Perspektif

Pentingkah Psikologi Individual dalam Dakwah?

3 Mins read

Pendahuluan

Dalam pemaparannya di acara Studium General yang diadakan oleh Fakultas Dakwah Institut Islam Mamba’ul Ulum Surakarta tempo hari, Prof Imam Mujahid menyampaikan kuliah umumnya dengan tema “Peluang dan Tantangan Dakwah di Era Digital.” Bila kita cermati secara seksama, ada beberapa poin materi yang beririsan dengan tema perkuliahan Psikologi Dakwah, khususnya pada bab Psikologi Individual dalam dakwah.

Guru Besar Bidang Ilmu Bimbingan dan Konseling Islam di UIN Raden Mas Said Surakarta itu menjelaskan bahwa saat ini umat manusia pada umumnya sedang berada di era VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, dan Ambiguity). Era VUCA merupakan kondisi transformasi yang terjadi dengan super cepat, tanpa bisa kita duga, rumit dan membingungkan. Kondisi demikian merupakan konsekuensi logis dari arus deras modernisasi dan teknologi yang tengah terjadi hari-hari ini.

Salah satu efek samping yang ditimbulkan dari kondisi tersebut adalah FOMO (fear of missing out) yang belakangan ini telah banyak menjangkiti sebagian besar umat manusia. Disadari atau tidak, masyarakat yang hari ini separuh hidupnya berada di bawah kendali gadget hampir bisa dipastikan mengidap FOMO. Rasa ketakutan atau cemas apabila ketinggalan suatu berita yang sedang viral di jagad maya. Bukan tidak mungkin FOMO bagi seseorang tertentu di zaman sekarang dijadikan sebagai value atau prinsip dalam hidupnya.

Maka dengan kondisi masyarakat yang demikian, sudah pasti menciptakan tantangan tersendiri bagi dunia dakwah kemasyarakatan. Sehingga menjadi penting diadakannya sebuah transformasi metode dakwah yang adaptif dengan perkembangan kondisi sosial, budaya ataupun kejiwaan (baca: psikologi) masyarakat saat ini. Di sinilah irisan paling mencolok antara pemaparan materi Prof Imam dengan materi perkuliahan bab Psikologi Individual.

Baca Juga  Tetap Sehat Sekalipun di Rumah

Relasi Antara Psikologi Individual dan Dakwah

Salah satu bab yang dibahas dalam mata kuliah adalah relasi antara Psikologi Individual dalam berdakwah. Psikologi Individual ini secara substansial banyak beririsan dengan poin yang disampaikan oleh Prof Imam, yaitu soal metode dakwah multidimensi dan multiaspek. Bahwa dakwah di era digital musti ada perluasan cakupan dimensi dan aspek lahan garapnya. Itu bisa berguna untuk menambah efektivitas serta efisiensi dakwah yang dilakukan.

Contohnya seperti dakwah bukan lagi soal berbicara di atas mimbar, akan tetapi terjun langsung ke masyarakat untuk memberikan solusi atas berbagai permasalahan-permasalahan yang tengah dialami oleh masyarakat.

Hal itu sangat selaras dengan pengertian teori Psikologi Individual menurut Alfred Adler. Sebagai psikolog sekaligus dokter, Adler mendefinisikan Psikologi Individual sebagai sebuah pandangan optimistik tentang manusia dengan menitikberatkan sepenuhnya pada konsep kepedulian sosial, yaitu sebuah perasaan kesatuan dengan seluruh umat manusia. Dengan kata lain, bisa dibilang Psikologi Individual dalam dakwah adalah salah satu bagian dari perluasan dimensi dan aspek dakwah. Yaitu dakwah yang menitikberatkan pada kepedulian sosial yang di kemudian hari termanifestasi dalam bentuk dakwah filantropi.

***

Bisa dipastikan munculnya gerakan-gerakan dakwah filantropi adalah hasil dari penggunaan pendekatan Psikologi Individual dalam berdakwah. Dakwah dengan pendekatan Psikologi Individual ini menjadi sangat relevan diterapkan kepada masyarakat (baca: mad’u) Indonesia sebagai negara berkembang. Kesadaran akan betapa pentingnya pendekatan ini sebisa mungkin untuk mulai diarus-utamakan perannya dalam tiap gerakan dakwah jamaah. Mengingat kelas masyarakat negara Indonesia masih didominasi oleh kalangan kelas menengah ke bawah.

Abdul Halim Sani dalam bukunya yang berjudul “Manifesto Gerakan Intelektual Profetik,” juga menjelaskan bahwa dakwah keagamaan yang berbasis pada kenabian Muhammad SAW (profetik) haruslah memihak kaum dhuafa sebagai sebuah gerakan kemanusiaan (humanis). Dengan kata lain, gerakan dakwah melalui pendekatan Psikologi Individual pada hakikatnya adalah salah satu arus utama dari gerakan dakwah yang dilakukan oleh Rasulullah SAW. Sebab dengan pemahaman di atas dapat melahirkan aktivitas dakwah yang bukan hanya efektif tapi juga progresif, bahkan revolusioner.

Baca Juga  Lagu “Aisyiyah Istri Rasulullah” dan Tantangan Dakwah dalam Budaya Alay

Gerakan Dakwah dengan Psikologi Individual di Indonesia

Gerakan dakwah dengan pendekatan Psikologi Individual ini sudah banyak contohnya di Indonesia. Jika kita melihat dua ormas keagamaan terbesar NU dan Muhammadiyah dalam struktur keorganisasiannya terdapat lembaga khusus yang fokus pada permasalahan-permasalahan filantropis, yaitu LazisMu di Muhammadiyah dan LazisNu di NU. Sedangkan lembaga resmi pemerintah pun ada Baznas yang fungsinya kurang lebih sama.

Kondisi yang demikian itu wajib untuk disyukuri bersama. Langkah selanjutnya adalah bagaimana kemudian kesadaran para mubaligh, da’i, dan penceramah serta komunitas-komunitas dakwah yang ada mulai mengarus-utamakan gerakan dakwah filantropis tersebut sehingga terwujud dalam gerakan dakwah jamaah yang sifatnya kolektif. Inilah yang masih menjadi PR bagi penyelenggara komunitas-komunitas dakwah. Jangan sampai yang terjadi mencukupkan diri dengan kondisi yang ada dan terlena dengan status quo. Hal itu jelas tidak selaras dengan apa yang disebut dengan sifat-sifat kenabian (profetik).

Namun patut untuk disyukuri bersama meskipun upaya mengarus-utamakan pendekatan Psikologi Individual itu tidaklah mudah, setidaknya di negara Indonesia ini sudah ada komunitas dakwah yang mempraktikkannya yaitu di Masjid Jogokariyan. Gerakan dakwah Masjid Jogokariyan adalah contoh konkret apa yang dimaksud oleh tulisan ini yaitu mengarus-utamakan gerakan dakwah dengan pendekatan Psikologi Individual.

Penutup

Hubungan antara aktivitas dakwah dengan ilmu psikologi khususnya Psikologi Individual haruslah bersifat integratif. Secara umum, dikarenakan tuntutan zaman yang semakin cepat perkembangannya, aktivitas dakwah juga musti mengikuti perkembangan yang ada. Maka tidak heran jika dalam perkembangannya dakwah di zaman sekarang telah banyak mengalami perubahan gaya atau metode tanpa menghilangkan esensi dari dakwah itu sendiri tentunya.

Salah satu bentuk daripada perkembangan metode dakwah itu adalah pendekatan dakwah melalui Psikologi Individual. Kompleksitas yang dihadirkan oleh perkembangan zaman yang begitu cepat secara langsung menuntut gerakan dakwah yang integratif dan interkonektif. Dengan begitu segala dimensi serta aspek kehidupan manusia dapat tersentuh sehingga dapat membimbing umat untuk terus berada di jalan yang lurus dan penuh nikmat. Bukan terjatuh ke jalan yang dimurkai Allah dan atau jalan yang sesat.

Baca Juga  Menghidupkan Obrolan Ndakik-Ndakik
Avatar
2 posts

About author
Kader Muhammadiyah dan pengasuh anak-anak yatim dan dhuafa. Menjabat sebagai anggota bidang tabligh IMM komisariat Hajjah Nuriyah Shabran periode 2018-2019
Articles
Related posts
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…
Perspektif

Mengapa Masih Ada Praktik Beragama yang Intoleran?

3 Mins read
Dalam masyarakat yang religius, kesalihan ritual sering dianggap sebagai indikator utama dari keimanan seseorang. Aktivitas ibadah seperti salat, puasa, dan zikir menjadi…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds