Situs Bongal menjadi arus baru dalam rekonstruksi sejarah Islam di Nusantara. Sejak ditemukan pada tahun 2002 oleh Balai Arkeologi Medan, situs Bongal menimbulkan banyak teori berkaitan dengan Islam dan perdagangan di Pantai Barat Sumatera. Situs ini terletak Desa Jago-Jago, Kecamatan Badiri, Kabupaten Tapanuli Tengah (Muklis Siregar; 2024).
Kata Bongal berasal dari sebuah pohon besar yang tumbuh subur di area perbukitan situs ini. Dulu, bukit ini memiliki ketinggian mencapai sekitar 324 meter di atas permukaan laut. Dari Sinilah mengalar Sungai Limut yang akhirnya bermuara di Teluk Tapian Nauli, Tapanuli.
Situs Bongal: Pintu Awal Masuknya Islam di Nusantara
Pada tahun 2002, tim peniiti Balai Arkeologi Sumatera Utara melakukan survei permukaan dan pendataan peninggalan sejarah dan purbakala di wilayah ini. Situs ini menjadi viral ketika para arkeolog melakukan ekskavasi dan menemukan beberapa artefak berupa koin emas, pecahan kayu, wadah kalam, dan guci nishapur dari Persia yang dibuat pada abad ke 7 M.
Temuan artefak tersebut menimbulkan banyak interpretasi tentang kedatangan Islam, perdagangan, dan dunia maritim di Nusantara. Mengenai kedatangan Islam di Nusantara, temuan di situs Bongal memberikan perspektif baru bahwa Islam sudah datang dan menyebar di wilayah ini sejak abad ke 7 M. Asumsi ini didasarkan pada penanggalan radiokarbon terhadap perahu kuno yang ditemukan di situs tersebut. Demikian juga dengan artefak keramik dan gerabah. Identifikasi awal dari arkeolog bahwa keramik ini dibuat pada abad ke 7 M. Uniknya, keramik dan gerabah tersebut berasal dari Persia, Cina, India, dan Timur Tengah (Muklis Siregar; 2024).
Selama ini, rekonstruksi sejarah Islam dibangun dari situs Barus, dan dianggap sebagai titik awal kedatangan Islam di Nusantara. Temuan berupa keramik, tembikar, kaca, logam dan manik-manik, serta prasasti berbahasa Jawa Kuno dan tamil serta arca bodhi satwa, menunjukkan bahwa Islam datang di Lobu Tua di kisaran akhir abad IX M sampai abad XII M. Angka tahun tersebut lebih muda dari temuan artefak di situs Bongal yang diperkirakan pada abad VI M.
***
Demikian juga dengan temuan arkeolog pada tahun 2004 berupa kargo kapal yang ditemukan di perairan laut Jawa sebelah utara Cirebon. Berdasarkan pertanggalan keramik dan teknologi pembuatan pembuatannya, kapal tenggelam tersebut berasal pada abad X M. Salah satu muatan yang tidak termasuk dalam barang komoditi berupa cetekan tangkup (mound), terbuat dari batu sabun (soapstone) berbentuk empat persegi panjang (4,2 x 6,7 cm). Pada salah satu sisinya terdapat kalimat yang ditulis dalam aksara Arab bergaya kufi “al-Mulk lillah; al-Wahid; al-Qahhar” yang berarti “semua kekuasaan itu milik Allah yang Maha Esa dan Maha Perkasa”. Berdasarkan bentuk tulisan ini, diduga berasal dari sekitar abad IX-X M. Dari temuan inilah kemudian dinyatakan bahwa Islam pada abad X M telah tersebar pesat di Nusantara (Bambang Budi Utomo, 2017).
Situs lain yang dianggap awal kedatangan Islam di Nusantara adalah makam Fatimah binti Maimun. Di Nisannya terdapat tulisan arab bergaya kufi menjelaskan tentang kematian Fatimah binti Maimun pada hari Jumat 7 Rajab 475 H, yang kalau dikonversi ke penanggalan Masehi 2 Desember 1028 M. Berdasarkan penanggalan yang ada pada nisan ini, para arkeolog dan sejarawan berpendapat bahwa Islam datang dan berkembang di Nusantara pada abad XI M. Kalau dilihat secara mendalam, maka peninggalan Islam di situs Bongal jelas lebih tua dibandingkan dengan tiga jejak Islam (Lobu Tua, Kargo Kapal Cirebon, dan Makam Fatimah binti Maimun) di atas.
***
Pada tahun 1966, dilaksanakan seminar Masuknya Islam ke Indonesia di Medan. Dalam seminar tersebut, Hamka dan yang lainnya menyatakan satu teori bahwa Islam sudah hadir di Indonesia pada abad pertama Hijriyah atau abad VII M. Banyak kalangan meragukan teori ini, lantaran tidak didukung oleh bukti-bukti historis dan arkeologis yang kuat. Dengan adanya temuan koin dinasti Umayyah yang dicetak di Basrah, Irak bertarikh 79 Hijtoyah (698 M) di Situs Bongal, menjadi bukti kuat bahwa abad ke VII M sudah hadir peradaban Islam di Indonesia.
Peninggalan arkeolgis Islam di Bongal ini juga mempertegas peran pedagang dalam proses Islamisasi di Nusantara. Dengan adanya bukti komoditas perdagangan yang beragam dari berbagai wilayah, terutama Timur Tengah (Dunia Islam) berupa keramik serta koin masa kekhalifahan Umayyah yang dijadikan alat tukar dalam bertransaksi perdagangan.
Era abad pertama hijriyah, para pedagang muslim sangat agile dalam menyebarkan Islam ke berbagai wilayah. Dengan sifat yang kosmolitan, para pedagang yang hadir di pelabuhan Bongal bisa berkolaborasi dan bersinergis dengan pedagang yang berasal dari India (agama Hindu) dan pedang Cina (Budha). Berdasarkan bukti-bukti arkeologis, Islam di Bongal hadir dengan penuh inklusif dan moderat, menerima berbagai pandangan dan ideologi lain untuk saling berkolaborasi.
Situs Bongal ini juga menjadi ajang pertemuan masyarakat global yang berasal dari Timur Tengah, Asia Selatan, dan Asia Timur. Interaksi silang budaya, ekonomi, politik, agama, dan intelektual terjadi si sana. Sebuah kawasan yang menghadirkan masyarakat moderat, penuh toleran dengan berbagai macam etnis, agama, dan suku bangsa.
Editor: Soleh

