelang Isya kami makan dengan lahap di RM Seafood Api-api di Kuala Perlis. Masakannya enak, harganya terjangkau, dan ditambah kami kelaparan.

Ada dua nama aku kenal dekat di jalur Kuala Lumpur-Perlis. Pertama, ustadz Wahid Ridwan. Beliau pengurus Lembaga Hublu ketika aku memimpin Lazismu PP Muhammadiyah. Sehingga kami sesekali bertemu. Aku mengontak beliau, memberitahu kedatanganku ke Perlis. Mas Wahid kini menjadi salah satu pimpinan di Universitas Muhammadiyah Malaysia (UMAM) yang belum lama berdiri.

Baca Juga  Menemukan Kesetaraan dalam Ungkapan 'Kanca Wingking'

Kedua, Nasrullah, mahasiswaku di FAI UMY selama beberapa semester. Dari dia aku tahu makna kata Dugaan sebagai judul salah satu serial  Upin-Ipin adalah godaan. Belakangan Nasrullah diminta keluarga pindah dari UMY meski dia  masih betah. Keluarganya termakan stigma negatif yang berkembang di Kedah, bahwa Muhammadiyah adalah Wahabi. Sayangnya aku tidak bisa bertemu Mas Wahid maupun Nasrullah. Mereka sedang berada di lokasi yang tidak dekat.

Kami lalu berkunjung ke kampus Universitas Muhammadiyah Malaysia (UMAM). Kampus ini berdiri melalui perjuangan panjang. Memasuki abad kedua, Muhammadiyah makin berkiprah di luar negeri. Dalam bidang pendidikan, sudah berdiri TK ABA di Kairo-Mesir dan sekolah menengah AMC di Melbourne-Australia. Muhammadiyah lalu menyasar Malaysia menjadi lokasi perguruan tingginya.

Ternyata ini tidak mudah. Muhammadiyah mengalami hambatan terkait faham Islam Berkemajuan alias Islam Kaum Muda yang diusungnya. Faham keagamaan di Malaysia dihegemoni Islam Kaum Tua. Kecuali Negeri Perlis yang lebih terbuka. Mufti Perlis mempersilahkan Muhammadiyah mendirikan perguruan tingginya disini. Bahkan UMAM dipersilahkan memanfaatkan properti kerajaan untuk mengawali langkah.

Di UMAM, kami diterima dengan hangat. Meski hari ini adalah hari Sabtu alias hari libur kerja di Malaysia. Hadir Rektor atau Vise Concelor UMAM Prof Waluyo-UMS. Acara dihantarkan oleh Pak Dwi Santoso-UAD Wakil Rektor bidang kerjasama. Kuliah singkat disampaikan dosen senior sekaligus Dekan Studi Islam Prof Sohirin.  Prof Waluyo menyampaikan dua minggu sebelumnya. Mereka seminar bersama pihak Kerajaan.

Temanya Islam dan Jatidiri Melayu. Salah satu sub tema terkait sejarah masuknya Islam Kaum Muda di Perlis. UMAM ditantang  untuk melakukan riset lebih dalam, khususnya tentang tokoh Hassan Surabaya yang dikenal sebagai pembawa faham Kaum Muda ke Perlis. Maka kamipun merencanakan riset kolaborasi memenuhi keinginan pihak Kerajaan Perlis ini.

Baca Juga  Melihat Pancasila di Pakelan: Sepenggal Kisah Merayakan Iduadha Bersama Non-Muslim

Dalam perjalanan pulang, kami singgah di Penang. Ini persinggahan dadakan. Awalnya kami akan langsung menuju KL. Tetapi dari jalan tol di semenanjung George, Town ibukota Penang terlihat gagah di seberang. Usulanku agar kami singgah menyeberang diterima Faiz. Maka kami menyeberang Selat Pulau Pinang melalui jembatan utara. Kami pun sampai di kota George Town.

Destinasi pertama kami adalah Rumah Makan Nasi Kandar Deens Maju. Masakannya enak. Sehingga laris bukan main. Untuk bisa masuk, para pengunjung harus sabar antri. Kamipun makan siang di waktu senja disini dengan lahap.  Selanjutnya, kami singgah di masjid  Kampus Universiti Sanis Malaysia (USM). Ini kampus besar Malaysia yang berada di Pulau Pinang. Aku lalu menghubungi Beta alumni FAI UMY yang sedang studi S-2 di USM.

Sore menjelang magrib ketika kami menikmati keindahan pantai Pulau Pinang di RM Sri Pantai, Beta datang bersama Mutia istrinya. Alumni FAI UMY dan anak Ustadz Syakir dekan kami kini. Dua gadis cilik cantik cucu Ustadz Syakir juga ikut serta. Aku segera menggendong salah satunya, berfoto, dan mengirimkan foto ke Ustadz Syakir. Aku sengaja memprovokasi kawan dekatku ini. Beliau harus merasakan rinduku pada  cucu di Norwegia yang menderaku minggu-minggu ini.

Kemudian kami kembali kekenyangan dan pamit melanjutkan perjalanan menuju Kuala Lumpur. Menjelang berpisah, Beta kaget. Aku telah mendahuluinya  ke kasir membayar makan malam kami. Dia berujar,  “kami ingin memuliakan guru-guru dan tamu kami.” Aku menjawab, “aku tidak mentraktir Kalian. Aku mentraktir dua cucuku ini.” Maka kamipun larut dalam indahnya kebersamaan di Penang-Malaysia.

Kampus Terpadu UMY, 20 Juni 2024

Avatar
31 posts

About author
Ketua LazisMu PP Muhammadiyah
Articles
Related posts
Feature

Rakernas dan Dinamika Dunia Wakaf

4 Mins read
Jogja, Jumat 1 November 2024. Pukul 05.30 pagi dengan sebuah mobil dari Ringrud Selatan Jogja kami menuju Kartasura. Di perjalanan ikut bergabung…
Feature

Perkuat Toleransi Sejak Dini: Cerita Pesantren Muhammadiyah Terima Kunjungan SMA Kristen

2 Mins read
Kunjungan studi yang dilakukan oleh para siswa Sekolah Kanisius Jakarta ke pesantren Muhammadiyah Al-Furqon, sejak Rabu, 30/10/2024 sampai Jum’at, 1/11/2024 merupakan sebuah…
Feature

Tasawuf di Muhammadiyah (1): Lahirnya Neo-Sufisme

4 Mins read
Ketika mendiskusikan tasawuf di Muhammadiyah, maka yang dibicarakan adalah tasawuf bentuk baru atau Neo-Sufisme. Muhammadiyah sendiri—dalam hal ini tokoh-tokohnya—tidak menolak sepenuhnya tentang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds