Opini

Puasa dalam Perspektif Agama-Agama

3 Mins read

Di tengah keragaman budaya dan keyakinan yang membentuk wajah Indonesia, praktik keagamaan menjadi suatu refleksi sakralitas dari nilai-nilai spiritual yang diwariskan secara turun-temurun. Salah satu ritual yang memiliki makna khusus bagi berbagai komunitas agama di Indonesia adalah berpuasa. Dari pesisir Aceh hingga pelosok Papua, puasa bukan sekadar ibadah seremonial semata, tetapi juga sarana untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, melatih pengendalian diri, serta memperkuat kohesivitas sosial.

Di setiap agama yang dianut di Indonesia, puasa hadir dengan metode dan tujuan yang berbeda, namun tetap memiliki benang merah yang menghubungkan esensi spiritualitas manusia. Islam mengenal puasa Ramadan sebagai jalan menuju ketakwaan, sementara dalam ajaran Kristen, puasa Prapaskah menjadi momen refleksi dan pertobatan. Hindu mengajarkan upavasa yakni metode untuk mendisiplinkan diri dalam pencarian keseimbangan batin, sedangkan dalam ajaran Buddha, puasa dijalankan untuk mencapai kesadaran penuh dan pelepasan dari keterikatan duniawi.

Sementara itu, dalam agama Baha’i, puasa dianggap sebagai latihan rohani, yaitu bentuk pengendalian diri dari hal-hal duniawi untuk memperkuat hubungan individu dengan Tuhan serta meningkatkan disiplin diri dan ketahanan spiritual. Begitu juga dalam agama Konghucu, makna puasa tak lain sebagai sarana untuk penyucian diri dalam beribadah kepada Tuhan meliputi pengendalian diri dalam berperilaku maupun bertutur kata.

Makna Berpuasa: Taat Ritual, Taat Sosial                  

Banyak orang menganggap puasa sebagai ibadah yang sifatnya individual. Dasarnya ialah karena puasa dianggap privat. Artinya, hanya individu dan Tuhan yang mengetahui bahwa kita sedang berpuasa. Memang benar puasa melatih kesabaran, keikhlasan, serta kedisiplinan dalam menjalankan ajaran agama, namun, kalau kita lihat lebih jauh, puasa bukan hanya urusan individu semata. Ada dimensi sosial yang sangat kuat dalam ibadah ini, yang justru menjadi esensi penting dari puasa itu sendiri.

Baca Juga  Ramadan: Bulan Transformasi Diri dan Ruhani

Di tengah masyarakat yang semakin individualistis, puasa mengingatkan kita bahwa kehidupan ini bukan hanya tentang diri sendiri. Ia mengajarkan keseimbangan antara hubungan vertikal dengan Tuhan dan hubungan horizontal dengan sesama manusia juga kepada alam semesta. Dalam hal ini, selain menjadi ibadah wajib, berpuasa sekaligus menjadi pengingat bahwa dalam perjalanan spiritual, kita tidak berjalan sendirian, melainkan bersama dengan orang lain dalam satu ekosistem kehidupan yang saling terkoneksi.

Berpuasa bagi agama-agama di Indonesia juga mengajarkan untuk mengaktifkan kepekaan sosial. Artinya puasa harus menjadi sarana untuk lebih peduli kepada orang lain, bukan hanya karena ingin merasakan lapar dan haus seperti orang-orang yang tidak mampu membeli makan dan minum, melainkan ikut membantu membahagiakan mereka dengan langkah-langkah kongkret. Dalam Islam, salah satu langkahnya dengan menunaikan zakat, baik zakat fitrah yang dibayarkan menjelang Idul Fitri maupun zakat mal yang diberikan dari harta yang telah mencapai nisab.

***

Selain Islam, berbagai agama di Indonesia juga mengekspresikan nilai kepedulian sosial melalui tradisi berbagi. Dalam agama Kristen, praktik filantropi kerap dilakukan, terutama saat perayaan Natal, dengan berbagi sembako dan bantuan kepada kaum miskin. Hindu mengajarkan Dana Punia, yaitu kewajiban memberi kepada yang membutuhkan sebagai bentuk pengabdian dan kepedulian sosial. Dalam agama Buddha, praktik Dana menjadi bagian dari kebajikan yang dianjurkan untuk membantu mereka yang kurang mampu.

Sementara itu, dalam ajaran Konghucu, konsep Ren menekankan kasih sayang dan berbagi, yang sering diwujudkan dalam pemberian angpao saat Imlek. Dalam agama Baha’i, tradisi berbagi diwujudkan melalui prinsip kepedulian sosial dan kesejahteraan bersama. Salah satu ajaran utama dalam Baha’i adalah pentingnya keadilan sosial dan membantu mereka yang membutuhkan. Penganut Baha’i dianjurkan untuk menunjukkan kasih sayang dan kemurahan hati kepada sesama, baik dalam bentuk bantuan materi maupun dukungan moral.

Baca Juga  Perlukah Muhammadiyah Menunda Penggunaan KHGT?

Di berbagai kepercayaan lokal, seperti dalam tradisi masyarakat adat, gotong royong dan saling membantu menjadi bagian integral kehidupan sosial. Hal ini menunjukkan bahwa semua agama di Indonesia mengajarkan pentingnya solidaritas dan kesejahteraan bersama melalui tradisi berbagi.

Puasa dalam Pandangan Agama-Agama di Indonesia

Jika dilihat makna berpuasa dari berbagai agama di atas, kita dapat menemukan nilai-nilai universal yang melampaui sekat-sekat doktrinal. Puasa bukan hanya tentang menahan lapar dan dahaga atau berhubungan badan (baca: pasangan halal) semata, tetapi juga tentang perjalanan spiritual yang mengajarkan kesabaran, keikhlasan, dan kepedulian terhadap sesama.

Dalam konteks keberagaman Indonesia, memahami makna puasa dari perspektif berbagai agama di Indonesia bukan hanya untuk memperkaya wawasan, tetapi juga memperkuat semangat toleransi dan harmoni antarumat beragama. Hal itu bisa diwujudkan dengan memperbanyak dialog antaragama untuk menemukan konsensus dalam menjaga persatuan umat di tengah keberagamaan yang ada.

Olehnya, makna berpuasa dalam perspektif agama-agama di Indonesia, dapat didefinisikan dalam dua aspek :Pertama, puasa dimaknai sebagai bentuk penghambaan umat manusia kepada Tuhannya, manifestasi keimanan setiap individu dapat terkoneksikan secara transendensi kepada yang maha kuasa melalui ibadah puasa masing-masing agama.

Kedua, berpuasa sebagai latihan pengendalian diri dari hal-hal duniawi, meskipun hari, jam, dan metodenya berbeda, setiap agama menunjukkan betapa puasa adalah bagian refleksi terdalam dari sifat keserakahan, sekaligus untuk mengaktifkan kepekaan sosial. Dengan ini, puasa hadir sebagai ibadah yang menjadi tabir dari sifat hewani, menuju manusia yang paripurna.

Editor: Soleh

2 posts

About author
Mahasiswa Jurusan Manajemen Dakwah Semsester VI UIN Alauddin Makassar
Articles
Related posts
Opini

Merancang Generasi Pemberontak ala Ahmad Dahlan

3 Mins read
Anak muda bukan sekadar “matahari terbit”. Mereka adalah energi potensial yang perlu diarahkan menjadi kekuatan pembaru. Di sini, Ahmad Dahlan bukan sekadar…
Opini

Melukai Hati Masyarakat: Saat Musibah Diukur Dengan Viralitas, Bukan Fakta di Lapangan

3 Mins read
Pernyataan Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto bahwa banjir yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat tidak perlu didiskusikan panjang lebar terkait…
Opini

Agus Salim: Sintesis Islam–Nasionalisme dalam Model Diplomasi Profetik Indonesia

3 Mins read
Pendahuluan Di antara tokoh-tokoh perintis Republik, nama KH. Agus Salim (1884–1954) berdiri sebagai figur yang tidak hanya cemerlang dalam kecerdasan linguistik dan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *