Kunjungan studi yang dilakukan oleh para siswa Sekolah Kanisius Jakarta ke pesantren Muhammadiyah Al-Furqon, sejak Rabu, 30/10/2024 sampai Jum’at, 1/11/2024 merupakan sebuah inisiatif yang patut diapresiasi. Sebab, ini adalah bentuk implementasi dari moderasi beragama yang selama ini menjadi salah satu program dari pemerintah lewat Kementerian Agama.
Penghargaan yang juga diraih Pesantren Muhammadiyah Al-Furqon pada tahun 2023 lalu sebagai Pesantren Prestatif Inspiratif oleh Kementrian Agama, merupakan bukti nyata dan komitmen lembaga pendidikan ini dalam mengaktualisasikan nilai-nilai moderasi beragama.
Di tengah dinamika sosial yang semakin kompleks, peran pesantren sebagai benteng peradaban Islam semakin krusial. Pesantren yang selama ini dikenal sebagai lembaga pendidikan agama Islam, ternyata juga bisa menjadi ruang yang inklusif untuk dialog antaragama.
Pesantren Muhammadiyah Al-Furqon, dengan komitmennya terhadap moderasi beragama, telah membuktikan bahwa pesantren tidak hanya mengajarkan ilmu agama, tetapi juga nilai-nilai kemanusiaan yang universal. Dengan demikian, Al-Furqon sebagai lembaga pendidikan berbasis pesantren telah menunjukkan bahwa pesantren tidak hanya menjadi lembaga pendidikan agama, tetapi juga pusat pengembangan karakter yang moderat, toleran, dan terbuka.
Penguatan Toleransi di Tengah Keberagaman
Pertemuan antara dua lembaga pendidikan dengan latar belakang agama yang berbeda ini tidak hanya sekadar kegiatan rutin, melainkan sebuah upaya strategis dalam membangun fondasi toleransi dan kerukunan antar umat beragama sejak dini.
Kunjungan ini dapat diibaratkan sebagai jembatan silaturahmi dan penguatan toleransi yang menghubungkan dua dunia yang berbeda. Siswa sekolah Kanisius, yang sebagian besar beragama Katolik, dihadapkan pada lingkungan pesantren yang santrinya beragama Islam. Melalui interaksi ini, siswa diajak untuk melihat langsung bagaimana praktik keagamaan dijalankan di pesantren, serta memahami filosofi yang mendasari setiap kegiatan.
Dalam kunjungan tersebut, siswa sekolah Kanisius berkesempatan untuk belajar tentang proses pendidikan di pesantren, yang tidak hanya menekankan aspek keagamaan, tetapi juga pengembangan karakter dan etika dan santri Al-Furqon diajak untuk mendalami ajaran sesuai dengan AL-Qur’an yaitu tentang toleransi dengan cara yang menyenangkan dan mendidik, yang dapat menjadi inspirasi bagi santri itu sendiri.
Selain itu, kunjungan ini berpotensi untuk membangun jejaring sosial yang lebih luas. Melalui interaksi antara siswa sekolah Kanisius dan santri Al-Furqon, mereka dapat menjalin persahabatan yang melampaui batasan agama dan budaya. Persahabatan ini dapat menjadi jembatan untuk kolaborasi di masa depan, baik dalam konteks akademik maupun sosial.
Dengan adanya jejaring sosial ini, siswa dapat saling mendukung dalam berbagai kegiatan, seperti proyek sosial, seni, dan olahraga. Kegiatan bersama yang melibatkan siswa dari latar belakang yang berbeda akan memperkuat ikatan sosial dan meningkatkan rasa saling percaya. Hal ini sangat penting dalam membangun masyarakat yang inklusif dan harmonis di masa yang akan datang.
Praktik Toleransi di Pesantren Muhammadiyah Al-Furqon
Prinsip moderasi dan keterbukaan digunakan oleh pesantren Muhammadiyah Al-Furqon dalam mengajarkan kepada para santrinya yakni untuk menerima perbedaan dan hidup berdampingan dengan harmonis, nilai-nilai ini sangat relevan dengan masyarakat Indonesia modern, yang kemudian siswa akan lebih siap untuk menghadapi kesulitan di masa depan setelah memahami dan menerapkan nilai-nilai ini.
Salah satu tujuan dari kunjungan ini adalah untuk mengajarkan toleransi kepada para siswa dan santri. Karena, pada dasarnya kita hidup di Indonesia yang mana masyarakatnya begitu majmuk dan multi kultular. Oleh sebab itu, para siswa dan santri sangat penting untuk mengerti dan memahmi sikap toleransi. Untuk itu, penerapan pendidikan sekaligus praktik toleransi menjadi sangat penting di tengah masyarakat yang seringkali diwarnai oleh konflik antaragama.
Dengan demikian, para siswa baik Al-Furqon dan Kanisius saling belajar bahwa nilai-nilai kemanusiaan seperti kasih sayang, empati, dan keadilan tetap sama meskipun ada perbedaan dalam keyakinan.
Pentingnya kegiatan seperti ini juga untuk membuka ruang dialog yang konstruktif antara umat beragama yang berbeda. Hal ini, sangat penting untuk menghilangkan kesalahpahaman dan membangun pemahaman yang lebih baik satu sama lain. Melalui interaksi langsung, para siswa dari kedua lembaga pendidikan dapat belajar saling menghargai perbedaan, membangun sikap toleransi, dan mengembangkan rasa empati terhadap sesama.
Kunjungan ini tentu sejalan dengan nilai-nilai Pancasila, khususnya sila ketiga yaitu Persatuan Indonesia. Dengan memperkuat persatuan di tingkat akar rumput. Tentu, kita turut berkontribusi dalam menjaga keutuhan bangsa dan menjadi inspirasi bagi lembaga pendidikan lainnya untuk melakukan hal serupa. Dengan demikian, semangat toleransi dan kerukunan dapat menyebar lebih luas di segala aspek kehidupan.