Perspektif

Racun “Hari Kesehatan Nasional”

3 Mins read

Oleh: Al Muntazar Bin Saharudin

Dewasa ini, dunia kesehatan rasanya menjadi pembahasan yang begitu banyak menyedot perhatian baik dari kalangan akademis maupun masyarakat secara umum. Hari Kesehatan Nasional yang ke-55, tema “Generasi Sehat Indonesia Unggul” menjadi salah satu pokok yang perlu kita refleksikan bersama.

Seperti kita ketahui, lahirnya Hari Kesehatan Nasional yang selanjutnya disebut HKN, diawali dengan mewabahnya penyakit malaria di Indonesia pada era 50-an yang menyebabkan banyaknya korban yang berjatuhan. Hal ini mendorong pemerintah untuk mendirikan instansi yang mengatasi dan membasmi malaria (Malaria Eradication).

Hingga pada tahun 1959, presiden Soekarno secara simbolik melakukan penyemprotan pertama sebagai bentuk perlawanan terhadap penyakit malaria, yang pada akhirnya dirayakan sebagai HKN tiap tanggal 12 november nya. Namun, dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, bentuk perayaan HKN sudah sangat variatif, mulai dari baksos, lomba-lomba, jalan sehat dan lain sebagainya.

Maka, sudah sepatutnya menjadi kajian bersama, apakah HKN hanyalah dimaknai sebatas perayaan Hari Besar Nasional (HBN) yang mengikuti budaya-budaya sebelumnya (bersifat ritualistik) atau sebagai pengingat bahwa dulunya masyarakat Indonesia ‘pernah’ berada pada masa kelam dan menjadi semangat untuk membawa indonesia ke arah yang lebih progresif.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Terawan Agus Putranto mengatakan dalam sambutannya pada upacara Hari Kesehatan Nasional bahwa pembangunan kesehatan hari ini menekankan pada dua perspektif, yakni optimalisasi inovasi layanan kesehatan dan harmonisasi kepentingan pemangku kebijakan (Stakeholder).

Hal itu masih bersifat harapan, yang artinya bahwa dua pokok tersebut menjadi masalah utama yang mungkin telah disadari terjadi secara menyeluruh di pelosok negeri baik tentang pengobatan yang relatif mahal, penyediaan obat dan produk kesehatan yang tidak sesuai standar, serta tumpang tindihnya lintas sektor maupun unit-unit kerja yang berada di pusat dan daerah. Juga disebutkan dalam sambutannya Kabinet Indonesia Maju (2019-2024) menegaskan bahwa perhatian pemerintah pada periode depan ialah pembangunan Sumber Daya Manusia dengan membawa 2 isu besar, yakni pengendalian “stunting” yang di klaim telah menurun sebesar 10% dalam kurun 5 tahun terakhir dan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang belum mampu dijelaskan secara konkret tentang perkembangan dan capaiannya.

Baca Juga  Membayangkan Hidup Kita Seusai Wabah Corona

Bila dikaji lebih jauh, maka akan kita dapatkan kenyataan bahwa pemerataan tenaga kesehatan dan pelayanan kesehatan di Indonesia masih menghadapi begitu banyak persoalan. Hal itu disebabkan oleh tidak seimbangnya antara rasio tenaga kesehatan dengan jumlah penduduk. Seperti tercantum dalam kepmenko bidang kesra no. 54 tahun 2013 tentang target rasio per 100.000 penduduk, pada tahun 2014 dokter umum di targetkan 40/100.000 (1 dokter umum/2500 penduduk), 2019 ditargetkan naik menjadi 45/100.000 dan tahun 2025 menjadi 50/100.000 penduduk.

Namun, target ini nampaknya masih sangat jauh untuk dicapai. Secara aturan, Surat Izin Praktik (SIP) dokter hanya dapat diberikan pada 3 tempat praktik saja. Sejalan dengan bunyi Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2052/MENKES/PER/X/2011 Pasal 4 ayat (1) “SIP Dokter dan dokter gigi diberikan paling banyak untuk 3 (Tiga) Tempat Praktik, baik pada fasilitas pelayanan kesehatan milik pemerintah, swasta, maupun praktik perorangan” Dan ayat (2) “SIP 3 (Tiga) Tempat Praktik sebagaimana di maksud pada ayat (1) dapat berada dalam Kabupaten/Kota yang sama atau berbeda di provinsi yang sama atau provinsi lain”.

Maka, dengan jumlah dokter yang kurang merata inilah yang menyebabkan banyak dokter yang bekerja lebih dari 3 tempat dengan menggunakan surat tugas yang diberikan oleh dinas kesehatan untuk melaksanakan pelayanan kesehatan di beberapa tempat yang membutuhkan tenaga medis. Hal ini juga telah dijelaskan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia saat rapat kerja dengan Komisi IX DPR.

Pada kenyatannya, masalah di atas berbuntut pada pelayanan kesehatan yang kurang optimal. Sudah tidak asing lagi, banyak masyarakat yang mengeluhkan terjadinya perbedaan pelayanan kesehatan terhadap pasien yang menggunakan asuransi kesehatan (BPJS) dengan pasien yang melalui jalur reguler. Terkesan bahwa pelayanan kesehatan pada pasien BPJS begitu lama dan juga rumit (menyusul berita tentang kenaikan harga BPJS pada semua kelasnya yang akan di berlakukan pada awal tahun 2020 untuk menutupi defisit anggaran) dibanding dengan pasien yang melalui jalur reguler (umum) yang relatif mudah dan cepat.

Baca Juga  Benarkah "Kitab Kuning" Bisa Menangkal "Radikalisme"?

Hal ini menjadi PR kita bersama, sebab asuransi kesehatan masih sangat dibutuhkan dalam masyarakat, mengingat bahwa Indonesia masih dalam proses tahap perkembangan.

Perlu dipertegas, bahwa HKN bukan hanya teruntuk pada tenaga medis saja, melainkan seluruh elemen masyarakat dapat mengambil peran dalam proses membangun Generasi Sehat Indonesia Unggul. Maka, sebagai mahasiswa yang katanya adalah manusia-manusia terdidik, di tuntut untuk dapat melahirkan sebuah langkah konkret dalam mencapai cita-cita mulia negara itu, bukan hanya memperkaya ilmu pengetahuan di ruang kampus saja dengan meninggalkan kepentingan umum serta berharap nantinya akan duduk di kursi pemerintahan bersama kepentingan-kepentingan politik yang tersusun rapi di meja kerjanya.

Menjadi pertanyaan, berada di posisi manakah mahasiswa ? hanya kesadaran yang dapat menjawabnya.

1005 posts

About author
IBTimes.ID - Cerdas Berislam. Media Islam Wasathiyah yang mencerahkan
Articles
Related posts
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…
Perspektif

Mengapa Masih Ada Praktik Beragama yang Intoleran?

3 Mins read
Dalam masyarakat yang religius, kesalihan ritual sering dianggap sebagai indikator utama dari keimanan seseorang. Aktivitas ibadah seperti salat, puasa, dan zikir menjadi…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds