Opini

Saat Ustaz Hanan Attaki Mulai Ditinggal Jamaahnya

4 Mins read

Apa yang berbeda dari kajian Sharing Time Ustaz Hanan Attaki kali ini? Sekilas mungkin akan terlihat sama. Tetap ramai, padahal baru dimulai menjelang Isya, tapi lautan manusia sudah memenuhi halaman luar Masjid Trans Studio, Bandung, semenjak sore hari itu.

Sore yang kebetulan juga diguyur hujan, pada Rabu, 19 Februari itu. Lumayan deras, sampai-sampai penjualan ponco di halaman masjid mendadak laku keras, “Hatur nuhun, Kang!” Kata seorang penjualnya, mengungkapkan kegembiraan dan rasa terima kasihnya ke panitia.

Dari dalam masjid bisa kalian lihat, seorang ibu yang menunggu di halaman sembari menggendong bayinya di bawah payung berwarna hitam. Hujan sama sekali tak jadi halangan baginya buat bisa menghadiri kajian ustadz berkupluk dengan 10,6 juta pengikut di Instagram ini.

Kalau dahulu Zainuddin MZ mendapat predikat “Da’i sejuta umat” sebagai kiasan, kalau ustaz berkupluk ini memang benar berjuta-juta pengikutnya divalidasi data META.

Tak heran kalau di sore hari itu bakal kalian lihat bagaimana keragaman Indonesia terlukis di parkiran masjid; dari mulai kakak-kakak dari Papua, sampai cut-cut dari Aceh, akan banyak kalian temui, hadir mendengar ustaz sejuta umat ini.

Tapi keramaian ini, agaknya memang tak berlangsung lama, sampai kemudian sang ustaz datang, dan berbicara sekitar 1 jam pertama. Sekilas bakal kalian dapati kesan, bahwa sepertinya jamaah memang mulai berkurang.

Shaf-shaf di dalam masjid memang mulai terlihat jarang, pun begitu dengan jamaah di halaman, yang mulai bergegas angkat kaki dari lokasi, lebih memilih berbelanja di mall yang berada tepat di depan masjid.

Ustaz Hanan Attaki Mulai Ditinggal Jamaahnya, Kenapa?

Ada apa gerangan? Apa benar Ustaz Hanan Attaki mulai ditinggal jamaahnya? Kenapa?

Beruntungnya untuk mengkonfirmasi rasa penasaran ini, Yayasan Pemuda Hijrah Indonesia sekarang membentuk tim Riset & Pengembangan yang melakukan survei selepas acara kajian di Trans Studio Bandung pada hari itu.

Baca Juga  Guru yang Welas Asih

Hasilnya lumayan menarik, meski data yang dikumpulkan masih terbilang kurang, Namun agaknya ini sedikit menggambarkan dinamika yang terjadi dalam dakwah seorang Hanan Attaki. Sebab, dari total 44 responden yang mengisi angket, ternyata ada sekitar 20.5 % yang memutuskan untuk pulang di tengah kajian yang sedang berlangsung.

Artinya mayoritas peserta kajian, yakni 79.5% memang masih setia mendengarkan ustaz Hanan sampai selesai, sampai jam 9.30 malam. Namun penting juga untuk mengikuti alasan mereka yang memutuskan pulang di tengah kajian berlangsung, kenapa?

Ternyata ada sekitar 33.3 % yang menjawab karena materinya yang cukup berat, yaitu membahas isu lingkungan. Sedangkan beberapa peserta juga tatkala dimintai materi kajian apa yang mereka sukai dan butuhkan sekarang, memang cendrung memilih materi-materi yang ringan, seperti percintaan dan motivasi. Di sisi lain juga mereka cendrung lebih memilih materi-materi ilmu keagamaan sekalian, seperti Sirah, Fiqh, Akidah, dan al-Qur’an.

Sedangkan materi khusus tentang lingkungan yang terhimpun dalam isu-isu strategis rasional, yang dibawakan ustaz Hanan malam itu dengan judul The Earth Keeper: Adam’s Story, malah hanya mendapatkan 2.3 % ketertarikan.

Meski pada akhirnya, secara keseluruhan, 61.4%, dapat dilihat bahwa, para peserta menganggap ketiga materi kajian itu sejatinya menarik, fakta bahwa isu lingkungan menjadi yang paling terkecil presentasenya, agaknya menjadi indikasi, betapa literasi lingkungan tidaklah jadi magnet di kalangan anak muda, yang jadi audiens kajian Ustaz Hanan Attaki.

Qaul Jadid Ustaz Hanan Attaki

Kajian Sharing Time di sore hari itu agaknya menjadi momen penting bagi perjalanan dakwah seorang Ustaz Hanan Attaki, mengingat untuk pertama kalinya beliau tampil secara lugas mengenalkan materi tentang lingkungan di depan banyak penggemarnya.

Penggemar yang agaknya di sore hari itu tidak sedikit yang berkesimpulan: Ustaz Hanan yang dulu, bukan lagi yang sekarang.

Ya, sebab alih-alih berbicara tentang cinta-cintaan, atau nasehat-nasehat ringan seputar berbakti pada kedua orang tua, hari itu power point Hanan Attaki dipenuhi dengan gambar anatomi pohon, makhluk-makhluk mikrobiologis bawah laut, dengan istilah-istilah rumit yang membuat para jama’ahnya mengerutkan dahi.

Baca Juga  Haji Ramah Lansia dan Masa Depan Pelayanan Haji Indonesia

“Qaul Jadid Ustaz Hanan,” begitu penjelasan Muhammad Rayhan (27), salah seorang murid ideologis Hanan Attaki yang kini diamanahi jadi pengasuh santri-santrinya di Pesan_Trend.

“Kalau Imam Syafi’i punya “Qaul Jadid” dalam urusan Fiqh, kalau Sayyid Qutb dalam hal ideologi, Hanan Attaki agaknya juga mengalami pergeseran serupa, namun dalam materi dakwahnya yang kini lebih menyentuh isu-isu lingkungan dari perspektif turats (warisan intelektual) Islam,” jelas Rayhan.

“Sayang kan ya, ada ustadz yang bahas akidah, mengenal dengan baik Allah lewat asmaul husna, tapi kajiannya tidaklah menumbuhkan wawasan tentang menjaga ekosistem lingkungan yang Allah ciptakan,” kritik Ustaz Hanan Attaki di salah satu kajian Sarung Time-nya di Masjid Pemuda Raheela.

Apapun itu, peralihan materi Ustaz Hanan Attaki ini tentu patut diapresiasi. Di saat kebanyakan ustaz seperti beliau dengan pengikut banyak, malah menyesuaikan dirinya dengan selera pasar, Hanan malah keluar dari zona nyamannya, mulai masuk ke isu-isu strategis seperti permasalahan lingkungan, yang sekarang jadi kegelisahan masyarakat global, terutama semenjak Kesepakatan Paris, pada 2015 lalu.

Proyek Lingkungan Ustaz Hanan Attaki

Bukan hanya ‘omon-omon’ belaka. Di tengah isu-isu sektarian yang seringkali menyibukkan nalar kita, dalam mengkategorikan seorang Ustaz Hanan Attaki, sebagai seorang NU atau HTI, ternyata nalar beliau malah telah menjelema menjadi sebuah lembaga pendidikan bernama Pesan_Trend.

Sampai tulisan ini ditulis, ada sekitar 24 santri yang bersekolah di pesantren di kaki gunung Manglayang ini, gratis tanpa sepeserpun dipungut biaya.

Saat ini mereka terbagi jadi dua kelas, kelas Akar dan Batang. Yang pertama sebutan untuk kelas 10, yang kedua sebutan untuk kelas 11, tahun depan baru ada kelas Buah. Dari pilihan nama jenjang kelas saja, bisa kita susuri gagasan seorang Ustaz Hanan Attaki untuk membangun wawasan ekologi para santrinya.

Baca Juga  Kajian Manuskrip: Khotbah Sebelum Akad Nikah

“Bayangkan sebuah sekolah yang petualangan di alam menjadi ruang kelas, dunia nyata adalah buku pelajaran, dan bisnis berkelanjutan adalah tugas akhirnya,” tulis Ustaz Hanan Attaki di profil sekolahnya ini.

Lewat profil ini, beliau berharap santri-santrinya kelak bisa jadi sosok Raheela, yang artinya pemikul beban umat sebagaimana dalam hadits Nabi, yang mampu menciptakan perubahan inovatif (tajdid), dan yang terpenting mampu menjaga alam dengan aksi nyata sebagai khalifah (pemimpin) di muka bumi.

Penutup

Perubahan arah dakwah Ustaz Hanan Attaki menuju isu lingkungan di Masjid Trans Studio Bandung pada Rabu, 19 Februari kemarin, menandai babak baru dalam perjalanan dakwahnya yang penuh tantangan.

Bagaimana tidak, meski mayoritas jamaahnya masih setia mendengarkan, survei menunjukkan sebagian lebih memilih pulang karena materi yang dinilai berat dan kurang menarik bagi mereka.

Pergeseran ini tidak lain disebabkan oleh “Qaul Jadid” dalam dakwah seorang Ustaz Hanan Attaki, yang mengangkat isu lingkungan dalam perspektif Islam, meskipun tidak semua pengikutnya antusias.

Dan tidak hanya sebatas wacana, komitmen terhadap isu lingkungan ini, sejatinya telah Ustaz Hanan Attaki wujudkan dalam proyek Pesan_Trend, sebuah pesantren berbasis lingkungan yang bertujuan mencetak santri berwawasan ekologi yang diharapkan jadi agen perubahan di masa depan.

Hal ini menunjukkan keseriusan seorang Ustaz Hanan Attaki untuk keluar dari zona nyamannya sebagai seorang pendakwah yang hanya mengikuti selera anak-anak muda di lingkungan kota, menjadi seorang pendakwah dengan wacana keagamannya sendiri yang lebih relevan, yaitu menyoal masalah lingkungan.

Meski harus ditinggal oleh beberapa jamaahnya, menjadi harga mahal yang mesti Ustaz Hanan Attaki bayar. Namun bukankah itu hal yang biasa bagi seorang pendakwah Islam, tatkala jamaahnya berkurang ataupun bertambah?

Editor: Soleh

Faris Ibrahim
15 posts

About author
Peneliti di Yayasan Pemuda Hijrah Indonesia. Lulus dengan gelar M.A. di bidang Islamic Studies dari Universitas Islam Internasional Indonesia (IIIU). Sebelumnya ia belajar Akidah dan Filsafat di Universitas Al Azhar, Kairo.
Articles
Related posts
Opini

Merancang Generasi Pemberontak ala Ahmad Dahlan

3 Mins read
Anak muda bukan sekadar “matahari terbit”. Mereka adalah energi potensial yang perlu diarahkan menjadi kekuatan pembaru. Di sini, Ahmad Dahlan bukan sekadar…
Opini

Melukai Hati Masyarakat: Saat Musibah Diukur Dengan Viralitas, Bukan Fakta di Lapangan

3 Mins read
Pernyataan Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto bahwa banjir yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat tidak perlu didiskusikan panjang lebar terkait…
Opini

Agus Salim: Sintesis Islam–Nasionalisme dalam Model Diplomasi Profetik Indonesia

3 Mins read
Pendahuluan Di antara tokoh-tokoh perintis Republik, nama KH. Agus Salim (1884–1954) berdiri sebagai figur yang tidak hanya cemerlang dalam kecerdasan linguistik dan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *